Pengakuan Justin, Sang Gigolo Tampan Afganistan di Batam
Justin (kaos putih) bersama para imigran lainnya yang kini jadi gigolo di Batam
JawaPos.com - Sebulan lalu Justin berangkat ke Jakarta bersama Bonny Syahrio untuk mendaftar sebagai model di sebuah agency. Itu setelah Justin tergiur ajakan Bonny yang dikenalnya di Hotel Kolekta, Nagoya Batam.
"Saya ketemu Bonny sekitar delapan bulan lalu. Dia tawari saya kerjaan sebagai model di Jakarta. Saya pun mau," ujar remaja 17 tahun itu seperti yang dilansir Batam Pos (Jawa Pos Group).
Justin mengklaim dirinya layak menjadi seorang model. Alapagi dengan penampilan fisik yang sangat proporsional. Berkulit putih bersih, hidung mancung dan berbadan atletis, adalah keunggulan fisik yang dimilikinya.
Ditambah lagi, untuk menguatkan keinginannya menjadi seorang model, ia pun tekun belajar bahasa Indonesia. "Saya sudah 1,5 tahun di Indonesia. Sekarang sudah lancar berbahasa Indonesia," tuturnya.
Namun langkahnya untuk menjadi model tersebut tersendat karena dana. "Butuh dana Rp 10 juta untuk lengkapi surat izin dan segala macamnya, makanya saya balik ke Batam lagi," sambung Justin.
Ia mengaku, Bonny menawari pekerjaan jadi gigolo untuk mendapatkan dana tambahan. "Yang penting bisa jadi model, jadi saya mau turuti kata Bonny," ucapnya.
Melalui Bonny, Justin bersama sembilan rekannya yang merupakan imigran atau pencari suaka asal Afghanistan dan Pakistan itu, diperkenalkan ke beberapa wanita di Batam yang membutuhkan pelepas nafsu.
Kesepuluh imigran itu aktif mengikuti fitnes di salah satu gym di Nagoya. Hingga informasi adanya imigran berolahraga bersama wanita Indonesia di Batam, membuat pihak imigrasi Batam menelusuri kegiatan mereka.
Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi kelas I Khusus Batam, Muhammad Novyandri mengatakan, kesepuluh imigran tersebut telah terbukti melakukan pekerjaan yang melanggar hukum.
"Kami melakukan penyamaran melalui petugas imigrasi berinisial J, yang mencoba memesan salah satu imigran gigolo tersebut," ujar Novyandri.
Dari pesan singkat melalui WhatsApp antara Bonny dan J, lanjut Novyandri, mereka meminta tarif 800 dolar Singapura. "Kami bersedia agar pergerakan jaringan dapat dihentikan," ucapnya.
Sabtu (3/9) lalu, pihak Imigrasi Batam bergerak melakukan penangkapan. "Justin ditangkap di Hotel Amir Harbour Bay. Sementara yang lainnya ditangkap di berbagai tempat yang berbeda," sebut Novyandri.
Sesuai pemeriksaan yang sudah dilakukan, Novyandri menyatakan pihaknya akan mendeportasi kesepuluh pencari suaka tersebut. "Masih dalam proses pemeriksaan lebih dalam," pungkasnya.
Gigolo Afghanistan Bertarif Rp 20 Juta
JAKARTA – Petugas imigrasi menangkap sepuluh warga negara asing (WNA) asal Afghanistan dan Pakistan di Batam, Kepulauan Riau. Sebab, mereka ternyata punya pekerjaan sambilan sebagai gigolo.
Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny F. Sompie menyatakan, penangkapan sepuluh WNA itu bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai sebuah tempat pusat kebugaran. Tempat itu diduga menjadi ajang WNA menjajakan diri sebagai gigolo.
’’Kasus terungkap berkat informasi dari masyarakat tentang adanya anak muda warga negara asing yang sering berolahraga di suatu pusat kebugaran bersama dengan seorang perempuan Indonesia,’’ kata Ronny pada Kamis (8/9).
Mantan juru bicara Polri tersebut menambahkan, dari hasil pengembangan informasi, WNA yang sering berolahraga bersama perempuan di pusat kebugaran itu diketahui bernama Milad alias Justin. ’’Dia diduga gigolo yang dijual mucikari bernama Boni (WNI) kepada beberapa perempuan dan laki-laki Indonesia,’’ ungkapnya.
Berdasar pengembangan penyelidikan, WNA di Batam yang berprofesi sebagai gigolo ternyata bukan hanya Milad. Sebab, ada sembilan WNA lain asal Pakistan dan Afghanistan yang berprofesi pemuas syahwat. Hal itu diketahui dari postingan mereka di media sosial.
WNA lain yang punya pekerjaan sambilan sebagai gigolo di Batam adalah MYA , MBH, JMN, MIS, MZA,MA, AH dan FH asal Afghanistan. Sementara itu, seorang WNA gigolo asal Pakistan berinisial MA. Dari penyelidikan pihak imigrasi, para WNA tersebut merupakan pengungsi dan pencari suaka. Namun, mereka akhirnya menjadi gigolo melalui perantaraan mucikari ber nama Boni Syahrio.
Menurut Ronny, pelanggan gigolo asal Afghanistan dan Pakistan itu adalah perempuan dan pria warga negara Indonesia. Tarif atas jasa esek-esek mereka bisa mencapai Rp20 juta.
Kabaghumas Ditjen Imigrasi Heru Santoso menambahkan, saat ini sepuluh WNA yang berprofesi gigolo tersebut diamankan di ruang-ruang detensi di Kantor Imigrasi Batam. Sementara itu, si mucikari telah diproses Polres Barelang dan dikenai wajib lapor. Dia disangka melanggar UU Perlindungan Anak.
Secara terpisah, 10 imigran yang diamankan pihak imigrasi itu ternyata sudah tinggal di Hotel Kolekta, Baloi, selama 1–1,5 tahun. ’’Mereka sudah lama berada di sini (hotel),’’ ujar Hendri, petugas hotel, Kamis.
Ahmed, salah seorang imigran asal Afghanistan, mengaku jarang bergaul dengan imigran bermasalah tersebut. Menurut dia, rekan senegaranya yang diamankan tersebut kerap keluar hotel sore. Mereka menuju tempat fitness di kawasan Nagoya. ’’Tempat fi tness-nya seperti di Platinum,’’ ujarnya.
Para imigran atau pengungsi pencari suaka yang ditampung di Hotel Kolekta memang bebas berkeliaran. Mereka tidak diawasi petugas imigrasi serta petugas Organisasi Internasional untuk Migrasi
Rahasia Terlarang Gigolo Afghanistan di Indonesia
cara
,
investigasi
,
modus operandi
,
polisi
,
reportase
,
seks
,
sex
,
telisik
,
telusur
,
tips
Edit
0 komentar :
Post a Comment