.SURABAYA - Sebut saja namanya Irwan. Lelaki berumur 45 tahun adalah pengelola salah satu wisma di lokalisasi Dolly, Surabaya. Hampir 25 tahun hidup Irwan dihabiskan di gang lokalisasi, yang konon terbesar di Asia Tenggara itu.
Sejak awal, Irwan mengaku mengalami berbagai macam isu yang mendera Dolly. Mulai dari pembatasan pekerja seks komersial (PSK), baru-baru ini masalah CCTV, lalu yang paling sering adalah isu penutupan Dolly. "Semuanya tidak pernah terjadi. Bukan satu dua tahun ini berbagai isu itu mendera. Sepanjang saya di sini, bahkan sejak saya kecil, isu itu hanya sebatas isu,” ujar Irwan, Sabtu (8/12/2012) kemarin.
Baginya, Dolly bukan hanya sebatas bisnis esek-esek. Menurut Irwan, kehidupan warga di sekitar lokalisasi juga hidup karena aktivitas bisnis penjaja syahwat. “Bukan hanya kami dan PSK yang cari makan. Ada parkir, penjual makanan, laundry, gadai, sampai toko emas,” ungkap Irwan.
Karena itu, Irwan sama sekali tidak khawatir dengan upaya pemerintah mempersempit ruang gerak pelaku bisnis prostitusi di sana. Sebab, berapapun jumlah aturan yang membatasi, pengunjung Dolly tidak akan berkurang signifikan, apalagi pada momen-momen tertentu seperti tahun baru dan usai libur panjang Ramadan.
“Setiap saat selalu ada pengunjung baru. Ada juga yang lama masih sering main-main ke sini. Kan mereka tidak selalu main gituan. Tidak sedikit yang main ke sini untuk sekadar minum, karaoke, dan butuh teman ngobrol. Dibatasi seperti apa, Dolly tetap hidup,” ujarnya dengan nada yakin.
Seharusnya, Irwan menilai, pihak terkait jangan hanya berusaha keras agar Dolly bisa tutup dengan segala cara. Ada banyak ribuan orang yang menggantungkan hidup di kawasan merah itu. Irwan menegaskan, kalau pemerintah serius menutup, artinya harus memiliki dana besar untuk mengentaskan para PSK dan masyarakat di sana.
Terkait aturan baru yang akan diimplementasikan di Dolly, Irwan tetap tidak akan mempengaruhi kehidupan di sana. Dia mencontohkan, identitas pengunjung di Dolly harus dicatat dalam database. Ini menurutnya tidak akan terlalu memengaruhi, karena kebanyakan pengunjung Dolly bukan warga Surabaya.
“Aturan ini hampir mirip dengan rencana pemasangan CCTV dulu. Intinya kan sama-sama berusaha mempermalukan pengunjung agar tidak datang lagi. Tapi, semuanya (aturan) itu kok hanya isu dan rencana-rencana,” cetus lelaki berperawakan kekar ini.
Di sisi lain, Irwan mengakui berbagai aturan itu akan semakin mempersempit bisnisnya. Terlebih, persaingan antar-wisma juga semakin ketat. Aturan pembatasan PSK pun membuat pengelola memutar otak agar stok PSK tetap ada.
Untuk masalah edukasi seks, Irwan menganggap alasan pemerintah terlalu mengada-ada. Di wisma yang dikelolanya, pengunjung wajib menggunakan pelindung. Selain itu, dia juga mewanti-wanti agar anak buahnya tidak melanggar aturan penggunaan kondom. “Kami sediakan kondom gratis agar terhindar dari risiko tertular penyakit,” katanya.
Setiap bulan, Irwan juga selalu memerintahkan anak buahnya yang berjumlah 11 orang untuk memeriksakan kesehatan genital. Beberapa wisma malah menjalin kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat, untuk memberikan penyuluhan tentang bahaya HIV/AIDS dan penyakit menular lainvyang disebabkan hubungan seksual.
Apapun Batasannya, Lokalisasi Dolly Tetap Hidup
panti pijat
,
prostitusi
,
seks
,
underground
Edit
0 komentar :
Post a Comment