Tak Hanya @benhan, Ini 'Korban' UU ITE
Pemilik akun Twitter @benhan, Benny Handoko, ditahan di Cipinang, Kamis, 5 September 2013. Benny dilaporkan oleh politikus Misbakhun terkait kasus Bank Century. (Pemilik Akun @benhan Ditahan di LP Cipinang). Benny disangkakan dengan Pasal 27 junto Pasal 45 UU RI No 11:2008 ITE tentang penghinaan dan pencemaran nama baik lewat media sosial.
Benny bukan orang pertama yang menjadi "korban" Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mencatat sedikitnya ada 11 orang terjerat undang-undang ini.
1. Kasus Donny Iswandono
Awal September 2013, Donny Iswandono, penggerak dan pemimpin redaksi media online Nias-Bangkit.com (NBC) sedang menghadapi proses hukum karena tuntutan pencemaran nama yang diatur dalam Pasal 27 UU ITE, terkait pemberitaan tentang kasus korupsi di Nias Selatan, Idealisman Dachi.
Dachi mengugat karena media yang dikelola Donny menulis artikel berjudul “Segera! Periksa, Tangkap dan Adili Bupati Nias Selatan”. Menurut Donny, NBC sudah mencoba dan berusaha mengkonfirmasi ke Bupati Nias Selatan atas adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan di KPK, tetapi tidak mendapatkan respon.
2. Kasus Johan Yan
Pada Agustus 2013, pengguna Facebook di Surabaya bernama Johan Yan terancam hukuman penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar. Johan disangka melanggar Pasal 27 Ayat 3 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik akibat komentarnya di Facebook tentang dugaan korupsi Rp 4,7 triliun di Gereja Bethany Surabaya, Jawa Timur.
3. Kasus Anthon Wahju Pramono
Pada Juli 2013, Anthon Wahju Pramono, notaris berusia 64 tahun, mulai disidangkan dalam kasus pengancaman kepada HM Lukminto di Pengadilan Negeri Solo, Jawa Tengah. Anthon digugat karena menegur dan mengirimkan SMS dengan bahasa yang dinilai kasar ke Lukminto, yang merupakan pemilik pabrik tekstil raksasa, Sritex. Anthon dijerat dengan Pasal 29 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
4. Kasus Ade Armando
Dosen FISIP UI, Ade Armando, ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik. Penyidik Polda Metro Jaya menjadwalkan pemanggilan Ade untuk diperiksa sebagai tersangka. Armando digugat lantaran dianggap mencemarkan nama baik dan menghina Kamarudin yang menjabat sebagai Direktur Kemahasiswaan UI.
Dalam blog pribadi milik Armando, dirinya menulis dua artikel berjudul “Bungkamnya BEM-BEM UI: Tak peduli, Pengecut atau Dikadali?” Dan “BEM-BEM di UI SEGERA BERTINDAK: REKTOR DAN PARA KACUNGNYA GAGAL.” Dua artikel tersebut dimuat Armando pada 29 Januari 2012 dan 4 Maret 2012.
5. Kasus Budiman
Budiman, guru SMP Negeri Ma’rang, di Kabupaten Pangkep, ditahan karena memberikan kritik dan dianggap menghina Bupati Pangkep, Syamsuddin A Hamid melalui Facebook.
Dalam akun Facebook miliknya, Budiman menyebutkan Syamsuddin sebagai bupati terbodoh di Indonesia. Komentar tersebut berawal dari diunggahnya foto mantan Bupati Pangkep, Syafruddin Nur, yang sudah meninggal. Lalu Budiman pun membandingkan kinerja bupati yang lama tersebut dengan yang sekarang.
"Sbg bupati yang slalu dikenang (Syafruddin Nur), tdk spt bupati skarang (Syamsuddin A Hamid). Bupati terbodoh di Indonesia." tulis Budiman di akun Facebooknya.
Bupati Pangkep, Syamsuddin, merasa itu adalah sebuah penghinaan dan kemudian melaporkan Budiman ke Polres Pangkep. Esok harinya, Budiman ditahan. Istri Budiman, Andi Rita, memohon penangguhan penahanan Budiman yang dipenuhi oleh Kepala Polres Pangkep, Ajun Komisaris Besar Deni Hermana.
Bupati Syamsuddin, kata Deni, sudah memaafkan Budiman, tetapi belum mencabut laporannya di kepolisian. Budiman dikenai UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 27 ayat 3.
6. Kasus Mirza Alfath
Mirza Alfath, dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, Aceh, dianggap melakukan pelecehan atas syariat Islam atas komentarnya di Facebook. Berikut tulisan di Facebook Mirza yang ditulis 3 Juli 2012:
"Hukum Syariah jelas banyak sekali kelemahan dan kekurangan, ia sudah tidak layak lagi dipertahankan bagi manusia modern dan masyarakat maju. Hukum syariah hanya cocok pada jamannya ketika manusia masih minim ilmu pengetahuan.
Salah satu kelemahan syariah Islam adalah bahwa hukum-hukumnya tidak pernah memperkenankan 'bukti-bukti lapangan' dan ilmu pengetahuan dalam mengambil keputusan hukum, ia hanya bersandar pada saksi-saksi yang terreputasi, misalnya dalam kasus pemerkosaan, korban harus membawa 4 orang saksi yang melihat langsung untuk menjatuhi hukuman kpd tersangka ."
Sementara dalam kasus perzinahan, perempuan hamil cukup dijadikan bukti perzinahan telah terjadi untuk di rajam (meskipun hukum rajam sendiri tidak diatur dalam Al-Quran). Adakah keadilan dalam hukum Allah yang katanya Maha Adil itu?"
Mirza ditahan pada 20 November 2012 gara-gara tulisannya di dinding Facebook yang bernama Mirzanivic Alfathenev itu. Rumah Mirza sempat menjadi sasaran amuk massa dengan dilempari batu
Mirza mengakui bahwa akun Mirzanivic Alfathenev miliknya. Ia dianggap telah sesat dari ajaran Islam oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Lhokseumawe. Mirza akhirnya meminta maaf kepada publik pada 23 November 2012.
7. Kasus Musni Umar
Musni Umar, Mantan Ketua Komite Sekolah SMAN 70 yang juga dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, menjadi tersangka pencemaran nama baik setelah menulis di blog atas dugaan praktek korupsi mantan Kepala Sekolah SMAN 70 Bulungan Jakarta. Musni dilaporkan Ketua Komite Sekolah SMAN 70, Ricky Agusyady.
8. Kasus Alexander Aan
Rabu, 18 Januari 2012, calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kabupaten Dharmasraya, Alexander Aan, nyaris diamuk massa. Alexander Aan, yang sehari-hari bertugas di Kantor Bappeda Dharmasraya, Sumatera Barat, menulis statusnya di Facebook. Di dunia maya ia mengaku Tuhan itu tidak ada. Alasannya karena ia melihat masih banyaknya kesengsaraan di dunia dan banyaknya kesenjangan hidup.
Karena statusnya di Facebook, Alexander Aan menghadapi ancaman Pasal 156a KUHP tentang Penistaan Agama. Polisi juga menjerat pemilik akun Facebook Alex Aan dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang (UU) No 8 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pada tanggal 14 Juni 2012, Pengadilan Muaro Sijunjung menyatakan Alexander bersalah karena menyebarkan kebencian agama. Ia dijatuhi hukuman penjara 2,5 tahun dan denda Rp 100 juta.
9. Kasus M Fajriska Mirza
Pengacara Muhammad Fajriska Mirza dilaporkan Jamwas Marwan Effendi karena kicauannya di Twitter. Ia dijerat dengan pasal pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE, dengan ancaman 8 tahun penjara.
Jaksa penuntut umum mendakwa pemilik akun @fajriska dengan dua pasal. Ia diduga telah sengaja mendistribusikan dokumen elektronik yang memuat penghinaan atau pencemaran nama baik. Fajriska juga dijerat pasal pengaduan dan pemberitahuan palsu kepada penguasa sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang.
10. Kasus Ira Simatupang
Mantan dokter RSUD Tangerang, dokter Ira Simatupang, divonis 5 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena dianggap mencemarkan nama baik. Ira melaporkan percobaan pemerkosaan oleh rekan kerjanya di RSUD Tangerang, tapi tak cukup bukti sehingga polisi menghentikan penyidikan pada 2009. Tak lama Ira diberhentikan sebagai dokter ahli kandungan di rumah sakit tersebut.
Pada 2010, Ira menulis sejumlah e-mail terkait pelecehan seksual yang dialaminya ke sejumlah rekan dan atasannya. E-mail inilah yang akhirnya menjerat Ira dalam kasus pencemaran nama baik. Dokter Bambang Gunawan yang saat itu menjabat sebagai atasan Ira di RSUD Tangerang melaporkan bahwa Ira menyebut dan mencemarkan nama baiknya dalam e-mail yang dikirimkan Ira.
Ira didakwa tiga pasal, yakni Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 27 ayat 3, UU RI 11/2008 tentang ITE, Pasal 310 ayat 2 KUHP, atau tentang penghinaan dengan sengaja menyerang kehormatan agar diketahui umum, dan terakhir Pasal 311 ayat 1 KUHP tentang pencemaran tertulis dan fitnah.
11. Kasus Prita Mulyasari
Prita Mulyasari ditahan Kejaksaan Negeri Tangerang karena tulisannya mengenai RS Omni Internasional. Prita mengeluhkan pelayanan RS Omni Internasional serta dokter yang memeriksanya melalui e-mail.
Omni menggugat perdata dan pidana Prita. Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan perdata RS Omni Internasional terhadap Prita Mulyasari dan diputus untuk membayarkan ganti rugi materil sebesar Rp 161 juta dan ganti rugi immateril sebesar Rp 100 juta.
Vonis terhadap Prita itu memicu solidaritas di dunia maya sehingga muncul gerakan "Koin Prita". Prita ditahan oleh Kejaksaan Negeri Tangerang pada 13 Mei 2009 dan kemudian menjadi tahanan kota.
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali Prita Mulyasari sehingga Prita bebas dari segala tuduhan dan bebas dari hukuman percobaan 6 bulan penjara.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment