Mitos dan Catatan Sejarah Seputar 'Orang Pendek' di Sumatera
Jakarta - Makhluk-makhluk yang bentuk tubuhnya serupa manusia dikabarkan berkeliaran di balik pepohonan hutan Indonesia. Orang-orang zaman dahulu mengaku telah menyaksikan famili manusia yang berjalan tegak di atas kedua kakinya, tapi bukan seperti manusia pada umumnya. Lantas siapa, atau lebih tepat lagi golongan apa mereka itu?
Kehebohan video yang memuat gambaran sesosok kecil yang berlari kencang di Aceh seakan membuka catatan masa lalu. Manusia kecil itu diduga kuat adalah anggota Suku Mante, golongan manusia yang misterius namun eksis di Aceh. Kesaksian menyebutkan Suku Mante memang sama saja dengan manusia pada umumnya, hanya ukurannya lebih kecil.
Namun ada pula famili hominid yang penampilannya agak berbeda. Kesaksian-kesaksian tentang mereka seringkali bercampur dengan cerita mitos. Kabarnya mereka ini benar-benar ada. Mereka berwujud seperti manusia, berjalan dengan dua kaki, namun berbulu sehingga juga agak menyerupai kera. Mereka ini manusia atau bukan?
Antropolog dari Universitas Alberta, Kanada, Gregory Forth menuliskan rangkuman kesaksian-kesaksian terkait keberadaan hominid di Indonesia dalam buku 'Images of The Wildman in Southeast Asia: Anthropological Prespective'.
Sosok 'orang pendek' atau 'uhang pandak' dari Bengkulu dan Sumatera Selatan menjadi bahasan sejak zaman kolonial Belanda dulu. Orang pendek disebut dengan bahasa lokal yang berbeda satu sama lain di sepanjang Sumatera. Dituliskannya, penuturan orang pendek dari penduduk Sumatera umumnya dibumbui dengan hal-hal berbau fantasi, misalnya punya kaki terbalik. Namun penuturan dari orang Barat biasanya dihubung-hubungkan dengan pandangan populer soal evolusi, bahwa orang pendek adalah 'missing link' dari proses evolusi, yakni perubahan dari kera ke manusia moderen.
Seorang Inggris yang bekerja untuk VOC, William Marsden, menuliskan kesaksiannya. Pada 1770 di distrik Labun, Bengkulu, dia menyaksikan makhluk bernama 'gugu'. Makhluk ini adalah penghuni hutan yang sangat langka. Gugu punya karakter menjauhi interaksi dengan masyarakat umum.
Mitos masyarakat lokal Labun Bengkulu juga memuat cerita gugu. Dikisahkan, seorang gugu pria kawin dengan perempuan lokal (manusia pada umumnya). Keturunan pertama mereka memang punya rambut lebih banyak dibanding manusia umum. Namun lama-kelamaan, anak turun mereka menjadi sulit dibedakan. Namun Marsden skeptis terhadap cerita itu.
"Barangkali ini punya dasar kebenaran, namun mengandung hal yang dilebih-lebihkan," kata Marsden sebagaimana dikutip Forth.
Dua orang bernama Schlegel dan Muller juga punya kesaksian pada 1839. Suatu hari di Indrapura (pantai sebelah barat Gunung Kerinci) mereka melihat 'orang liar yang pendek'. Makhluk itu dikatakan tak punya kemampuan berbicara.
Ada pula, De Santy menceritakan pengalamannya saat berada di Bajuasin (Banyuasin) Sumatera Selatan pada 1925. Dia memperoleh keterangan dari masyarakat setempat tentang adanya makhluk dengan sebutan 'sedapak'. Tubuh sedapak ini dipenuhi bulu.
Suatu hari, nelayan menemukan mayat perempuan sedapak. Umurnya diperkirakan 10 hingga 12 tahun. Lengan bawahnya lebih panjang ketimbang lengan atasnya. Jari tengah lebih panjang. Tumitnya lebih lancip.
Secara umum, kesaksian-kesaksian itu memang berasal dari masa lalu. Namun bukan berarti makhluk-makhluk itu sudah pasti hanya cerita bohong belaka.
"Ini tak bisa dikonstruksikan semata-mata sebagai hal yang imajiner atau makhluk mitologis secara keseluruhan," kata Forth.
Dari catatan masa silam itu, Forth menyimpulkan tinggi spesies orang-orang pendek ini pada umumnya setara dengan anak usia 12 atau 13 tahun. Maksimal tingginya sekitar 1,5 meter.
Banyak kesaksian tubuh orang pendek dipenuhi bulu. Warna kulit mereka adalah cokelat-merah jambu. Postur tubuh mereka tegap, berjalan di atas dua kaki. Makhluk ini lebih mirip manusia ketimbang kera. Mereka bisa berlari luar biasa kencang.
Mereka punya alis tebal, hidung pesek, tak punya lekuk di atas bibir. Gigi taringnya relatif panjang. Meski begitu, kesaksian menyebut wajah mereka mirip manusia.
Suara mereka mirip kera. Namun ketika menangis atau berteriak, suara mereka mirip manusia. Mereka hidup di hutan hingga di gua. Mereka tercatat sebagai makhluk pemalu, namun kadang sering melempari batu ke arah pekerja Melayu setempat.
Cukup sudah keterangan panjang soal makhluk ini. Jadi, mereka ini monyet atau orang?
"Sebagian orang Sumatera menganggap orang pendek sebagai manusia atau manusia pendek. Sebagian lagi menganggap mereka ini mirip kera, atau di antara kera dan manusia, semacam kera yang berjalan dengan dua kaki. Orang Rejang dari Bengkulu mendeskripsikan orang pendek sebagai keturunan monyet atau kera. Ada cerita, seorang wanita muda ditempatkan di kandang monyet, dan dikutuk karena berbuat salah," kata Forth.
Cerita dari Walter M Gibson (1856) lebih unik lagi. Petualang Inggris-Amerika ini ada di Palembang pada pertengahan Abad 19. Bangsawan Melayu dia sebutkan telah memerintahkan 'orang Kubu' yang berambut untuk bekerja. Makhluk ini merespons perintah tuannya dengan suara 'yuh'. Makhluk ini hanya bisa berbicara satu suku kata.
Warna makhluk ini adalah cokelat tua, tingginya sama dengan pria yang punya tinggi sedang, tumbuh bulu yang terlihat lembut di sekujur tubuh, badannya tegap dan mampu mengangkat barang berat. Hidungnya tebal, mulutnya maju, bibirnya lebih tipis ketimbang orang Melayu pada umumnya, namun seperti tidak punya dagu yang besar. Dia menyebutnya sebagai 'budak Kubu'.
Pada Mei, 1927, pekerja Belanda di Kerinci bernama AHW Cramer melaporkan telah melihat makhluk seperti manusia dari jarak 10 meter. Sosok itu bergerak sangat cepat, meninggalkan jejak kecil di tanah. Rekannya yang berada lebih dekat malah bisa melihat lebih jelas, sosok itu seperti pria kecil, telanjang, dan tanpa senjata, dengan rambut gondrong dan kulit hampir hitam.
Buku 'Mysterious Creatures: A Guide to Cryptozoology' karangan George M Eberhart barangkali juga bisa menambah keterangan. Pada 1917, manajer perkebunan bernama Oostingh berlari melewati orang pendek di hutan dekat Bukit Kabar, Sumatera, pada Desember 1917. Makhluk itu lantas berdiam sejenak, berjalan pelan, dan naik ke pohon.
Pada 1923, orang Belanda bernama Van Herwaarden melihat orang pendek di pepohonan di Utara Palembang. Dia mengarahkan senapannya ke makhluk itu. Namun karena sosok yang dia lihat terlihat mirip manusia, Van Herwaarden tak jadi menembak. Dia khawatir dituduh membunuh orang.
Lompat ke zaman moderen, pada September 1994, Deborah Martyr melihat orang pendek berjalan dengan dua kaki dari jarak 200 yard. Kemudian makhluk itu masuk ke hutan.
Jadi apakah pembaca sudah mengambil kesimpulan, mereka ini kera, manusia, atau bukan dua-duanya? Ataukah mereka ini satu ras yang sudah punah? Memang bila dinilai secara estetika, bulu yang tumbuh lebat di sekujur tubuh bisa membuat orang pada umumnya menolak bahwa mereka ini termasuk manusia. Entah makhluk-makhluk demikian masih ada atau tidak.
Penampakan Makhluk Kecil dan Misteri Orang Pendek di Bumi Sumatera
Jakarta - Penampakan makhluk kecil nan lincah di belantara Aceh yang mengangetkan komunitas motocross sedang ramai dibicarakan. Siapakah sosok mungil gesit tersebut?
Sosok itu muncul pekan lalu di belantara Aceh. Sosok mungil ini dijumpai komunitas motocross yang sedang melintas.
Bentuknya mungil, namun bergerak lincah. Dia tampak membawa sebilah kayu sambil berlari. Saking cepatnya, seorang crosser yang mencoba mengikuti makhluk tersebut pun gagal mengejar. Mahkluk yang tak mengenakan baju itu lari ke semak-semak.
Belum diketahui secara pasti siapa atau lebih tepatnya apa, sebenarnya makhluk tersebut. Kepala Penerangan Kodam Iskandar Muda Kolonel Rusdi masih akan mengecek informasi terlebih dahulu dari lapangan.
"Nanti saya konfirmasi ke Kodim dulu ya," kata Rusdi.
Sebetulnya, kemunculan sosok kecil, tanpa busana yang mampu bergerak lincah ini bukan pertama kali terjadi di bumi Sumatera. Dalam beberapa dekade terakhir sejumlah orang yang tengah berada di hutan melaporkan melihat sosok yang ciri-cirinya mirip dengan yang muncul di Aceh.
Penampakan signifikan sebelum kejadian di Aceh ini ada di Taman Nasional Kerinci Seblat. Dilaporkan sosok kecil dengan ciri-ciri mirip di Aceh terlihat oleh warga setempat yang tengah berada di hutan.
Jauh hari ke belakang, laporan mengenai penampakan sosok mungil ini bahkan sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Sosok ini biasa dinamai Orang Pendek, merujuk pada ukuran badannya. Ada pula peneliti yang menyebut sosok ini dengan sebutan Leco.
Debbie Martyr, seorang peneliti yang meneliti Orang Pendek selama 15 tahun menjelaskan ciri-ciri Orang Pendek ini memiliki tinggi tak lebih dari 90 Cm. Tubuhnya umumnya berwana-warna abu-abu dengan selimut bulu. Ada pula yang berwana kecokelatan.
"Sejumlah penduduk desa yang pernah melihat mengatakan Orang Pendek begitu kuat, mampu mematahkan rotan," kata Martyr dalam tulisan berjudul 'The Other Orang' yang dipublikasikan BBC Wildlife pada 1993 silam.
Martyr menggolongkan Orang Pendek ini sebagai hewan. Sedangkan sejumlah warga lokal, kata Martyr, meyakini Orang Pendek ini merupakan suku terbelakang. Ada pula yang menyebut Orang Pendek sebagai 'setengah manusia'.
Martyr mengatakan, jika Orang Pendek ini terancam, maka dia akan menunjukkan ekspresi untuk melindungi diri. "Dia akan menunjukkan taringnya ketika berada dalam kondisi bahaya," kata Martyr.
Martyr meyakini Orang Pendek tersebar di belantara Bumi Sumatera. Akan tetapi sejauh ini informasi mengenai Orang Pendek baru sebatas kesaksian. Belum ada yang berhasil mengungkap detail spesies ini maupun mengabadikan momen kemunculannya.
Namun belum juga dapat dipastikan apakah sosok penampakan di belantara Aceh tersebut merupakan Orang Pendek. Ada juga kabar yang menyebutkan sosok itu merupakan Suku Mante, suku dalam yang ada di belantara Aceh.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment