Jeritan Istri Pejabat: Berawal dari Golf, Dicerai Tanpa Alasan Kemudian
Jakarta - Semua berawal dari golf. Dari golf pula suami Matahari (bukan nama sebenarnya, red) mulai berubah gaya hidupnya, keluarga tak lagi menjadi prioritas. Perempuan lain mulai berseliweran dalam kehidupan rumah tangganya, hingga menceraikan Matahari tanpa alasan yang jelas.
"Saya tahu sekali, pejabat seperti Rudi Rubiandini itu tak cuma satu, tapi banyak sekali. Ini semua berawal dari golf lho," ujar Matahari.
Dalam suratnya, Matahari membagikan pengalamannya bagaimana jerat-jerat itu dimulai dari lapangan golf.
"Suami saya seorang pejabat tinggi, rumah tangga kami sedang di ujung tanduk. Sikap bapaknya anak-anak berubah semenjak dia memegang jabatan tinggi, memiliki kekuasaan, materi dan fasilitas. Salah satunya dari golf. Di golf itulah 'setan' berdatangan, yang awalnya hanya laki-laki semua, nanti berikutnya datang perempuan-perempuan, dilanjut makan-makan, main di luar negeri, taruhan, dsb," tulis Matahari.
Dirinya yang mengasuh beberapa buah hati dari suaminya, sesekali pernah menemani. "Ya paling kalau diajak hanya driving-driving aja. Atau sesekali diajak kalau ada acara kenegaraan," imbuhnya.
Lama-kelamaan, suaminya beralasan main golf hingga ke luar negeri itu hanya untuk 'ketemu teman'. Matahari makin lama mendapati 'teman' itu adalah perempuan yang akhirnya menjadi orang ketiga dari suaminya.
"Semua ini terus berlanjut, sampai suatu waktu saya digugat cerai tanpa sebab, saya dan anak-anak yang masih kecil-kecil ditelantarkan, tidak dinafkahi, dan sebagainya," tuturnya.
Menurutnya, selalu ada 'perempuan', baik di lapangan golf maupun di jamuan makan. Dan 'perempuan' itu, menurutnya, berasal dari instansi atau perusahaan di mana suaminya menghadiri acara.
"Semuanya fasilitas lho itu. Istilahnya mau main di mana, di dalam atau luar negeri, tinggal pilih saja," tuturnya.
Pihaknya sempat melaporkan kelakukan suaminya ini ke atasan sang suami langsung agar ditegur. Namun hasilnya nihil. Atasan dan rekan suaminya, menurutnya saling melindungi karena memiliki kepentingan sendiri.
"Begitu saya kecewa terhadap sikap para pejabat di Indonesia, yang ternyata semua 'saling' melindungi satu sama lain. Sedangkan bagaimana nasib penerus bangsa ini, anak-anak yang saya perjuangkan nasibnya, sama sekali tidak menjadi perhatian mereka. Semua bagi mereka hanya demi nama baik, kekuasaan, jabatan, materi, sanjungan perempuan-perempuan, jamuan, fasilitas," tuturnya kecewa.
"Saya tahu banyak pejabat seperti Pak Rudi itu. Istri-istri pejabat yang glamour itu, semua kehidupannya palsu. Di balik itu semua, negara ini akhirnya hanya menunggu detik-detik kehancuran. Krisis akhlak tidak menjadi perhatian," sesalnya.
Matahari bersyukur, kehidupannya kini menjadi lebih damai. Hikmah di balik itu semua, dirinya merasa dijauhkan Allah SWT dari kehidupan gemerlap dunia yang dinilainya palsu itu.
"Kini saya lebih tenang. Saya larinya lebih ke agama ya," tutur perempuan yang kini berusaha menghidupi dan merawat anak-anaknya dari keterampilan yang dipelajarinya sejak masih gadis di bidang seni ini.
"Semoga kisah saya ini bisa menjadi perhatian untuk para petinggi dan bahan renungan, bagaimana bahayanya golf yang bukan hanya sekedar olahraga, tapi golf adalah "pintu" masuk menuju kemaksiatan," tutupnya.
Pejabat Pemerintah Main Golf Bisa Timbulkan Peluang Suap
Jakarta - Golf bagi segelintir pejabat pemerintah sudah menjadi gaya hidup. Tak bonafid kalau tak main golf. Bahkan bisa sampai ditertawakan. Karenanya tak sedikit, banyak diantara mereka yang bersusah payah memenuhi berbagai peralatan golf yang mahal.
"Saya kira kode etik pimpinan KPK perlu dicontoh yang melarang pimpinan KPK bermain golf," kata mantan anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa saat berbincang.
Pria yang akrab disapa Ota ini tak melarang olahraga golf. Silakan saja siapapun main. Tapi khusus pejabat atau penyelenggara negara, baiknya memikirkan masak-masak.
"Pertama, peralatan golf dan keanggotaan mahal dan membuat pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak terjangkau secara ekonomis. Dan eksklusifitas ini membuka peluang gratifikasi dan suap secara terselubung," terang Ota yang pernah menjadi Plt pimpinan KPK ini.
Golf juga dikenal masyarakat sebagai olahraga kelas atas. Seorang penyelenggara negara yang gajinya dibayari rakyat sepertinya tak etis bila enak-enakan mengayun stik golf di lapangan.
"Kedua, karena eklusifitas arena golf yang hanya dinikmati high end class, maka pada umumnya ajang ini digunakan lobi-lobi antara pengusaha, makelar proyek, dan pejabat pengambil keputusan," tutupnya.
Golf ini kembali menjadi perbincangan. Adalah Rudi Rubiandini yang menjadi tahanan KPK yang buka suara. Mantan Kepala SKK Migas ini mengaku kasusnya dimulai karena golf.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment