Alasan Janda atau Duda Lebih Tangguh Menghadapi Penyakit Kronis
Banyak hal dikatakan mengenai manfaat pernikahan bagi kesehatan baik fisik maupun emosional. Namun kini para ilmuwan menemukan manfaat yang mengejutkan dari menjanda atau menduda: Hal ini memungkinkan Anda menjadi lebih mampu menghadapi penyakit kronis dibandingkan orang lain. “Terus terang, apa yang kami temukan sangat mengejutkan,” ujar kepala peneliti James Wade, profesor bidang kejiwaan di Virginia Commonwealth University, kepada Yahoo Shine.
Untuk penelitian yang diterbitkan pada September di jurnal Pain Research and Treatment itu, Wade dan koleganya meneliti 1.914 pasien dengan penyakit kronis. “Orang-orang ini adalah mereka yang mengidap penyakit yang mengancam nyawa mereka,” jelas Wade. “Dan penyakit tersebut amat menyebalkan. Anda merasa cemas, depresi; Anda bahkan tidak mampu membuang sampah.”Apa yang para peneliti cari, ujar Wade, adalah hubungan positif antara menikah dan kemampuan menghadapi penyakit kronis dan semua hal yang muncul bersamaan dengan hal itu. Namun yang mereka temukan adalah kebalikannya. “Hubungan yang amat jelas adalah, jika Anda seorang janda atau duda, Anda jauh lebih mampu menghadapi rasa sakit dari penyakit kronis yang Anda alami,” jelas Wade.
Pada awalnya para peneliti berteori penderita penyakit kronis dari kalangan lansia merupakan orang yang paling kuat menghadapi rasa sakit karena mereka yang kemungkinan paling mendapatkan keuntungan dari “bijaksana karena usia.” Namun, penelitian tersebut dilakukan berdasarkan suku, seberapa parahnya penyakit dan usia, dengan usia rata-rata 41 tahun. Para peneliti juga mempertimbangkan kemungkinan duda atau janda mendapatkan lebih banyak dukungan moril dari dari orang-orang yang ada di sekitarnya dibandingkan orang lain -- namun penjelasan tersebut juga tidak sepenuhnya benar. Akhirnya, para ilmuwan berpikir, kemungkinan mereka yang sudah kehilangan pasangannya memandang penyakit yang mereka derita dengan perspektif yang berbeda dan tidak tidak terlalu ambil pusing dibandingkan orang lain yang tidak menduda atau menjanda, namun teori tersebut juga terbukti salah.
“Satu-satunya hal yang berbeda dari orang yang menjanda dan menduda, bahkan dibandingkan mereka yang baru saja bercerai atau berpisah, adalah bahwa Anda kehilangan pasangan di luar kendali Anda,” ujar Wade. Para peneliti kemudian mengambil kesimpulan, tambahnya, bahwa “Karena Anda terpaksa dihadapkan dengan salah satu momen kehilangan terbesar dalam hidup Anda, setelah melaluinya Anda menjadi lebih kuat. Batin manusia sangat tangguh.”
Francine Russo, dalam majalah Time, menulis bagaimana ia menjadi tertarik dengan penelitian baru tersebut dari perspektif pribadinya. Setelah tidak terduga menjanda dalam usia 46 tahun, dengan dua orang putri, ia harus belajar caranya menghadapi segala hal di dalam rumah tangganya seorang diri. “Namun yang terpenting, saya harus mengatasi rasa sakit yang saya alami,” tulisnya. “Tidak seperti hal lainnya yang membuat saya terpukul dalam hidup ini - putus hubungan asmara, kegagalan di tempat kerja - saya tidak bisa mengatasi rasa sakit ini dengan dihibur oleh para sahabat. Hal ini seperti api yang harus saya lewati untuk pindah ke tempat lain. Dan akhirnya saya berhasil melewatinya meskipun menyisakan sejumlah luka. Sejak saat itu, saya menjadi lebih kuat untuk menghadapi luka hidup.”
Meskipun sejumlah psikolog dan pakar rasa sakit mengatakan kepada Russo bahwa mereka berpikir penelitian Wade membutuhkan penelitian lebih lanjut, beberapa pihak lainnya mengatakan penelitian tersebut sangat menjanjikan. Contohnya, Simon Rego, profesor psikologi di Albert Einstein College of Medicine, mengatakan penelitian Wade terdengar masuk akal karena menjanda atau menduda dan konsekuensinya secara emosional tidak dapat dihindari, mereka yang kehilangan pasangan kemungkinan mengasah kemampuan menerima keadaan sebagai cara untuk bertahan hidup. Konsultan duka cita Robert Zucker, penulis buku “The Journey Through Grief and Loss: Helping Yourself and Your Child When Grief Is Shared”, mengatakan kepada Yahoo Shine bahwa ia menganggap penelitian tersebut menarik. Namun ia mempertanyakan sudah berapa lama orang-orang yang diteliti tersebut menjanda atau menduda.
“Saya akan terkejut jika orang-orang yang baru saja kehilangan pasangannya menghadapi rasa sakit dengan lebih baik, karena Anda cenderung sangat terpukul pada masa awal perpisahan,” ujar Zucker. “Namun saya dapat memahami anggapan bahwa rasa duka mengubah seseorang dengan cara tertentu. Ada istilah yang disebut ‘perkembangan pasca trauma’, yang mengatakan mengalami momen kehilangan dan kembali bangkit memperkuat batin kita dan memberikan kita pengalaman yang kita butuhkan untuk menangani kesulitan dengan lebih baik.”
Terakhir, Wade menyimpulkan temuan dari penelitiannya tersebut menggembirakan. “Saya perlu beritahukan kepada publik [mengenai apa yang kami temukan] karena orang-orang hidup lebih panjang dan kemungkinan hidup lebih lama dari pasangan mereka, dan mereka dihadapkan dengan kecemasan mengenai bagaimana caranya menghadapi rasa sakit,” jelasnya. “Hal ini memberikan kita kabar bagus. Rata-rata, mereka yang mengalami kehilangan menjadi lebih kuat.”
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment