Hartono: Boss Germo Kelas Kakap

Polisi Bongkar "Septic Tank" Hartono

Surabaya, Tim Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Jawa Timur bekerja sama dengan Polresta Surabaya Selatan, membongkar septic tank (tangki kotoran manusia) yang terdapat di bekas rumah milik Hartono, tersangka mucikari kelas atas di negeri ini. Pembongkaran itu dilakukan karena rumah di Jalan WR Supratman 85 Surabaya tersebut selama ini tidak cuma menampung perempuan pekerja seksual tetapi diduga juga berfungsi sebagai tempat menjalankan praktik aborsi terhadap "anak asuhnya" yang hamil.

Pembongkaran septic tank di rumah itu dipimpin Kasatserse Polresta Surabaya Selatan, Inspektur Polisi I Edgar Diponegoro, Senin (21/8). Sebelumnya polisi menemukan peralatan aborsi di salah satu ruangan rumah yang dieksekusi Pengadilan Negeri Surabaya, 8 Agustus lalu.

Seperti diberitakan, pemilik "Planet Bali" yang ditutup Pemda Badung, Bali tahun 1997 lalu itu membakar rumahnya karena pengadilan tetap mengeksekusi rumah tersebut. Setelah membakar salah satu kamar, pria berambut panjang itu berupaya melarikan diri. Namun, usaha Hartono sia-sia karena lokasi rumah sudah dikawal polisi, sehingga ia langsung diciduk.

Hartono memang sempat dibebaskan dari tahanan karena tangan kirinya terluka saat eksekusi berlangsung. Tetapi, sejak Rabu lalu, tersangka terpaksa mendekam di Mapolresta Surabaya Selatan dalam kasus pembakaran terhadap barang yang bukan miliknya lagi.

Rumah tersebut salah satu aset yang diagunkan Hartono ke Bank Arta Graha Jakarta tahun 1996, untuk memperoleh pinjaman sebesar Rp 8,5 milyar. Tetapi karena kreditnya macet jumlah pinjamannya membengkak menjadi Rp 32 milyar.

JANGAN hanya melihat sisi negatifnya pada Hartono ''Ayam'' Setiawan yang dijuluki germo kelas kakap. Pengusaha yang dikenal ulet itu ternyata memiliki jiwa sosial tinggi dan pemberani. Terlepas dari jenis usahanya yang digeluti itu, patut dicatat dia juga ikut memberi andil dalam membuka lahan kerja bagi banyak orang.

Tentang jiwa sosial yang tinggi itu, salah satu anak buahnya menuturkan, bosnya sering membantu karyawannya yang sedang dirundung malang. Pernah suatu ketika istri karyawannya dirawat di rumah sakit. Seketika itu dia membesuk dan langsung memberi bantuan Rp 250.000.

Namun dia paling tidak senang terhadap karyawannya yang mencoba-coba tidak jujur dalam mengelola usahanya. Sifat sosial yang dimiliki Hartono ikut dirasakan kaum papa. Dia sering memberi uang kepada mereka jika lewat di jalan raya, yang jumlahnya cukup besar untuk ukuran mereka senilai Rp 10.000.

Bagi juru parkir di kawasan Simpanglima, barangkali sudah hafal betul dengan mobilnya. Jika bos Hotel Puri Garden itu datang, pasti dicarikan tempat meski sudah penuh, karena dia tidak pelit. Pernah seorang juru parkir dikasih selembar uang Rp 50.000.

Sikap murah senyum Hartono juga diakui banyak kalangan. Bahkan, kemarin ketika Suara Merdeka menemui di LP Kedungpane, dia pun menerima dengan ramah. ''Saya tidur sendirian di kamar tanpa lampu. Mungkin baru mati,'' katanya. Hartono juga sempat menyatakan risih atas sebutan ''ayam'' yang sering ditujukan kepadanya.

Pemberani

Dia tergolong pemberani dalam menghadapi persoalan. Termasuk dalam kasusnya dengan Andi Santoso yang membuat dirinya masuk ke LP Kedungpane, Hartono menyatakan siap menghadapi.

Bukan itu saja. Masih ingat ketika rumahnya di Jl WR Supratman Surabaya akan dieksekusi, karena berperkara dengan PT Bank Artha Graha? Waktu itu Agustus 2000, dia mati-matian mempertahankan rumah mewahnya.

Saat polisi yang bertugas mengawalnya lengah, dia berlari dan membawa botol yang sudah diisi bensin. Dalam sekejap, pria yang dikenal sebagai mucikari kelas wahid itu menyulut botol itu dan melemparkannya ke ruang tamu. Tak ayal, ruang berlantai karpet itu segera dilalap api.

Sekitar medio Maret 2001, dia membuat berita besar bahwa dirinya telah ditipu Kapolres Surabaya Selatan Ajun Kombes Wahyu Indra Pramugari dalam kasus eksekusi rumahnya di Jl WR Supratman Surabaya itu. Dia menggugat perdata senilai Rp 50 miliar, karena dalam pengakuannya Kapolres pernah menjamin tidak bakal dilakukan eksekusi, namun akhirnya tetap dieksekusi dalam kasus pinjaman dengan PT Bank Artha Graha.

Keruan saja media massa mengangkat berita Kapolres yang diduga menerima suap Hartono Rp 20 juta itu besar-besar, meski Kapolres membantahnya. Sepak terjang Hartono memang tergolong spektakuler. Usahanya di bisnis bordil kelas atas tersebar di beberapa kota besar, yakni Surabaya, Jakarta, Batam, Denpasar, dan Semarang.

Dia selama ini memang terlihat total dalam menerjuni dunia itu. Terbukti saat melayani pesanan pelanggan, wanita-wanita itu sampai diantar khusus dengan naik mobil mewah. Tak heran jika dia memiliki sejumlah mobil mewah dengan nomor unik-unik (baca Suara Merdeka kemarin).

Sebuah sumber yang tak mau disebutkan mengungkapkan, kedekatan Hartono dengan pejabat di Jakarta memang untuk melindungi dia dari berbagai ancaman hukuman. Hingga sekitar 1994 dia ingin mengubah image negatif sebagai raja prostitusi dengan membuka tempat hiburan Planet Bali di Denpasar.

Untuk memulai bisnis barunya itu, dia mengambil kredit dari PT Bank Artha Graha. Hartono tidak main-main dengan bisnis barunya itu. Dia menanam modal yang besar untuk merintis usaha di bidang entertainment itu.

Pembangunan Planet Bali itu semula dibiayai PT Bank Tamara, selama kurang lebih 20 tahun menjadi kreditor dari Hartono. Karena proyek Planet Bali tersebut membutuhkan modal cukup besar, sekitar 1996 PT Bank Tamara menyatakan tidak sanggup membiayai pembangunan proyek hiburan itu.

Secara tidak sengaja Hartono bertemu Tommy Winata yang menjabat Komisaris Utama PT Bank Arta Graha. Hartono kemudian menceritakan kesulitan tentang pendanaan Planet Bali yang rencananya akan dibuat konsep one stop entertainment. Fasilitas tempat itu terdiri atas restoran, kafe, hiburan musik, karaoke, hotel, motel, rekreasi keluarga, dunia fantasi mini, pusat kecantikan dan kebugaran serta tempat olahraga, seperti lapangan golf mini dan media internet dalam satu lokasi.

Tommy sangat tertarik atas konsep itu dan bermaksud membiayai kelanjutan pembangunan proyek itu. Namun tanpa disadari Hartono, dari sinilah awal kehancuran dari usahanya. Merasa Tommy akan membantunya, dia kemudian menyerahkan semua aset yang dimilikinya untuk dijaminkan kepada PT Bank Artha Graha.

Aset tersebut berupa tanah dan bangunan Planet Bali itu, tanah dan bangunan di Jl WR Supratman No 85 Surabaya, tanah dan bangunan di Batam, serta tanah dan bangunan di Jl Prapanca Raya Blok P III No 4 Jakarta. Hartono kemudian menandatangani akta pengakuan utang di hadapan notaris Imam Santoso SH di Jakarta, tanpa didahului adanya perjanjian pokok, yaitu perjanjian kredit (loan agreement) sebagaimana disyaratkan UU.

Akta itu sebenarnya hanya perjanjian accesoir (perjanjian pelengkap) dari perjanjian kredit yang tidak pernah ada. Dengan ditandatanganinya akta pengakuan utang itu, Hartono telah menjadi korban konspirasi jahat dan praktek perbankan yang tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking principle) untuk menjatuhkan dia.

Kemudian Hartono dan istrinya Ny Oei Lisa Mariana menggugat PT Bank Artha Graha, Tommy Winata, dan notaris Imam Santoso SH di PN Jakarta Pusat. Akhirnya upaya Hartono untuk melawan hukum dalam kasus Planet Bali membuahkan hasil. Majelis Hakim yang diketuai Ny Chasiany R Tandjung SH dengan hakim anggota Musa Simatupang SH dan Ali Akmal Haky SH dalam pokok perkara memenangkan gugatan yang diajukan Hartono dan istrinya.

About Blogger

Jakarta Sex and Mystery Magazine "JakartaBatavia Magz" - Enjoy and Relax here.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar :

Unknown said...

Sekolah kali ada kelasnya.. Mesti bos germonya suka koleksi foto bugil ya??