Koleksi Seni Istana Bogor: Dari Venus sampai Nyi Roro Kidul
Dua karya Agus Djaja, dari kanan: 'Ibu dan Anak' (1957) dan 'Nyi Roro Kidul' ('50-an).
Jakarta - Istana Bogor menyimpan banyak karya seni. Patung dan lukisan dipasang di berbagai sudut bangunan ikonik warisan kolonial Belanda ini.
Di mata orang biasa, bangunan ini sendiri bahkan sudah merupakan karya seni. Arsitektur megah bergaya Palladio membuat orang melongo. Detail ornamen dekoratif di langit-langit yang tinggi menambah kesan elite.
Melongok ke Istana Bogor pada 7 Maret 2017 lalu, sebuah patung dengan pose jongkok ditempatkan di depan gedung induk. Wajahnya sederhana, memandang nanar tamu-tamu yang datang menapaki 15 anak tangga, tengahnya dilapisi karpet merah. Bila diperhatikan, agaknya patung ini kontras dengan kemewahan Istana. Patung sosok siapa ini?
'Djongkok', karya Djan Mingkit, berbahan perunggu, tinggi 80 cm
Dihubungi terpisah oleh detikcom, peneliti seni rupa dan staf pengajar Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Mikke Susanto, menjelaskan patung ini berjudul 'Djongkok' karya Jan Mingkit, seorang pematung dari Yogyakarta yang juga menjadi rekan Edhi Sunarso, pembuat patung 'Selamat Datang' di Bundaran HI. Mikke mencoba menerka peletakan patung dengan wujud bersahaja ini di posisi bagian depan gedung induk Istana Bogor.
"Kemungkinan besar patung tersebut sejak Presiden Sukarno sudah diletakkan di situ. Maksudnya mungkin untuk mengingatkan bahwa di sekitar Istana, di luar sana, ada rakyat yang masih miskin dan membutuhkan perhatian," tutur Mikke, yang juga konsultan kurator koleksi Istana Kepresidenan RI.
Dia menjelaskan koleksi-koleksi benda seni di Istana Bogor mulai terkumpul sejak era Presiden Sukarno, sekitar tahun 1950-an. Belanda sama sekali tak meninggalkan lukisan. Sampai 1967, saat diminta keluar dari Istana Bogor, Sukarno mewariskan 2.500 lukisan dan seratusan patung.
1. Dari Venus sampai Nyi Roro Kidul
Melangkah ke bagian dalam Istana, cita rasa seni mulai kian terasa. Di Ruang Teratai, arsitektur khas Eropa begitu lekat. Catnya juga bersih, lantai berbahan marmer mengkilat. Maklumlah, ini istana. Bila berjalan melewati koridor, akan dijumpai patung berwujud perempuan telanjang yang bersedekap. Warnanya gelap, terbuat dari perunggu, tingginya 165 cm.
'Seorang Gadis' karya Martha Jiraskova, perunggu, 165 cm'Seorang Gadis' karya Martha Jiraskova, perunggu, 165 cm.
"Itu karya Martha Jiraskova dari Yugoslavia, judulnya 'Seorang Gadis'," kata Mikke.
Venus'Venus dari Italia'.
Ada pula patung berwujud perempuan telanjang lain dari Yugoslavia, misalnya karya Krisnic dengan judul 'Menari', patung 'Venus dari Italia' yang terbuat dari pualam, atau karya K Strobl dari Hongaria berjudul 'Menanti'. Strobl adalah orang yang juga membuat patung 'Pak Tani' (Tugu Tani) di Jakarta.
Perempuan telanjang bisa ditemui lagi di dalam Istana Bogor, dengan pose tangan diangkat ke atas. Ini adalah patung 'Meminta Hujan' karya Marta Jiraskova, hadiah dari negara Cekoslovakia.
Selain itu, ada patung-patung yang terpajang di taman bagian luar bangunan, antara lain patung 'Little Mermaid' karya Edvard Eriksen dari Denmark, replika 'God's Hand' karya Carl Milles, patung 'Si Denok' karya Trubus, dan lain sebagainya.
"Patung-patung dipasang di luar, menggambarkan keindahan. Apalagi bagi tamu-tamu negara dari Eropa dan Amerika yang punya selera tinggi," kata Mikke.
Di sisi sayap kiri, terdapat bangunan yang berisi berbagai macam patung serta lukisan. Lukisan Jan Styka tentang 'Hermes dan Afrodit' hingga lukisan 'Nyi Roro Kidul' di atas kanvas 183 x 93 cm karya Agus Djaja ada di ruangan ini.
2. Selera Bung Karno
Degustibus non est disputandum (soal selera tidak bisa diperdebatkan), demikian frasa klasik berbahasa Latin sejak zaman dahulu. Terlepas dari adagium itu, tak ada salahnya mengetahui selera Sukarno tentang seni.
"Selera Bung Karno ada dua jenis," kata Mikke mengawali paparannya.
Jenis pertama, Bung Karno punya selera selaku pemimpin dan pejuang nasional. Dia adalah tokoh yang punya kekuatan massa. Persona ini terejawantahkan lewat selera nasionalisme.
"Dia menyimpan lukisan berbau nasionalisme. Tema nasionalisme bukan hanya lukisan perjuangan, tapi juga pemandangan alam Indonesia, pahlawan nasional, kehidupan sehari-hari, sampai kebudayaan Indonesia," tutur Mikke.
'Peperangan antara Gatot Kaca dan Antasena' karya Basoeki Abdullah
Dari sini bisa dipahami ada lukisan Basoeki Abdullah di Istana Bogor. Lukisannya yang berjudul 'Peperangan antara Gatot Kaca dan Antasena' seolah memancarkan kekuatan tersendiri. Tentu saja hal-hal seperti ini subjektif.
Mikke melanjutkan penjelasannya. "Selera Bung Karno jenis kedua adalah selera dia sebagai laki-laki," kata dia.
Maka tak aneh bila lukisan dan patung koleksinya banyak menampilkan perempuan, baik yang berbusana maupun yang polos. Ini hal yang wajar saja untuk penyuka seni. Bukannya seksis, namun Sukarno memang lelaki.
3. Ini Bukan Kecabulan
Karya yang menampilkan pose telanjang serta mengedepankan keindahan tubuh memang banyak terdapat di Istana Bogor. Namun ini bukan perwujudan pikiran mesum, manifesto berahi, atau kecabulan. Ini adalah keindahan secara estetis.
"Koleksi Istana sama sekali tidak ada unsur cabul," kata Mikke, yang juga salah satu kurator pameran 'Goresan Juang Kemerdekaan' di Galeri Nasional Indonesia pada perayaan HUT Kemerdekaan ke-71 RI tahun lalu.
Penilaian terhadap sebuah seni memang tergantung si penafsir. Bila orang yang melihat karya seni mempersepsikan karya berwujud tubuh manusia sebagai karya adiluhung, pose telanjang tak akan membuat orang mesum. Juga, bila orang yang melihat karya seni mempersepsikan objek di depannya sebagai benda sejarah, kemungkinan besar nafsu berahi tak akan bangkit.
Venus dari Italia'Venus dari Italia'
"Jika pikiran saat melihat lukisan terfokus pada masalah nafsu, ya yang muncul dalam pikiran adalah kecabulan. Jadi lukisan-lukisan itu jelas tidak untuk merangsang nafsu seksual, tetapi memiliki catatan sejarah, nilai-nilai tradisi, kisah-kisah kesatriaan, dan nilai-nilai penting lainnya. Itu yang harus lebih mengemuka," papar Mikke.
Lebih dari itu, Mikke menjelaskan, lukisan dan patung telanjang ini juga menjadi sarana komunikasi politik Bung Karno dengan politikus-politikus internasional. Perundingan yang keruh bisa berubah menjadi jernih gara-gara seni.
"Kalau Sukarno deadlock rapat dengan tamu negara untuk urusan politik, dia mengajak tamu negara itu untuk melihat lukisan telanjang, mereka guyon, maka cairlah suasana," ujar Mikke.
Saat kunjungan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud ke Istana Bogor pada 1 Maret 2017, patung-patung berseni tinggi itu ditutupi alias 'kena sensor'. Mikke menilai sebenarnya hal itu tak perlu dilakukan.
"Nggak usahlah ditutupi. Lagi pula itu kan patung, berbahan logam, batu, juga lukisan. Tidak perlu menganggap patung layaknya manusia. Justru kalau menganggap patung sebagai manusia, itu dosa kata pak kiai," kata Mikke sambil berkelakar.
Dulu, kata dia, Presiden Megawati juga tak menutupi patung-patung ini saat menerima tamu dari negara mana pun. "Bahkan bila ada tamu dari negara muslim juga santai saja," ujarnya.
4. Soal Inventarisasi
Pendataan terakhir barang-barang seni di Istana Bogor terakhir dilakukan pada 1967. Menurut Mikke, perlu pendataan ulang barang-barang seni di Istana. Apalagi saat ini banyak patung dan lukisan yang belum secara detail terdata.
"Katalogisasi itu perlu. Wacana seperti ini sering, namun barangkali hal ini dianggap tidak terlalu penting dibanding hal politis," tutur Mikke.
Suatu saat, Mikke juga pernah mengusulkan agar setiap Presiden berpidato di Istana, hendaknya salah satu koleksi lukisan menjadi latar belakangnya. Namun usul ini hanya berlalu begitu saja.
"Supaya masyarakat bisa mengapresiasi karya seni. Itu saja tidak dilaksanakan, apalagi membuat katalog," ujar Mikke.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment