Lokasi Rawan Banci |
Tak dipungkiri, umumnya pengamen waria memang mengamen dengan asal-asalan. Bukannya menjual suara yang merdu, mereka justru lebih menonjolkan penampilannya yang dibuat semirip mungkin dengan wanita yang modis. Namun tidak bisa dipungkiri pula, terkesan dipaksakan.
Dari mulai lagu yang disenandungkan hingga alat musiknya juga sangat terkesan dipaksakan. Hasilnya, bukannya menggugah simpati orang karena telah mendapat hiburan, malah membuat yang mendengar tidak nyaman. Ironisnya lagi, jika tidak diberi uang, ujung-ujungnya yang ada malah pemaksaan.
“Banci mana ada (yang serius ngamen), alat musiknya pun enggak ada, asal krenceng-krenceng," kata Eki, 26 tahun, seorang warga Jakarta menceritakan pengalamannya kepada detikcom. “Gua risih sama banci,” ucap pemuda yang bekerja di stasiun televisi swasta ini.
Rasa risih dan takut Eki ini bermula dari pengalamannya beberapa waktu lalu. Ketika itu ia sedang memesan makanan di sebuah kedai pecel lele sambil asyik duduk di motornya sambil menunggu.
Tiba-tiba dari dalam kedai keluarlah pengamen waria yang baru selesai beraksi. “Tiba-tiba mereka colek gua, ‘ih abang ganteng banget’, busyet,” kata Eki bergidik sambil memperagakan colekan waria di dagunya. “Ya biar bagus tetap saja itu banci,” lanjutnya ketus.
Meski merasa risih jika ada waria yang mendekat, Eki mengaku sebenarnya prihatin. “Kalau dilihat dari kacamata manusia, kebanyakan mereka itu enggak pengen jadi gitu, merekak korban kerasnya kehidupan."
Mirip dengan Eki, P. Simanjuntak, 67, sopir taksi di Jakarta ini pun mengatakan waria yang mengamen di lampu merah sering membuatnya merasa terganggu.
“Kalau banci yang di lampu merah, ya enggak ada orang yang ganggu atau nyolek mereka, malah mereka yang ganggu. Apalagi waktu dia minta duit, enggak dikasih duit dia marah,” ujar dia.
Simanjuntak menceritakan taksinya kerap disambangi pengamen. Sasarannya adalah penumpang yang dia bawa sambil mengetok kaca pintu mobil. Sayangnya, akibat nyanyian yang lebih sering sumbang daripada enak di telinga, ia jarang melihat penumpang taksinya mau mengulurkan recehan.
“Dia nyanyi memang, tapi asal nyanyi doang, enggak ada yang benar. Tapi banyak tukang ngamen yang begitu, laki-laki juga, hanya asal-asalan, terus kalau gak dikasih duit dia marah. Kalau dikasih Rp 500 dibuang, harus ribuan, kan repot. Ya penumpang enggak pernah kasih,” tuturnya.
Dinas Sosial DKI Jakarta mengakui keberadaan pengamen jalanan banyak yang mengganggu. Pasalnya, ketika meminta uang kepada masyarakat, sikap mereka sering mengintimidasi atau memaksa.
“Memang disadari makin banyak masyarakat yang diresahkan dengan pengamen waria dan juga pengamen lain yang berpenampilan punk,” kata Ucu Rahayu, Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Dinsos DKI. Razia, kata Ucu, dilakukan secara serentak di lima wilayah Jakarta, dan rutin.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja DKI Kukuh Hadi Santoso menepis anggapan kalau pihaknya pasif menertibkan pengamen jalanan yang meresahkan masyarakat seperti anak punk dan pengamen waria. "Kata siapa? Sering ah. Di Jakarta Barat, Timur, dan lain razia kok. Koordinasi lah sama Dinas Sosial," ujar Kukuh
0 komentar :
Post a Comment