Jaranan Buto Banyuwangi yang Semakin Mendunia
Foto: Jaranan Buto
Kuala Lumpur - Banyuwangi punya kesenian Jaranan Buto. Kesenian ini kian dikenal di mata dunia, seperti baru-baru ini tmapil di negeri tetangga, Malaysia.
Mungkin traveler sering mendengar atau melihat atraksi Jaran Kepang, tapi selain itu dari Jawa juga ada Jaranan Buto.
Jaranan Buto disebut-sebut sebagai salah satu kesenian tertua di Banyuwangi. Kesenian tersebut kini tak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di luar negeri seperti Malaysia.
Warga Banyuwangi yang merantau di Malaysia pun banyak yang terus berusaha melestarikan Jaranan Buto. Seperti dengan membentuk grup kesenian Jaranan Buto Sekar wangi, yang sudah sering menampilkan kesenian Banyuwangi ini di pameran pariwisata hingga pernikahan di Negeri Jiran.
"Banyak acara, selain main di pentas, diundang di kawinan, pesta rakyat," ujar Ahmad Aziz, Ketua grup kesenian Jaranan Buto Sekar Wangi kepada detikTravel di Pavilion Kuala Lumpur, Malaysia.
Jaranan Buto menampilkan atraksi bernuansa kombinasi Jawa serta Bali. Hasilnya pun unik dan menarik buat disaksikan.
"Melihat lokasi banyuwangi yang strategis antara perbatasan Pulau Jawa dan Pulau Bali, maka Jaranan Buto ini tumbuh dengan mengadopsi kesenian Jawa dan Bali," jelas Irzal Maryanto, pelaku seni yang tergabung dalam Jaranan Buto Sekar Wangi.
Untuk perlatan yang digunakan, tampilannya sekilas mirip Jaran Kepang. Namun bahan yang digunakan untuk membuatnya berbeda, misalnya saja replika kuda yang digunakan selama atraksi.
"Kalau Kuda Lumping atau Kuda Kepang kan memakai anyaman bambu replika kudanya. Nah kalau Jaranan Buto replika kudanya dibuat dari kulit kerbau yang dibentuk seperti buto raksasa," katanya.
Riasan wajah para performer terdiri dari kombinasi tiga warna, yaitu merah, hitam dan putih. Masing-masing warna punya makna tersendiri.
"Semua itu memberikan makna. Kalau hitam misalnya, melambangkan keteguhan, bagaimana tentara pejuang harus mempunyai jiwa yang teguh," tutur Irzal.
Sedangkan merah menjadi simbol dari semangat pantang menyerah, semangat keberanian. Untuk putih maknanya kesucian.
"Walaupun mukanya seram tapi ada putih di situ simbol kebersihan atau kesucian, kejernihan hati," katanya.
Atraksi Jaranan Buto biasanya berlangsung 30-40 menit dengan 6-8 orang penampil, tapi memang bisa bervariasi tergantung acaranya. Selama atraksi berlangsung ada cerita tersendiri yang dibawakan.
"Banyak, macemnya kisah-kisahnya. Jadi kalau di Banyuwangi mengambil perwatakan Minak Jinggo, Raja Blambangan yang sangat tersohor," ucap Irzal.
"Perwatakan yang keras, berani. Tetapi di balik semua itu ada filosofinya. Walaupun seram seperti buto, seperti raksasa, di balik keseraman itu mempunyai jiwa yang lembut," imbuhnya.
Saat grup Sekar Wangi menampilkan Jaranan Buto pada Indonesia Street Bukit Bintang Fiesta yang digelar Kemenpar bekerjasama dengan KBRI Kuala Lumpur kemarin, mereka juga menggambarkan kegigihan para tentara berkuda.
"Nyeritain tentang kegigihan semangat para tentara berkuda. Dari semua gerakan-gerakan ini mencerminkan gerakan semangat juang para tentara berkuda," tutur Irzal.
Kesenin unik ini pun terus dilestarikan agar tak hilang ditelan zaman. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berupaya melestarikannya dengan mengemasnya sebagai festival tahunan. Traveler yang penasaran ingin menyaksikan seperti apa Festival Jaranan Buto pun tinggal datang saja ke Banyuwangi.
"Kesenian rakyat yang hampir punah tapi oleh pemerintah dilirik dengan mengadakan Festival Jaranan Buto. Termasuk agenda event tahunan Banyuwangi. Ada sekitar 50-80 grup Jaranan Buto ditampilkan selama 3 hari," ujar pria yang menabuh gendang kala Sekar Wangi tampil di Indonesia Street Bukit Bintang Fiesta ini.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment