Bisnis "Ayam Kampus" Menggeliat di Yogya & Malang

YOGYAKARTA, Sebagai kota yang dikenal dengan sebutan Kota Pelajar, Yogyakarta pun tak bisa lepas dari persoalan lain yang terkait dengan banyaknya pelajar rantau di sana. Salah satunya adalah bisnis prostitusi yang dilakukan oleh para mahasiswi di sana dengan berbagai latar belakang dan alasan.

"Ayam kampus", adalah sebutan umum bagi para mahasiswi yang tak hanya belajar di kampus, tetapi juga menjajakan dirinya menjadi pekerja seks komersial (PSK) terselubung. Umumnya, himpitan masalah bagi para mahasiswi yang merantau atau latar belakang keluarga yang broken home menjadi alasan awal bagi mereka untuk kemudian terjun ke dalam pelacuran.
Orang-orang tidak akan menduga kami ini ayam kampus. Pokoknya sulit dibedakan kalau belum pernah "pakai".

Setidaknya, kesaksian itulah yang diperoleh Kompas.com saat menemui "MY" dan tiga rekan mahasiswi "seprofesi" lainnya.  Gadis berusia 22 tahun itu mengaku terjun ke praktik "esek-esek" akibat tekanan biaya hidup. Keempat "ayam kampus" mengaku mengalami kesulitan finansial untuk hidup dan sekolah di Yogya.

Berbeda lagi pengakuan "BG", mahasiswi sebuah universitas swasta di Yogyakarta. Ia memilih profesi "ayam kampus" lebih karena tuntutan pergaulan yang highclass. "Waktu itu utang saya ke teman-teman untuk hura-hura di klub malam cukup banyak. Jadi, waktu seorang teman menawari untuk melayani om-om, ya saya terima saja. Hasilnya sih lumayan dan keterusan deh sampai sekarang," ungkap BG yang ditemui di sebuah kafe di Yogya belum lama ini.

Jika dibandingkan dengan PSK di lokalisasi, keberadaan mahasiswi yang berfungsi ganda ini lebih sulit dilacak keberadaannya. Saat diperhatikan, penampilan dan keseharian mereka di kampus terlihat sama dengan mahasiswi-mahasiswi lainnya. "Orang-orang tidak akan menduga kami ini 'ayam kampus'. Pokoknya sulit dibedakan kalau belum pernah 'pakai'," papar perempuan ini sambil tersenyum.

Fenomena ayam kampus kelihatannya tak akan pernah hilang dari Yogyakarta. Predikat Kota Pelajar bagaikan pisau bermata dua. Pada satu sisi, Kota Pelajar menjadi tempat tujuan orang dari daerah mana pun untuk belajar, namun di sisi lain segala permasalahan yang menyertainya, termasuk fenomena "ayam kampus" akan ikut mewarnai Yogyakarta.

Begini Cara "Ayam Kampus" Tutupi Identitasnya...

YOGYAKARTA, Berbeda dengan pekerja seks komersial yang menjual dirinya secara terbuka di tempat-tempat prostitusi, mahasiswi yang terjun ke bisnis "ayam kampus" cenderung menutupi pekerjaannya itu dan hanya menjajakan jasanya kepada orang-orang tertentu. Keamanan menjadi alasannya sebab mereka tidak mau pekerjaannya itu diketahui orang lain.

Kini, dengan meledaknya perkembangan media sosial via internet, para ayam kampus pun memanfaatkannya untuk "berbisnis". "Pembicaraan awal menggunakan FB (Facebook), BBM (BlackBerry Messenger), atau YM (Yahoo Messenger). Jika sudah, saya akan menghubungi untuk ketemuan. Kebanyakan dari klien saya adalah om-om," ungkap BG, mahasiswi berumur 24 tahun yang mengaku sudah dua tahun terjun ke dunia ini.

BG dalam perbincangan dengan Kompas.com beberapa waktu lalu mengakui, tidak mudah berkomunikasi dengan para ayam kampus. Sebab, semua harus melewati rekomendasi dari teman seprofesi atau orang yang sudah pernah berkencan. "Kami tidak ingin pribadi kami ketahuan atau tersebar di mana-mana karena itu kami sangat sulit dicari. Orang-orang bilang kami ini PSK high class," tuturnya.
Ketika mereka sudah penasaran, kami bisa meminta harga mahal. Itulah untungnya jika transaksi dilakukan lewat media sosial.

Transaksi pun tidak bisa dilakukan dalam satu hari jadi. Klien harus melakukan pendekatan ekstra untuk bisa mengajak kencan. BG sendiri lebih senang diajak makan, dugem, atau nonton. Baru setelah merasa nyaman, transaksi bisa dilakukan.

Usaha ekstra untuk bisa bertemu dan berhubungan itulah yang membuat para klien merasa penasaran. "Ketika mereka sudah penasaran, kami bisa meminta harga mahal. Itulah untungnya jika transaksi dilakukan lewat media sosial," paparnya.

BG juga mengaku pernah hampir jatuh cinta dengan kliennya. Intensitas pertemuan dan perhatian pelanggannya itu membuatnya jatuh hati. "Karena merasa tidak pantas, akhirnya saya memutuskan menjauh," ungkap BG.

Tarif ayam kampus memang tergolong mahal, terlebih jika dibandingkan dengan PSK di lokalisasi. Untuk sekali booking, diperlukan biaya Rp 500.000 sampai Rp 800.000. Harga itu belum termasuk pengeluaran untuk belanja dan makan. "Tarif kencan tergantung di mana ayam kampus itu kuliah. Kalau kuliah di universitas terkenal, tarifnya akan lebih mahal dibandingkan dengan yang kuliah di universitas yang biasa-biasa saja," ujar BG lagi.

Berbeda pula dengan PSK di lokalisasi, BG mengaku, dalam satu bulan ayam kampus biasanya hanya melayani dua-tiga klien. Klien yang dilayani pun kebanyakan menjadi pelanggan tetap. "Kadang, kalau lagi males, ya, bisa satu bulan tidak cari klien. Namun, kalau lagi kebutuhan banyak, bisa beberapa kali kencan," ucapnya.

Mereka pun lebih memilih tempat kencan yang aman dan cenderung berkelas. "Saya lebih menikmati dan merasa aman jika dilakukan di hotel atau vila di Kaliurang. Lebih aman dan kemungkinan bertemu dengan orang yang kenal sedikit," tutupnya.

"Ayam Kampus" Dibayar Rp 10 Juta Sebulan

MALANG, Praktik bisnis "ayam kampus" tak hanya terjadi di kota pelajar Yogyakarta. Di Malang, Jawa Timur, yang memiliki sebutan kota pendidikan juga menjamur bisnis tersebut. Pelakunya adalah oknum mahasiswi yang kuliah di sejumlah perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri, yang ada di Malang.

Dari pengakuan salah satu pelaku ayam kampus di Malang, ia nekat terjun ke dunia bisnis esek-esek karena keperawanannya sudah direnggut sejak masih duduk di bangku SMP. Dari penelusuran Kompas.com, mayoritas umur mahasiswa yang berprofesi ayam kampus berumur 19 hingga 22 tahun.

"Dari teman-teman saya yang masuk ke dunia itu (ayam kampus), mayoritas karena sudah tidak perawan sejak SMP. Ada yang sejak SMA. Saat pacaran, sang pacar mengajak berhubungan. Ancaman jika tak mau (berhubungan intim) akan diputus. Terpaksa harus mau karena saat itu masih cinta monyet," aku DY (20), salah seorang mahasiswi yang ditemui Kompas.com, di sebuah kafe di Kota Malang, Minggu (28/10/2012) malam.

Sebutan ayam kampus itu sudah menjadi istilah umum bagi para mahasiswi yang menyambi menjadi pekerja seks komersial (PSK) terselubung.

Menurut DY, sebagian besar ayam kampus di Malang berlatar belakang dari keluarga yang bermasalah (broken home). Bukan hanya karena faktor impitan ekonomi. "Setahu saya, dari keluarga mampu semua. Ada yang memang faktor ekonomi, tapi tidak banyak, bahkan jarang. Itu yang saya kenal," aku DY yang mewanti-wanti namanya tidak ditulis.

Ditanya soal operasi dan cara transaksinya, DY menceritakan, untuk di Malang, trennya sudah mulai berubah. "Jika awal-awal, asal ada yang 'pesan', harga cocok, siap aja. Tapi tren sekarang para ayam kampus memilih aman. Yakni 'dipelihara' oleh para om-om atau pengusaha atau pejabat penting. Kalau pejabat jarang yang dari Malang sendiri, tapi dari luar Malang," akunya.

Para pejabat, lanjut DY, datang ke Malang biasanya di hari-hari libur akhir pekan. Tinggalnya di hotel atau di sebuah vila seperti di Kota Batu. "Jika pengusaha tergantung panggilan," katanya.

Menurutnya, ayam kampus yang "dipelihara" biasanya dibayar secara bulanan. "Umumnya, kalau sudah ada yang memelihara, per bulannya minimal Rp 5 juta dan maksimal Rp 10 juta. Kalau harga sekali 'main' umumnya ayam kampus di Malang dibanderol paling rendah Rp 500.000. Maksimal Rp 1 juta,"

"Ayam Kampus" Mau Diajak via Orang yang Dikenal

MALANG, "Ayam kampus" di Malang, Jawa Timur memang sulit dideteksi. Mereka bisa dipanggil hanya melalui orang-orang yang sudah dikenalnya. Untuk menutupi statusnya sebagai "ayam kampus", kebanyakan dari mereka memanfaatkan sang pacar.

DY, "ayam kampus" yang juga mahasiswi fakultas ekonomi salah satu perguruan tinggi di Malang ini mengaku, "ayam kampus" biasanya nongkrong di tempat-tempat hiburan malam, seperti kafe dan karaoke. "Bahkan ada juga yang mangkal di karaoke khusus keluarga," katanya.

Peminatnya, beber DY, adalah lelaki hidung belang yang penghasilannya per bulan minimal Rp 25 juta. "Kalau dari kalangan mahasiswa sendiri jarang, karena terbentur dengan ekonomi yang masih dibantu orang tua. Umumnya mahasiswa hanya dijadikan pacar agar tidak diketahui bahwa dia juga berprofesi sebagai 'ayam kampus'," katanya.

Dia mengaku masuk ke dunia "ayam kampus" karena dikenalkan oleh temannya. "Kalau saya, pertama kali teman yang memperkenalkan ke dunia itu, karena stres kondisi keluarga sudah tak peduli masa depan saya," aku DY.

Tempat yang dipakai untuk kencan, menurut DY, kebanyakan di hotel berbintang di Malang. "Kalau malam, diajak ke kafe atau karaoke dulu. Sering juga diajak minum dulu. Tapi kalau malam, terbatas. Karena jam 22.00 WIB, sudah harus ada di kos. Boleh malam, tapi sudah izin ke luar kota ke ibu kos," katanya.

Untuk menemukan "ayam kampus" juga tidak mudah. Jika tidak kenal, tidak akan bersedia.Biasanya, "ayam kampus" mau diajak kencan jika sudah kenal atau dikenalkan oleh orang dekat, tapi bukan teman-temannya di kampus. "Jika si hidung belang yang langsung menghubungi teman-teman tidak bersedia. Khawatir terbongkar," katanya.

Di Kota Malang, hingga kini sudah mulai menjamur hiburan malam, mulai dari wilayah Lawang (Malang wilayah utara), hingga kota Batu. Tempat hiburan malam inilah yang kerap dijadikan ajang perkenalan hingga transaksi para "ayam kampus".

"Namun, banyak beroperasi di kafe-kafe yang ada di Kota Malang. Bisa juga dibawa jalan-jalan ke luar Malang kalau di kampus libur," ujarnya.

"Ayam Kampus" Juga Layani Dosen demi Nilai

Mahasiswi yang nyambi menjadi "ayam kampus" mengaku kerap mengajak kencan para dosen yang mengajarnya di kampus. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan nilai bagus walau sering tidak masuk kuliah dan tidak maksimal mengerjakan tugas mata kuliahnya.

"Mengajak kencan dosen yang ngajar lebih efektif, tetapi tidak semua dosen diajak dan mau diajak," tutur SF, salah seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Malang, saat ditemui Kompas.com di sebuah rumah kontrakan di Kota Malang.

Menurut perempuan berusia 21 tahun ini, mengajak kencan adalah senjata terakhir untuk meluluhkan dosen yang killer dan pelit memberi nilai. "Tak jarang para dosen yang pelit akan nilai. Banyak juga dosen yang killer. Disogok pakai uang atau bingkisan jarang mau," kata SF.

"Ya, diajak ketemuan di rumah makan atau di kafe sederhana. Setelah lumayan akrab, mulai memancing ke arah hubungan intim," lanjutnya.

Namun, para dosen, lanjut SF, ternyata tidak mudah untuk diajak berhubungan intim. "Tidak langsung mau. Harus berkali-kali ngajak dan terus didekati. Kalau sudah gol, sudah pasti memberikan nilai bagus walau jarang masuk," akunya.

Ditanya apakah juga dibayar oleh sang dosen? SF mengaku, untuk kelas dosen, gratis. "Karena yang butuh kita. Bukan dosennya. Teman-teman yang berprofesi itu ("ayam kampus") memang sering bolos kuliah. Malas mau ngerjain tugas. Jadinya, berbagai upaya dilakukan agar dapat nilai bagus," katanya.

Setelah berhasil mengajak berhubungan seks dengan oknum dosennya, SF mengaku, para dosen tersebut akhirnya ketagihan. "Tak jarang minta berhubungan lagi. Ya, kita turuti, tetapi sifatnya tidak memaksa. Kalau ngajak via sms. Misalnya, 'ada waktu ketemu?'. Itu cara ngajaknya," beber SF.

Umumnya, kata SF, dosen yang bisa diajak kencan usianya masih muda. Kencannya dilakukan di hotel sederhana. "Kalau dosen ambil hotel sederhana. Tak terlalu mahal. Yang penting aman," kata perempuan yang mewanti-wanti namanya tidak dituliskan ini.

Seperti apa hotel yang dianggap aman itu? SF mengaku hotel yang bukan menjadi langganan "klien"-nya. "Karena kalau dosen, kan, bukan langganan," katanya lantas tersenyum.

Lebih lanjut SF mengaku, awalnya dia tak mau melakukan hubungan seks di luar nikah. Namun, karena dirinya sudah tidak perawan sejak SMA dan sudah terbiasa, akhirnya dia menikmati menjadi "ayam kampus".

"Saya sudah terbiasa dan diakibatkan karena tak perawan lagi. Saat SMA, pacar saya mengajak berhubungan, jika tak mau, akan diputus. Orangtua saya berantakan. Mama cerai dengan papa," keluhnya.

Padahal, SF mengaku berasal dari keluarga kaya. "Papa saya seorang pengusaha. Mama juga pengusaha. Tapi papa selingkuh, mama akhirnya juga selingkuh. Ketahuan cerai. Saya jadi korbannya. Soal uang saya tak kekurangan. Tapi kedua orangtua sudah kurang peduli. Cuma kirim uang saja, tak mau tahu kondisi saya," aku SF. 

"Ayam Kampus" Sering Layani Pemain Bola

Mahasiswi yang nyambi menjadi "ayam kampus" di Malang mengaku sering melayani pemain sepakbola, terutama para pemain asing yang merumput di liga Indonesia.

Hal itu setidaknya diakui DY, salah satu "ayam kampus" yang bersedia diwawancarai Kompas.com di salah satu kafe di Kota Malang, Jawa Timur.

"Banyak pemain bola yang sering booking teman-teman, tak hanya pengusaha atau pejabat," kata perempuan yang kini masih kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Malang.
Ada juga pemain lokal tapi tidak sering booking. Kalau pemain asing, hampir setiap selesai pertandingan pasti booking

"Kalau pemain lokal, jarang. Ada juga (pemain lokal) tapi tidak sering booking. Kalau pemain asing, hampir setiap selesai pertandingan pasti booking," kata gadis berusia 22 tahun ini.

Untuk menghubunginya? DY mengaku biasanya melalui perantara. "Karena kalau tidak kenal, teman-teman tidak mau. Komitmennya begitu. Jika ada pemesan, kita punya sandi atau bahasa tersendiri," katanya. Namun dia tidak mau menyebutkan bahasa sandi yang dimaksud.

Soal tarif booking, DY menyebutkan tidak memberlakukan harga khusus. Baik pemain bola maupun umum sama, rata-rata Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta per sekali kencan. Uang hasil kencan itu dipakai untuk biaya hidup selama kuliah.

Apakah jika melayani "konsumen" pernah jatuh cinta? DY mengaku tidak pernah. "Tidak pernah jatuh cinta ke pemesan. Karena sudah ada pacar. Jika jatuh cinta akan berisiko," katanya santai.

"Ayam Kampus" Dibayar Rp 10 Juta Sebulan

Praktik bisnis "ayam kampus" tak hanya terjadi di kota pelajar Yogyakarta. Di Malang, Jawa Timur, yang memiliki sebutan kota pendidikan juga menjamur bisnis tersebut. Pelakunya adalah oknum mahasiswi yang kuliah di sejumlah perguruan tinggi, baik swasta maupun negeri, yang ada di Malang.

Dari pengakuan salah satu pelaku ayam kampus di Malang, ia nekat terjun ke dunia bisnis esek-esek karena keperawanannya sudah direnggut sejak masih duduk di bangku SMP. Dari penelusuran Kompas.com, mayoritas umur mahasiswa yang berprofesi ayam kampus berumur 19 hingga 22 tahun.

"Dari teman-teman saya yang masuk ke dunia itu (ayam kampus), mayoritas karena sudah tidak perawan sejak SMP. Ada yang sejak SMA. Saat pacaran, sang pacar mengajak berhubungan. Ancaman jika tak mau (berhubungan intim) akan diputus. Terpaksa harus mau karena saat itu masih cinta monyet," aku DY (20), salah seorang mahasiswi yang ditemui Kompas.com, di sebuah kafe di Kota Malang.

Sebutan ayam kampus itu sudah menjadi istilah umum bagi para mahasiswi yang menyambi menjadi pekerja seks komersial (PSK) terselubung.

Menurut DY, sebagian besar ayam kampus di Malang berlatar belakang dari keluarga yang bermasalah (broken home). Bukan hanya karena faktor impitan ekonomi. "Setahu saya, dari keluarga mampu semua. Ada yang memang faktor ekonomi, tapi tidak banyak, bahkan jarang. Itu yang saya kenal," aku DY yang mewanti-wanti namanya tidak ditulis.

Ditanya soal operasi dan cara transaksinya, DY menceritakan, untuk di Malang, trennya sudah mulai berubah. "Jika awal-awal, asal ada yang 'pesan', harga cocok, siap aja. Tapi tren sekarang para ayam kampus memilih aman. Yakni 'dipelihara' oleh para om-om atau pengusaha atau pejabat penting. Kalau pejabat jarang yang dari Malang sendiri, tapi dari luar Malang," akunya.

Para pejabat, lanjut DY, datang ke Malang biasanya di hari-hari libur akhir pekan. Tinggalnya di hotel atau di sebuah vila seperti di Kota Batu. "Jika pengusaha tergantung panggilan," katanya.

Menurutnya, ayam kampus yang "dipelihara" biasanya dibayar secara bulanan. "Umumnya, kalau sudah ada yang memelihara, per bulannya minimal Rp 5 juta dan maksimal Rp 10 juta. Kalau harga sekali 'main' umumnya ayam kampus di Malang dibanderol paling rendah Rp 500.000. Maksimal Rp 1 juta," ujar DY.

About Blogger

Jakarta Sex and Mystery Magazine "JakartaBatavia Magz" - Enjoy and Relax here.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar :

Unknown said...

Bisnis ayam kampus pasti cepet berkembang di daerah yang banyak mahasiswa.. Mahasiswa butuh duit buat shoping, nyalon dan lain2..
Sekalian aja jualan togel2000.com..