Seberapa Membahayakan Mendambakan Pria Khayalan Bagi Wanita?
Jakarta - Novel bisa menjadi bacaan menarik bagi para penikmat cerita fiksi. Namun Anda harus waspada jika terlalu larut mendalami ceritanya atau bahkan menyukai karakter di dalam novel sama seperti Anda menyukai orang lain di kehidupan nyata.
Ya, hal ini ada dan memang sering terjadi. Kondisi seperti itu disebut dengan fictophilia, yaitu suatu istilah yang menggambarkan perasaan suka, jatuh cinta, atau bahkan daya tarik berlebihan dengan suatu karakter di dalam novel. Jika ditilik dari sisi psikologis, apakah kondisi ini berbahaya?
Dua psikolog Vera Itabiliana dan Zoya Amirin sepakat mengatakan fictophilia bisa membahayakan bagi para wanita. Karena pikiran mereka dipenuhi dengan imajinasi berdasarkan apa yang dibacanya.
"Bahayanya kalau dia hanya hidup di dunianya sendiri dan tidak memperhatikan dirinya maupun lingkungan sekitarnya. Jadi tidak mau bergaul dan percaya suatu hari dia akan bertemu dengan orang yang mirip dengan karakter di dalam novel," ujar Zoya saat dihubungi Wolipop.
Psikolog yang tergabung ke dalam asosiasi seksologi indonesia (ASI) ini mengingatkan, bagaimanapun juga pria-pria yang ditemuinya di dalam novel adalah tokoh khayalan yang tak akan bisa dijumpai sampai kapanpun. Jika seorang wanita terus-menerus berlaku seperti ini, dikhawatirkan ia tidak akan bisa menjalankan perannya sebagai seorang wanita.
"Wanita di usia 20 sampai 30-an kan punya 'tugas' menikah dan berkeluarga. Setelah itu punya anak. Bagaimana mau menjalankan tugas itu kalau dia sukanya sama tokoh khayalan dan tidak mau membuka diri dengan pria lain?," lanjut Zoya lagi.
Sedangkan Vera mengatakan, fictophilia bisa menjadi berbahaya bagi wanita saat hal tersebut sudah mempengaruhi kesehariannya. Psikolog yang sehari-hari praktik di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia ini merasa sudah tak wajar apabila seorang wanita terus-terusan terpincut dengan tokoh imajiner di dalam novel hingga memaksakan kehendaknya.
"Misalnya dia mau cari pacar yang potongan rambutnya persis seperti karakter di dalam novel. Atau dia sudah punya pacar, tapi kemudian pacarnya disuruh berubah menyerupai tokoh tersebut, nah itu kan yang tidak wajar dan bisa membahayakan diri sendiri," terangnya saat ditemui Wolipop di Hotel Gran Melia belum lama ini.
Apabila kehendaknya tidak tercapai dan gagal, yang dikhawatirkan adalah ia bisa stres atau bahkan depresi karena terlalu menyelami dunia imajinasinya. Vera melanjutkan, hal tersebut bisa dibilang sebagai suatu obsesi apabila ia terus-terusan memikirkan karakter khayalan tersebut.
"Kalau pikirannya fokus ke novel itu saja tanpa memikirkan hal yang lain, itu sudah obsesi dan bahaya. Bisa terlepas dari realita sama sekali dan jadi hidup di awang-awang," tutupnya.
Waspada, Ini Tanda Anda Terjangkit Fictophilia
Jakarta - Membaca novel bagi sebagian orang merupakan hobi yang bisa dilakukan pada waktu luang. Tetapi tidak bagi fictophilia, mereka seolah memiliki suatu keharusan untuk membaca novel terus-menerus agar bisa bertemu dan membayangkan karakter pujaan yang ada di dalam novel tersebut.
Fictophilia adalah suatu kondisi di mana seseorang merasa jatuh cinta, keinginan untuk memiliki, bahkan timbul daya tarik seksual kepada suatu tokoh imajiner yang ada di dalam novel. Penderita fictophilia ini memiliki anggapan bahwa tokoh tersebut merupakan sosok pasangan idealnya sehingga tidak masalah untuk jatuh cinta.
Zoya Amirin selaku psikolog seksual menuturkan, pengidap fictophilia yang umumnya kebanyakan wanita, biasanya berperilaku seperti orang-orang normal. Namun jika diteliti lebih lanjut, ada beberapa hal yang membuatnya tampak berbeda dan bisa menjadi suatu tanda jika ia memang mengidap fictophilia. Seperti apa tandanya?
1. Membanding-bandingkan
Jika ia sering membandingkan pasangan atau orang 'nyata' dengan tokoh fiktif di dalam novel, Zoya mengatakan ini adalah salah satu tanda seseorang mengalami gangguan kepribadian tersebut.
"Dia harus tahu seberapa sering dia membanding-bandingkan orang yang ada di sekitarnya dengan tokoh fiktif. Kalau ternyata sering banget bahkan hampir selalu, itu sudah mulai terganggu kepribadiannya," tutur ketua komunitas studi perilaku seksual itu saat dihubungi Wolipop.
2. Berusaha Mengubah Pasangan
Tak hanya para wanita jomblo, wanita yang sudah memiliki pasangan pun juga bisa terkena fictophilia. Ia tak segan-segan menyuruh kekasihnya berubah menjadi pria idamannya yang ada di dalam novel. Hal ini sebenarnya sudah tidak wajar.
"Jadi dia nggak bisa nerima pacarnya apa adanya dan memaksakan kehendaknya," kata psikolog yang mengambil studi seksologi di Universitas Udayana Bali ini.
3. Dilakukan Berulang-ulang
Zoya mengatakan, jika wanita terus membanding-bandingkan dan berusaha mengubah pasangan sesuai dengan karakter fiktif di dalam novel tersebut, tanpa sadar ia sudah melakukan hal yang kurang tepat.
"Mungkin dia pikirnya sekali dua kali nggak apa-apa, tapi lama-lama jari sering. Mereka anggapnya tidak apa-apa, padahal itu sudah mulai terjadi gangguan pada kepribadiannya. Mau bagaimanapun, membandingkan orang nyata dengan tokoh fiktif khayalan itu nggak fair," tutupnya.
4 Penyebab Pria dan Wanita Bisa Cinta Berlebihan Pada Sosok Khayalan
Jakarta - Sejak 2010 silam, istilah fictophilia mulai ramai menjadi bahan perbincangan di kalangan pecinta novel. Istilah ini memiliki arti seseorang yang menaruh rasa suka, cinta, keinginan untuk memiliki, bahkan timbul daya tarik seksual kepada salah satu karakter yang ada di dalam novel.
Mereka yang menderita fictophilia memiliki sebuah obsesi tentang khayalan dari novel yang dibacanya. Hal ini bisa terjadi karena tokoh imajiner yang dideskripsikan oleh penulis ternyata menyerupai sosok idaman yang selama ini dipikirkannya. Lantas, apa penyebab seseorang mengidap fictophilia?
1. Ekspektasi Tidak Realistis
Zoya menjelaskan, penyebab utama seseorang mengalami fictophilia adalah ekspektasi yang terlampau jauh dari kenyataan. Misalnya, saat tengah menjalin hubungan, ia sudah membayangkan berbagai hal lebih jauh.
"Contohnya, ada wanita yang pacaran, tapi belum apa-apa dia sudah mikir jauh. Ya dilamar lah, menikah lah. Tapi ketika mimpi-mimpi itu gagal, dia jadi menciptakan pikiran sendiri tentang pria idamannya yang didapatnya dari hasil membaca novel," tuturnya saat diwawancara Wolipop via telepon.
Harapan yang tidak realistis inilah yang akan menimbulkan permasalah pada urusan asmaranya. Sehingga, ketika ada pria 'nyata' yang mendekatinya, para wanita yang mengalami fictophilia tidak bisa mengatasi kekurangan dari pria tersebut karena ia ingin persis seperti apa yang dibayangkan.
2. Tingkat Kesadaran Rendah
Penyebab lainnya adalah rendahnya tingkat kesadaran terhadap realitas. Ia tidak mampu membedakan apa yang diinginkannya dan apa yang menjadi kebutuhannya.
"Memang nggak ada yang realistis kalau bicara soal cinta. Tapi cinta itu ketika kita bertemu dengan orang yang nyata. Banyak wanita yang sekarang tidak sadar tentang itu. Membanding-bandingkan pacar dengan mantan aja nggak bagus, apalagi membandingkan dengan orang yang nggak nyata, itu hal yang tidak mungkin," lanjutnya lagi.
3. Tidak Mampu Mengelola Emosi
Ketidakmampuan wanita untuk mengelola emosi secara cerdas sering mengakibatkan mereka terjerumus ke dalam gangguan kepribadian. Mengelola emosi dengan cerdas seharusnya para wanita mampu untuk mengekspresikan perasaannya di dalam situasi yang tepat.
"Kalau lagi saatnya tertawa, ya tertawa. Kalau lagi sedih, mau nangis ya silakan karena momennya tepat. Kita harus bisa mengungkapkan emosi dan mengatur enerji feminin kita. Kita tahu apa yang kita mau, tapi kita nggak perlu menuntut atau mengancam, itu yang tepat," kata CEO Sinergi Daya Insani itu.
4. Takut Menjalin Hubungan
Patah hati terus-menerus, tidak bisa belajar dari permasalahan selama menjalin hubungan, dan trauma di masa lalu juga menjadi penyebab seseorang lebih memilih untuk jatuh cinta kepada tokoh imajiner di dalam novel. Mungkin saja ada hal yang membuatnya takut untuk menjalin hubungan kembali dengan seseorang di dunia 'nyata'.
Wanita lulusan S-2 psikologi klinis Universitas Indonesia ini menyarakan, sebaiknya tidak perlu seperti itu. "Kalau kita bilang semua pria itu berengsek, itu berarti ada yang salah dengan diri kita. Jangan-jangan kita tidak tahu batasan diri kita karena kita tidak mampu, jadi merasa terintimidasi," sarannya sebelum menutup perbincangan.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment