Kisah Jawara-jawara Ajang Pencarian Bakat yang Susah Mengorbit
JAKARTA
- Tak hanya grup Klantink dari ajang Indonesia Mencari Bakat (IMB) yang
kesulitan mengorbit ke jagat hiburan profesional, pemenang ajang SCTV
Boy & Girl Band Indonesia (BGBI) 2012, Sunni, juga merasakan hal
itu.
Grup yang berisi anak-anak sekolahan ini sulit untuk hijrah
ke Jakarta. Kembali ke sekolah menjadi pertimbangan utama membuat grup
vokal wanita asal Sidayu, Kabupaten Gresik ini.
Grup gadis-gadis
cantik ini pun nyaris mati suri. Sampai-sampai mereka kangen kembali
tampil di TV, seperti masa-masa kejayaan mereka saat itu.
Maklum
terhitung sejak memenangi ajang BGBI pada Februari 2012 lalu, hanya dua
kali saja Sunni tampil di layar televisi nasional.
"Setelah ajang
BGBI, kami sempat diajak rapat oleh pihak SCTV. Saat itu kami disuruh
untuk tinggal di Jakarta. Tapi karena sebagian dari kami harus ikut Unas
(Ujian Nasional), maka kami minta dispensasi. Pihak SCTV setuju, tapi
setelah Unas selesai, tidak ada kelanjutan respon dari mereka, " kata
Mimmatul Maratis Suroiya, alias Oya, salah satu personel Sunni.
Pilihan
Sunni bertahan di sekolah inilah yang membuat mereka kembali jatuh ke
bumi. Perjuangan mereka menjadi pemenang BGBI di SCTV seperti tanpa
hasil.
Tak hanya jarang tampil di televisi, undangan off air pun
juga tak banyak mereka dapatkan. Padahal, tawaran on air di bulan
Ramadan, seharusnya dapat dengan mudah menjadi milik girl band bernafas
religi seperti mereka ini.
`Ayong' Mukharom, yang selama ini
menjadi manajer Sunni, mengatakan, beberapa undangan sebenarnya datang
dari Jakarta, termasuk tawaran syuting di sinetron sebagai cameo.
"Pada
akhirnya batal karena pertimbangan akomodasi. Pihak pengundang jelas
hanya mau memberi kita fee tampil. Tapi untuk transportasi dan
akomodasi, mereka berat. Andai kita tinggal di Jakarta, itu tidak akan
terjadi," keluh Ayong, yang juga dikenal sebagai guru kesenian di SMA
Negeri 1 Sidayu, Gresik, sekolah para personel Sunni ini.
Masalah
kian pelik, lantaran Sunni terikat kontrak eksklusif oleh SCTV. Kontrak
ini merupakan selama setahun dari SCTV, yang didapatkan Sunni atas
keberhasilan mereka menjuarai BGBI.
Tapi kontrak ini ternyata
malah mereka menghadapi dilema. "Kalau ada tawaran dari pihak luar atau
televisi lain, kami khawatir muncul masalah hukum dengan SCTV. Tapi di
sisi lain, kami sangat jarang menerima permintaan tampil dari SCTV,"
ungkap Ayong.
Panggung Pencarian Bakat Usai, Hidup Para Jawara Tak Seindah Mimpi
Panggung
pencarian bakat di televisi laris manis. Jutaan pemirsa selalu antre di
depan layar. Sedang para pemilik bakat bersaing keras. Sebagian tampil
sekedar mempertontonkan talenta. Namun sebagian lagi berjuang untuk
mengubah nasib.
Stasiun Indosiar mengawali era hiburan pencarian
bakat tahun 2004 silam. Panggung bertitel Akademi Fantasi Indonesia
(AFI) tersebut langsung menjadi favorit pemirsa televisi. Baru setelah
itu berbagai panggung bermunculan.
Ada Kontes Dangdut Indonesia
(KDI) stasiun TPI, Audisi Pelawak TPI disingkat (API), Indonesia Idol
oleh RCTI, Indonesia Mencari Bakat (IMB) oleh Trans TV, hingga yang
terakhir X-Factor yang digelar stasiun RCTI.
Kini sudah puluhan
putra-putri muncul dan bersinar lewat panggung itu. Pada AFI edisi
pertama saja, setidaknya muncul empat penyani muda Jatim. Ada nama
Dicky, Nia, Adit, dan Sifera Dewi Nazarena atau biasa di panggil Vi.
Sejak mengikuti ajang AFI, di belakang nama mereka punya tambahan AFI.
Lalu
dari ajang Kontes Dangdut TPI (KDI), penyanyi Dangdut Jatim juga
bermunculan. Ada nama Yuli KDI dari Blitar, Rena KDI (Situbondo), dan
yang paling moncer adalah Vita KDI (Nganjuk). Vita yang bernama lengkap
Novita Anggraeni ini menjadi jawara KDI tahun 2008.
Selanjutnya
dari panggung Indonesia Mencari Bakat (IMB) muncul nama Brandon, si
bocah ajaib yang mahir breakdance. Juga grup musik pengamen terminal
Joyoboyo Surabaya, Klantink. Ada juga grup Sunni dari SMA 1 Sedayu
Gresik menjadi jawara acara Boy Girl Band Indonesia yang digelar SCTV.
Berkat
panggung televisi, nama mereka melesat. Terkenal dan jadi bintang.
Namun gelar bintang yang disandangnya ternyata tidak otomatis membuatnya
jadi bintang di panggung hiburan yang sebenarnya.
Klantink
menjadi contoh mereka yang belum mampu meraih sukses. Alih-alih langsung
jadi artis ibukota, grup musik pemenang Indonesia Mencari Bakat (IMB)
di Trans TV pada 2010 lalu ini, malah sempat vakum dan hilang dari
kenangan.
Popularitas tenggelam lantaaran jarang tampil di layar
kaca. "Malah tidak sedikit penggemar yang menyangka kami sudah bubar,"
tutur Muhammad Saifuddin, leader Grup Klantink.
Pria yang akrab dipanggil Cak Mat ini menuturkan, sebetulnya grupnya tidak vakum seratus persen.
Mereka
masih manggung, tapi di panggung off air. "Tapi lama-lama kami sadar
juga, tidak sering tampil di televisi nasional jelas bikin grup bakal
mati dengan sendirinya," ujar M Saifudin, alias Cak Mat, leader dari
Klanthink.
Saifudin mengatakan, setelah IMB, personel di internal
Klantink sempat pecah pendapat. Sebagian menginginkan tetap tinggal di
Jakarta, untuk terus mempertahankan kepopuleran yang mereka dapatkan di
IMB. Sebagian lagi, termasuk Cak Mat, ngotot kembali ke Surabaya.
Saifudin mengaku tak tega meninggalkan istrinya seorang diri membesarkan
kedua anaknya.
Pada akhirnya, Klantink memutuskan kembali ke
Surabaya. Keputusan inipun harus dibayar mahal. Mereka tidak tersentuh
televisi. "Stasiun televisi nasional itu kan semua ada di Jakarta. Jadi
tidak hanya sulit masalah koordinasi. Tapi yang mengundang kerap tidak
mau menanggung transport yang sangat besar dari Surabaya ke Jakarta,"
kata Saifudin.ar.
Sarwan Master Chef Hidup Sederhana di Rumah Kontrakan
Nasib Sarwan, Finalis pencarian bakat memasak, `Master Chef' ini hingga sekarang tak mengalami perubahan nasib yang luar biasa.
Nama Sarwan menjadi popular lewat ajang penggalian bakat versi RCTI. Namun hingga dua tahun setelah menjadi idola dalam dunia memasak, pria kelahiran Bojonegoro ini masih berkutat di rumah kontrakan.
Itupun bukan kontrakan mewah di tengah kota. Kontrakan kecil Sarwan berada di Desa Ketajen, Gedangan, Sidoarjo. Ia tinggal bersma istrinya, Umiyatin.
Yang membedakan Sarwan sekarang dan dulu adalah aktivitasnya.
Kini kegiatan Sarwan jarang sekali bisa ditemui di rumah. Pria yang tereliminasi di delapan besar MasterChef Indonesia tersebut punya agenda seambrek.
Semuanya urusan masak memasak. Kebanyakan memenuhi undangan dari hotel ke hotel.
Tapi hampir semuanya digelar off air alias tidak disorot televisi. Ini yang membedakan dengan masa keartisan Sarwan dipanggung Master Chef.
Usai pagelaran Master Chef, Sarwan pernah ditawari kontrak eklusif oleh manajemen yang ditunjuk produser acara Master Chef. Lama kontrak eklusif itu lima tahun.
Tapi office boy di PT Gio Given (dulu bernama PT Nasa Multimedia) tersebut menolaknya.
Ia khawatir kontrak dari manajemen artis yang bernaung di bawah RCTI tersebut justru membuatnya terkekang.
"Saya nggak mau terikat. Lebih baik seperti ini saja. Meski begitu sampai sekarang saya masih sering kok diundang RCTI untuk acara-acara off airnya," papar suami Umiyatin ini.
Meski kehidupannya belum berubah, Sarwan sudah punya kebanggaan.
Setidaknya resep ciptaannya sudah digunakan antara lain di Hotel Grand Mercure Surabaya, rumah makan di Rumah Sakit Darmo Surabaya, dan Kerajaan Kopi, Gresik.
"Alhamdulillah, saya dapat honor dari setiap porsi makanan yang terjual di tempat-tempat itu," kata Sarwan saat bertandang ke Kantor Harian Surya beberapa waktu lalu.
Tak hanya itu, bungsu dari tiga bersaudara ini juga sudah menerbitkan buku resep masakannya.
Buku berjudul Masak Sembarang -Sembarang Bisa, Sembarang Enak Bareng Sarwan itu berisi 35 resep khas Sarwan.
Buku yang dicetak sebanyak 1.000 eksemplar itu sudah ludes. "Setiap ada undangan demo masak saya tenteng buku itu dan jual ke undangan," ucapnya.
Status Juara, Nama Girlband Sunni Justru Tenggelam
Grup girlband Sunni bisa dibilang kurang beruntung. Berstatus juara, punya karakter unik dan layak jual. Tapi tetap sepi order di panggung televisi.
Masih ingat Sunni? Mereka menghebohkan ajang Boys and Girl Band Indonesia (BGBI) di layar kaca SCTV. Gadis-gadis dari Sidayu, kecamatan di pinggiran Kabupaten Gresik ini sempat menyita perhatian publik.
Inilah girlband pertama di Indonesia yang semua personelnya mengenakan jilbab.. Lewat layar SCTV membuktikan mengubah citra rasa jilbab. Pakaian yang selama identik dengan musisi hadrah mereka sulap menjadi busana panggung yang lebih wah.
Kesan modis berhasil mereka munculkan dalam balutan busana muslim. Kesan glamour juga tidak ketinggalan. Inilah kesan khas girlband ala Korea yang tengah digandrungi banyak remaja tanggung.
Dengan keunikan itu, Sunni pun melenggang sebagai juara BGBI. Banyak yang mengira, Sunni tak akan kesulitan meraih sukses.
Tapi, kenyataan ternyata tak seindah cerita sukses mereka di panggung BGBI. Alih-alih menandingi CheryBelle dan 7 Icon, dua girlband tersukses di tanah air. Setelah gelaran BGBI usai, Sunni jutru hilang bak ditelan bumi.
Jalan sunyi ini bermula dari keputusan para personil Sunni memilih pulang kampung. Mereka tidak mau berlama-lama di Ibu Kota, yang merupakan pusat mata kamera.
Mereka memilih back to school dari tancap gas di panggung hiburan. Maklum semua personil masih menyandang status pelajar. Tepatnya pelajar SMA-1 Sidayu, Gresik.
Jarak kampung mereka dengan Jakarta terlalu jauh. Jangankan dengan Jakarta, dengan Surabaya saja, butuh waktu sekitar dua jam.
Perjalanan dari Surabaya, melewati Kota Gresik, terus ke utara hingga sejauh kurang lebih 35 kilometer.
Tinggal di kampung membuat mereka jauh dari mata kamera. Walhasil, hanya tampil dua kali di layar televisi nasional dalam rentang setahun. Jelas tak cukup menjaga popularitas mereka.
"Setelah BGBI selesai, kami hanya tampil dua kali di SCTV. Itupun karena acaranya syuting di Surabaya. Tidak pernah ada undangan tampil di Jakarta," sebut Mimmatul Maratis Suroiya, alias Oya, salah satu personel Sunni, yang ditemui di kediamannya di Desa Randuboto, Sidayu.
Bintang Komedi Ini Pilih Jualan Mi Pangsit
Sepi order plus honor yang tidak terlalu besar membuat finalis Audisi Pelawak TPI (API) Renald Christoper berpikir ulang. Meski diakuinya memang pernah mendapatkan job besar, namun biaya hidup di Jakarta juga tinggi.
Renald merasa sulit untuk bertahan di Jakarta. Situasi itu membuatnya kembali merindukan Surabaya, kampung halamannya. Juga rindu pada kedai mi yang lama di tinggalkan. Padahal kedai ini dirintisnya, jauh sebelum ia menjadi bintang API.
Renald kemudian memutuskan pulang. Satu alasan lagi membuatnya mantap, keinginan merawat orang tuanya.
Dengan pulang ke Suarabaya, ia akan bisa menjaga orang tua. Itu jauh lebih penting ketimbang mengais karir di Jakarta yang semakin surut.
"Buat apa bayaran besar tapi pengeluaran juga tinggi. Mending di Surabaya saya jaga orang tua," tuturnya.
Januari lalu, Renald kembali menjalani kehidupan lamanya di Surabaya. Tekadnya sudah bulat. Fokus membesarkan kedai pangsit yang dulu dirintisnya.
Renald memiliki empat warung makan mi pangsit. Namanya Mi Pangsit Gajah Mada.
Bagi Renald, bisnis kuliner ini lebih menjanjikan untuk menjadi penyangga ekonomi keluarga.
Mantan menteri acara komedi ini mengaku lebih sreg dipanggil sebagai juragan mi pangsit ketimbang bintang komedi.
Usaha kuliner itu dirintisnya 1996 silam. Dia buka warung pertamanya di kawasan Kutisari Surabaya. Usaha ini terus berkembang sampai sampai sekarang.
Kini Renald memiliki 26 karyawan. "Meskipun saya di luar kota, usaha ini tetap jalan. Para karyawan saya sudah seperti keluarga. Kita semua saling percaya," katanya.
Tapi Renald tidak lantas melupakan dunia komedi. Tapi sekarang acara itu cuma dijadikan hobi.
"Dari awal saya memang menganggap sambilan saja. Dulu saya lahir dari dunia MC lucu. Kemudian merambah komedian. Tapi, jual mi pangsit jauh lebih serius ketimbang lawakan," pungkasnya.
Untuk melanjutkan hobinya, Renald menggandeng Joni seorang dosen yang juga alumnus API. Mereka membentuk grup Rejo, singkatan nama Renald dan Joni.
"Alhamdulillah, meskipun seperti pengangguran begini, jadwal job kami di akhir minggu padat sampai akhir tahun," katanya bangga.
Kalaupun tidak ada job, Renald tetap bisa santai. Situasi hati yang tidak ditemukan di Jakarta.
Di Surabaya, Renald tidak pernah gusar dengan job. Jika sepi Renald akan menikmati waktunya di kedai mi.
Begitu juga dengan rekannya, Joni. Bila sepi job, Joni mengisi waktunya dengan mengajar di kampus.
Masih Hidup Ngirit, Anak Istri Tinggal di Pemukiman Kumuh
Saifudin, salah satu personel grup musik Klantink, tetap hidup irit, setelah kelompok musik yang dia gawangi berjaya di panggung Indonesia Mencari Bakat (IMB) di Trans TV.
Tabungan yang dimiliki ia sediakan untuk biaya pendidikan kedua anaknya. Sebagian lagi digunakan membantu orang tuanya. "Saya belum terlalu memikirkan beli ini beli itu. Saat ini, punya tabungan untuk sekolah dua anak saja, saya sudah sangat bersyukur. Saya juga lega bisa membelikan orangtua sebidang tanah di kampung halaman Tanggulangin, Sidoarjo," katanya.
Saifuddin tidak sendirian membeli tanah itu. Ia ajak dua adiknya, yang juga personel Klantink, Lukin dan Doweh untuk urunan.
Sementara Budiarto, alias Budi Klantink, menyerahkan sebagian besar uang itu untuk membayar utang ayahnya. Lalu Devi Indriawan, alias Wawan, membeli sebuah rumah di Sukodono untuk anak istrinya.
Kehidupan lama nan sederhana, memang masih terlihat pada diri masing-masing personel Klantink meski mereka telah menjadi bintang ajang pencarian bakat. Istri dan dua anak Saifudin, masih tinggal di rumah petak sempit di kawasan DKA Tegal, pemukiman kumuh di sisi utara Terminal Joyoboyo, Surabaya.
Kemana-mana, Saifudin juga masih mengantar istri dan anak-anaknya dengan sepeda motor. Klantink sejatinya mendapat hadiah sebuah mobil Suzuki Splash hadiah dari IMB, tapi mobil seharga Rp 140 Juta itu sudah dijual dan hasilnya dibagi rata.
Personel lain, seperti Budi Klantink, mengaku malah masih sering tidur di emperan terminal. "Kalau libur, pulang ke Surabaya, kegiatan saya ya cangkrukan di sini. Kalau kemaleman males pulang ya masih tidur di sini," kata pria tambun yang punya nama asli Budiarto ini terkekeh.
Kalaupun ada perubahan yang mencolok, adalah, blackberry yang sering terlihat di mereka mainkan di tangan. Naik pesawat kini juga bukan lagi jadi sebuah barang mewah buat mereka.
Selain itu, tak ada lagi, selain mereka kerap berbagi rokok dan makan gratis dengan sesama rekan pengamen. "Dulu Budi itu hampir tiap pagi utang makan, kopi sama rokok disini. Sekarang enggak pernah utang, malah sering bayari teman-temannya," kata Minah, penjaja kopi di terminal bis kota Joyoboyo.
Hati Hati Resiko Mengais Hidup Lewat Ajang Pencarian Bakat
cara
,
investigasi
,
keluarga
,
lomba
,
modus operandi
,
reportase
,
tips
Edit
1 komentar :
Mau tanya, kalo ikutan ajang pencarian Bakat. tapi masih sekolah. sekolahnya gimana?
Post a Comment