Bisnis Panti Pijat, Dinding Triplek Rp 5 Juta Sebulan

BEKASI ( Bekasi) – Keterpurukan ekonomi yang semakin hari kian parah membuat banyak orang untuk jeli menciptakan peluang. Membuka panti pijat yang di dalamnya sebagian besar diembel-embeli dengan `ese-esek' ternyata menjadi sebuah pilihan.

Tidak terlalu banyak modal yang dibutuhkan. Cukup dengan dinding triplek yang menyekat ruangan kecil untuk dijadikan kamar pijat, ember kecil dan handuk. Selebihnya tinggal merekrut pemijatnya.
Hasil yang diperoleh bisa mencapai Rp 5 juta sebulan. Ini hitung- hitungan kasar.

Tidak heran, maraknya bisnis panti pijat model ini, sekarang sudah merambah sejumlah perumahan di Bekasi. Khususnya di jalan raya atau jalan utama kompleks perumahan atau perkampungan ada saja orang yang membuka usaha panti pijat. Setidaknya, resiko kerugian dengan membuka panti pijat boleh dibilang hampir tidak ada.

Jika katakanlah sepahit-pahitnya bisnis ini gulung tikar, bangunannya masih bisa menjadi aset yang harga jualnya semakin tahun semakin tinggi.

Panti-panti pijat yang bertebaran di kawasan-kawasan perumahan di Bekasi, salah satunya paling marak di wilayah Mangunjaya, Tambun Selatan. Mereka seakan bersaing dengan panti-panti pijat yang dibuka
di ruko-ruko dan kawasan pertokoan.

Seorang pemijat di sebuah jalan utama kompleks perumahan di Bekasi Timur, sebut saja Aan, mengaku, menjadi pemijat masih lumayan hasilnya, meski persaingan terus meningkat.

Aan, meski panti pijat tumbuh menjamur, mengaku tidak khawatir akan ketinggalan pelanggan. Ada kiat bagaimana memberikan pelayanan pijat yang membuat orang `mengawang ke angkasa'.

PINTAR MENGGODA

Sebagai pemijat yang sudah tahunan malang melintang pada profesinya, Aan cukup pintar `menggoda' pasien dengan sentuhan pijatannya.
Selanjutnya, jika si pasien tergoda, Aan akan menawarkan sesuatu yang lebih jauh lagi.

Aan tahu betul, mana pasien yang `nakal' dan mana yang memang datang sekadar untuk dipijat. Pasien yang nakal, biasanya saat dipijat tangannya gerayangan ke tubuh si pemijat, mulai dari meremas tangan,
paha, sampai ke bagian sensitif. Cara ini juga menjadi bagian bagi si pasien untuk `mengetahui' apakah si pemijat bisa `diajak' atau tidak.

Cerita di atas bukanlah ilustrasi. Tetapi sebuah fenomena. Maka tak heran jika sebagian besar pemijat di panti pijat tradisional (Papitra) bisa `diajak'. Si pengusaha Papitra biasanya berpura-pura tidak tahu dengan kondisi seperti ini.

Ada dua alasan. Pertama, apa pun yang dilakukan si pemijat, yang penting panti pijatnya bisa ramai. Kedua, jika ada razia, si pengusaha bisa mengelak, kalau apa yang dilakukan pemijatnya di luar sepengetahuannya.

Boleh jadi karena resiko kerugian yang hampir tidak ada itu, tumbuh berkembangnya panti pijat di Bekasi cukup signifikan.

Mereka yang membuka usaha Papitra di Ruko, sebagian besar memang mengantongi izin. Staf di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bekasi, Rizal, menyebutkan, pengelola panti pijat cukup hanya mengantongi SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) , TDP (Tanda Daftar Perusahaan) dan HO (Undang-Undang Gangguan).

Bahwa bisnis panti pijat ini menggiurkan, hitung-hitungan sederhananya seperti ini. Jika sebuah panti pijat sedikitnya punya tiga kamar, setiap kamar yang dipakai untuk sekali pijat bayarannya Rp 20.000. Tarif sekali pijat yang berkisar Rp 30.000-an, Rp 20.000- nya diambil si pemijat, yang Rp 20.000 lagi untuk sewa kamar.

Kalau satu kamar sehari terpakai empat kali, berarti hasilnya Rp 80.000. Tiga kamar, mudah dihitung, Rp 240.000 sehari. Sebulan bisa mencapai lebih dari Rp 5 juta.

PEMASUKAN BESAR

Yang membuka di ruko, meski modalnya lebih besar, tetapi pemasukannya juga lebih besar, karena tarif di panti pijat yang ada di ruko lebih mahal, sekitar Rp 50.000 dengan perhitungan Rp 30.000 nya untuk uang sewa kamar.

Itu sebab banyak juga orang yang berani menyewa ruko untuk membuka panti pijat. Jika sebuah ruko disewakan Rp 12 juta pertahun, berarti biaya untuk sewa sebulannya Rp 1 juta. Dengan hasil sebulan sekitar Rp 8 juta, banyak orang yang berani membuka bisnis panti pijat ini.

Kecenderungan tumbuh menjamurnya panti-panti pijat di sejumlah kawasan perumahan di Bekasi, boleh jadi seiring dengan perkembangan penduduk di kota pinggiran Jakarta ini yang terus meningkat.

Di Kota Bekasi, sebut Rizal, setidaknya ada sekitar seratusan panti pijat. Sebuah pertumbuhan yang sebenarnya cukup mengkhawatirkan.

Problem timbul terhadap Papitra yang ada di kawasan perumahan dan permukiman, karena sebagian besar tidak punya izin dan tidak akan diberikan izin. Soal mengapa Papitra tanpa izin itu tidak ditindak, menurut Rizal, "Urusan penindakan atau razia merupakan wewenang Satuan Polisi Pamong Praja."

Pihak Disperindag, aku Rizal, tidak akan berani gegabah mengeluarkan izin Papitra yang lokasinya berada di lingkungan perumahan atau permukiman. "Resikonya terlalu besar," tandas Rizal.

Sebuah Papitra di Jalan Karang Satria, Kampung Cerewed, yang lokasinya berdampingan dengan kompleks perumahan dan perkampungan, pernah diobrak-abrik warga. Itu adalah salah satu resiko yang harus dihadapi. Tapi resiko itu tidaklah terlalu berat, karena kalaupun panti pijat itu diobrak-abrik, tak ada benda berharga yang bisa dirusak massa, selain handuk dan ember-ember kecil.

USIA TUA PELAYANAN LEBIH BERANI


SRI tak lagi muda. Usianya sudah kepala tiga. Tapi untuk urusan pijat memijat, aku Sri, tak mengenal istilah tua. Bahkan sebaliknya, semakin tua semakin kenyang pengalaman.

Arti katanya, pengalaman dalam memijat dan pengalaman dalam mengetahui sensitifitas kaum adam.

Menjadi pemijat di sebuah panti pijat di sebuah ruko di Bekasi, Sri selalu saja mendapatkan tamu yang sebagian besar merupakan pelanggannya. Barangkali karena `pengalamannya' itulah, Sri tahu betul bagaimana memanjakan tamunya.

Di usianya yang sudah tak lagi muda itu, Sri mengaku memang tak ada
lagi pekerjaan yang bisa dilakoninya. "Kerja di pabrik? Mimpi kali
ye?" gurau perempuan berbadan sintal ini. Bukan gengsi, tetapi mana
ada pabrik yang mau menerima pekerja yang usianya sudah tak lagi
muda. Selain itu, toh cukup banyak pabrik yang bangkrut.

ADA KEBAHAGIAAN

Barangkali karena merasa dirinya sudah tak lagi tua, Sri berupaya membuat pasiennya `betah' atau setidaknya ketagihan untuk bisa datang lagi. Dua buah tangan dan sepuluh jarinya adalah hal yang
sangat diandalkannya. Ketika sepuluh jarinya telah bermain di sekujur tubuh pasiennya, ada kebahagian dalam diri sang pemijat saat melihat lelaki yang dipijatnya menggelinjang- gelinjang dan menggeliat-geliat.

"Kalau ada yang ngajakin, yah saya ladenin," aku Sri. Tidak merasa takut usianya sudah tak lagi muda, karena aku Sri, laki-laki itu punya macam-macam tipe. Ada yang senang sama yang muda, tetapi tidak
sedikit yang justeru gandrung sama yang lebih tua.

Selain dapat uang pijat sebesar Rp 20.000 yang oleh si pasien dibayar bersamaan dengan uang sewa kamar, Sri masih juga mendapat uang tip dari tamunya antara Rp 20 ribu hingga Rp 30.000. Atau kalau
ada yang ngajak, Sri bisa dikasih sekitar Rp 50.000.

"Lumayan buat biaya sekolah anak," aku Sri yang tinggal di Jatinegara dan tiap hari pergi pulang Jatinegara-Bekasi demi profesinya sebagai pemijat.

About Blogger

Jakarta Sex and Mystery Magazine "JakartaBatavia Magz" - Enjoy and Relax here.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar :

Unknown said...

wah kreatif banget tuh orang. hasilnya setara dengan beli togel2000.com.