Sekali Masuk Jaringan, Sulit Melepaskan Diri
Sekalipun isu mahasiswi terjun ke dunia prostitusi bukan hal baru, masyarakat tetap saja kaget ketika ada mahasiswi yang sedang bersama pengusaha ikut tertangkap petugas Komisi Pemberantasan Korupsi. Peristiwa yang belum lama terjadi itu pun berkembang dan menjadi buah bibir masyarakat.
epas dari kasus Ma, mahasiswi Universitas Prof Dr Moestopo Jakarta itu, sebenarnya banyak iklan di internet yang menawarkan perempuan penghibur berprofesi mahasiswa. Entah itu benar mahasiswa atau tidak.
Sosiolog yang juga pengajar Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto, yang meneliti prostitusi di kalangan siswa SMA untuk disertasinya, menyatakan, mahasiswi menjadi ”ayam kampus” (sebutan untuk perempuan penghibur berstatus mahasiswa) sudah ada sejak dulu.
Namun dibandingkan dengan siswa SMA, keberadaan ”ayam kampus” menjadi menarik karena berkesan kontradiktif.
”Mahasiswa yang merasakan kehidupan di kampus dan bergelut dengan soal akademik dipandang memiliki moralitas tinggi. Tetapi kok ada sebagian dari mereka yang menjalani hal seperti itu,” tuturnya.
Bagong melanjutkan, dalam dunia prostitusi yang kini sudah berkembang menjadi industri seks komersial, status mahasiswa justru menjadi pendongkrak harga si penghibur.
”Memang fenomena mahasiswa terjun ke dunia prostitusi berawal dari keterpaksaan. Namun sekarang kondisi itu malah menjadi strategi industri seks komersial,” kata Bagong.
Dari penelitiannya, Bagong menemukan bahwa orang yang sudah sekali masuk jaringan prostitusi, maka dia akan sulit melepaskan dirinya dari dunia itu. ”Ada ancaman halus. Bila dia tak mau menurut, identitasnya akan dibuka. Itulah yang membuat posisi tawar si pekerja seks komersial lemah,” kata Bagong.
Gaya glamor
Masalah ekonomi sering menjadi alasan mereka untuk terjun ke dunia hitam. Namun, mahasiswa di Jakarta dan Bandung menyanggah bila mereka datang dari keluarga miskin.
”Gaya hidup di kampusku sangat glamor. Mungkin itu salah satu sebab mereka melakukannya,” kata Lia, mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta Barat, mengomentari fenomena yang sepertinya tak menjadi perhatian pengelola kampus itu.
Apa yang diungkapkan Lia masuk akal. Demi sering berganti telepon seluler, baju, tas berharga mahal, bahkan bisa tinggal di apartemen yang bagus, mahasiswa pun bersikap permisif. Apalagi bila ia berteman dengan mereka yang berada dalam lingkaran seperti itu.
Dari Bandung, Ifa, mahasiswi perguruan tinggi di kota itu, menyatakan, ada mahasiswi tak tahan menghadapi godaan gaya hidup glamor. Akibatnya, ia pun masuk ke dunia prostitusi. Belakangan, tak hanya kebutuhan ”tersier” yang dia inginkan, kebutuhan biologis pun menjadi buruannya.
”Bedanya, ia selektif dalam memilih klien. Hanya orang tertentu yang sudah dikenal dalam jaringannya yang mau dia datangi,” kata Ifa menambahkan.
Para mahasiswa paham tentang kondisi memprihatinkan itu, lalu bagaimana dengan rektorat? Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Iwan Dwiprahasto menegaskan, pihaknya menjunjung tinggi etika.
Itu sebabnya sejak awal masuk, semua mahasiswa baru harus menandatangani surat perjanjian etika dan disiplin kemahasiswaan.
”Jika mereka nanti terlibat kasus narkoba, perusakan fasilitas kampus, dan prostitusi, universitas akan mengeluarkannya,” kata Iwan, walau belum pernah ada kasus prostitusi di kampusnya.
Dilema
Ancaman yang sama datang dari Universitas Prof Dr Moestopo, Jakarta. Namun, dalam kasus Ma, Kepala Biro Kemahasiswaan dan Alumni universitas tersebut, Usmar Ismail mengatakan, pihaknya baru memberi peringatan tertulis.
”Kami menilai dia menjadi korban. Lagi pula Ma baru empat bulan menjadi mahasiswa di sini sehingga belum banyak mendapat pendidikan etika,” tutur Usmar.
Ma kini dalam pengawasan. Menurut Usmar, bila kemudian dia mengulangi perbuatannya, bisa dikeluarkan dari kampus.
”Saya katakan kepada dia, sekarang mata semua orang tertuju kepadamu. Ma juga harus lebih berprestasi untuk menunjukkan dia tidak seperti yang disangka orang,” katanya.
Usmar mengakui, sesungguhnya pihak kampus berada dalam dilema menghadapi kasus Ma.
”Di satu sisi tugas kami tak hanya mengajar, tetapi juga mendidik. Namun, masyarakat seakan menuntut Ma dikeluarkan. Namun, kami memutuskan memberi peringatan tertulis demi menyelamatkan masa depan Ma. Kami khawatir bila dikeluarkan, masa depan Ma malah lebih tidak jelas,” kata Usmar menambahkan.
Bagong menilai keputusan Universitas Prof Dr Moestopo sebagai hal yang bijak. ”Dengan membiarkan Ma tetap berkuliah, masa depannya akan lebih terjaga daripada soal citra dan gengsi lembaga,” ujar Bagong.
Adanya mahasiswi di dunia prostitusi tak lepas dari keterikatan nilai agama yang tanpa sadar semakin meluntur. Sementara remaja putri cenderung terlalu lama menahan masa akil balik sehingga memunculkan godaan lebih besar. Pada kondisi itu, ada pula teknologi yang memberi banyak kemudahan.
Ketika ia ada di lingkungan permisif, pelan-pelan kondisi itu pun berpengaruh kepadanya. Meminjam istilah Bagong, kemasan gaya hidup remaja urban lebih kuat pesonanya sehingga membuat sulit mereka yang tak kuat. Jadilah ada di antara mereka yang kemudian terseret arus kuat yang membawanya ke dunia hitam.
Jelas itu bukan melulu kesalahan mereka. Hanya melakukan pendekatan moral kepada mereka, bukan masanya lagi. Cara paling efektif adalah mendekati dan tahu kebutuhan mereka, lalu mengemas kebutuhan itu dalam bentuk gaya hidup yang menjadi penyaluran sehat bagi si mahasiswa.
Selain itu, menyayangi diri sendiri akan membuat kita berpikir ulang saat akan melakukan tindakan tak terpuji. Sebab, sangat mungkin aib itu akan terus mengikuti sepanjang hidup kita.
Rahasia Menjadi Ayam Kampus
panti pijat
,
pelacuran
,
pendidikan
,
prostitusi
,
seks
,
sex
,
underground
Edit
0 komentar :
Post a Comment