Mengapa Turis Barat Gemar "Selfie" Telanjang?
Sekelompok turis membuka baju, bertelanjang, lalu mengambil foto mereka sendiri di Gunung Kinabalu, Malaysia. Foto aksi bugil itu kemudian diunggah ke media sosial. Empat turis ditahan, serta dijatuhi hukuman kurungan, didenda, dan dideportasi dari Malaysia.
Gunung Kinabalu dipercaya penduduk setempat sebagai wilayah suci yang menjadi tempat tinggal roh-roh leluhur. Beberapa orang Malaysia demikian marahnya sehingga mengaitkan aksi telanjang para turis dengan gempa yang membawa korban jiwa sebanyak 18 orang pada pekan lalu.
Namun, jangan salah, banyak lokasi wisata, termasuk yang punya makna keagamaan, digunakan untuk berfoto telanjang oleh para wisatawan, terutama mereka yang baru lulus sekolah, tetapi belum mau bekerja.
Hal ini misalnya terjadi di Machu Picchu, Pegunungan Andes, Peru. Situs wisata yang masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO ini menjadi salah satu tempat favorit para turis untuk berbugil. Beberapa orang telah ditahan karena aksi ini.
Hal serupa juga terjadi di Candi Angkor Wat, Kamboja. Dua perempuan kakak beradik ditahan dan didenda karena berfoto telanjang di dalam candi suci itu. Tiga warga negara Perancis bahkan dideportasi karena soal serupa.
Banyak yang lolos dari penangkapan polisi lantas memajang foto mereka di Facebook. Ada satu laman yang memajang laki-laki telanjang di depan patung Kristus Sang Penebus di Rio de Janeiro dan meniru pose patung itu.
Ada juga foto laki-laki telanjang di depan Ayers Rock di Uluru, Australia; lalu di depan Menara Eiffel, Paris; di Tembok China; bahkan di Salar de Uyuni, padang garam terluas di dunia yang terletak di Bolivia.
"Tindakan telanjang seperti itu adalah bentuk aksi persahabatan, serta keluar dari zona nyaman. Lokasinya juga menambah pentingnya momen tersebut," kata salah seorang laki-laki yang telanjang di Grand Canyon.
"Lagi pula, tak ada siapa-siapa di sana ketika itu. Jadi, saya rasa tak akan ada yang tersinggung. Kami sudah bepergian keliling Asia bersama, dan saya rasa tak ada di antara kami yang tidak menghargai budaya setempat. Pose di Grand Canyon itu kan di Amerika, daerah yang lebih liberal," tambah dia.
Tren meningkat
Jika orang-orang ber-selfie telanjang itu akhirnya dihukum, maka itu adalah kesalahan mereka sendiri, seperti dikatakan Simon Calder, editor senior seksi wisata harian Independent yang pernah mendaki Gunung Kinabalu.
"Ketika Anda berada di negara lain, ingat bahwa mereka punya hukum sendiri, dan kita harus patuh. Anda bisa saja tidak setuju dengan kepercayaan yang Anda anggap kuno, tetapi itu tak relevan," ujar Calder.
"Puncak Gunung Kinabalu itu bukan sekadar tempat kosong. Banyak orang Malaysia mendakinya untuk melewati masa akil balig mereka. Ada ratusan orang di sana ketika mereka selfie," tambah Calder.
Cader sendiri berpendapat bahwa selfie telanjang di tempat-tempat eksotis memang "sedang kian populer" saat ini. Apakah hal tersebut menjadi semacam ritual sendiri bagi orang-orang Barat yang baru lulus sekolah dan belum mau bekerja?
"Tampaknya ada tantangan bagi orang-orang untuk bepergian ke tempat-tempat yang makin ekstrem," kata Sandi Mann, pengajar psikologi senior di Universitas Central Lancashire.
"Berdiri telanjang di depan dinding kamar dampaknya tidak sama dengan telanjang di samping monumen terkenal," tambah Mann.
Menurut Mann, orang-orang yang merasa perlu dikagumi dengan memajang selfie telanjang mereka di media sosial itu "menyedihkan".
"Itu berarti orang-orang Barat sedang memaksakan diri mereka kepada bangsa-bangsa lain dan mencoba memperlihatkan kepada banyak orang di Facebook, Twitter, dan lain-lain bahwa mereka baru saja mengalami 'pengalaman liar', ketimbang merasakan hidup dalam budaya lain, yang sebenarnya menjadi alasan utama mengapa mereka bepergian," papar Mann.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment