Ini Dia Obat-obatan yang Sering Dipalsukan
Jakarta, Karena banyak permintaan dan harganya yang mahal, tak sedikit oknum yang memalsukan obat-obatan. Tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga dunia. Lalu apa saja obat-obatan yang paling sering dipalsukan di Indonesia?
"Obat yang sering dipalsukan itu obat yang dicari orang secara diam-diam, misalnya obat kuat atau penurun berat badan. Makanya kita sedang galakkan gerakan nasional makanan dan obat ilegal supaya masyarakat tidak membeli obat secara diam-diam," jelas Dra. A Retno Tyas Utami, Apt, M.Epid, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Menurut Retno, membedakan obat palsu tidak segampang membedakan uang palsu. Konsumen perlu curiga bila ada bekas hapusan pada izin edar justru ditempel. Juga perlu diperhatikan tanggal kadaluarsa yang dicetak seperti tulisan lain, karena tanggal kadaluarsa seharusnya dicetak emboss atau di-print.
Senada dengan Retno, Widyaretna Buenastuti, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) juga mengatakan bahwa obat-obat yang sering dipalsu adalah yang berhubungan lifestyle dan sangat laku di pasaran. "Sebut saja obat penurun berat badan, pemutih wajah. Biasanya yang banyak dicari masyarakat itu obat penurun berat badan. Maka dari itu masyarakat harus melindungi dirinya dengan membeli obat di apotek yang resmi dan terdaftar. Sebab kalau terjadi apa-apa kita bisa komplain ke apotek itu, kan jelas tempatnya di mana," tutur Widya.
Widya berpesan jangan membeli obat di kios-kios pinggir jalan atau di gerobak. Harganya bisa saja sama atau lebih murah, tapi obat-obat seperti itu lebih rawan untuk dipalsukan.
Agar tidak salah beli ada beberapa hal yang bisa dilakukan masyarakat, yaitu:
1. Periksa kemasan obat dengan teliti, apakah masih tersegel dengan baik atau tidak.
2. Periksalah label obat, nama obat, nama produsen dan tanggal kadaluarsa.
3. Sampaikan pada dokter jika tidak ada kemajuan setelah minum obat.
4. Tebuslah obat resep di apotek agar terjamin keasliannya, dan jangan di toko-toko obat sembarangan.
Obat Palsu Beredar di Mana Saja?
Jakarta, Bagi pasien penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes, minum obat seumur hidup menjadi keharusan untuk 'menyambung' nyawa. Sayangnya, ada saja oknum tak bertanggung jawab yang memalsukan obat-obat penting tersebut. Bukannya mengobati, obat palsu justru dapat memberikan bahaya lain. Lantas di mana saja obat palsu sering beredar?
Suatu obat dikatakan palsu bila tidak memiliki izin edar atau nomor izin edar tidak sesuai dengan sesuai dengan yang terdaftar di Badan POM. Bila sudah terbiasa mengonsumsi, maka obat palsu dapat dikenali dari bentuk, warna, rasa atau tekstur obat dan kemasannya yang tidak seperti biasanya, serta tidak mencantumkan nama dan alamat produsen.
"Palsu itu namanya sama, meniru merek yang ada. Lalu nama belum terdaftar di badan POM, itu bisa dikatakan ilegal juga. Isi obatnya juga tidak sesuai yang tertera di tabel," ujar Dra. A Retno Tyas Utami, Apt, M.Epid, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA BPOM.
Menurut Retno, obat-obat palsu tersebut kini banyak dijumpai pada penjualan 'door to door' atau penjual obat keliling, yang bisa ditelepon untuk pemesanan, tapi tidak jelas asal-usul obatnya. Obat yang dijual secara online juga patut diwaspadai, karena sebenarnya di Indonesia tidak diizinkan adanya farmasi online atau dagang obat secara online.
"Apotek bisa kemasukan obat palsu kalau tidak tertib. Maka dari itu kita sangat menghimbau supaya apotek-apotek membeli barang dari pedagang besar yang resmi," tambah Retno.
Tidak tertib artinya apotek mengambil pasokan obat bukan dari sumber resmi yaitu pedagang besar farmasi yang memiliki izin. Karena itu, lanjut Retno, apotek tidak diperbolehkan membeli obat dari orang atau pedagang obat yang tidak jelas.
"Kita beri edukasi kepada organisasi profesi termasuk Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Namun hanya saja sekarang itu banyak apotek yang punya lebih kuasa, tapi menurut saya itu menjadi tanggung jawab apoteker untuk lihat barang yang dipasok," tutupnya.
Inilah Penyebab Insulin Tak Manjur Turunkan Gula Darah
Jakarta, Epie Suryono yang sudah 30 tahun hidup dengan diabetes menduga insulin yang digunakannya palsu karena tidak ampuh menurunkan gula darahnya. Menurut dr Indra Wijaya, SpPD, Mkes, selama berpraktik dirinya belum pernah menemukan adanya kasus insulin palsu, tapi beberapa kali menemukan adanya insulin rusak.
"Saya belum menemukan yang palsu, kalau rusak pernah. Jadi insulin yang rusak itu meski sudah disuntikkan ke pasien diabetes tidak bisa menurunkan kadar gula darahnya. Jadi kalau sudah disuntik tidak turun, dikhawatirkan insulinnya rusak atau mungkin palsu seperti yang ditengarai," kata dr Indra.
Menurut dr Indra, insulin bisa rusak karena paparan matahari atau sudah dibuka terlalu lama. Jadi jika insulin sudah dibuka selama 1,5 bulan, dikhawatirkan manfaatnya sudah tidak bisa dirasakan.
"Kalau ada yang palsu, mungkin isinya air saja sehingga tidak menyebabkan gula darah turun," sambung dr Indra yang tidak menampik kemungkinan adanya insulin palsu mengingat beberapa kali Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan adanya peredaran obat palsu.
Sementara itu Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza BPOM, Dra A Retno Tyas Utami, Apt, M.Epid mengatakan dirinya pernah menemukan adanya insulin palsu. Sayang, insulin palsu sulit diidentifikasi ciri-cirinya. "Insulin itu kan peka sekali pada panas, karena dia terdiri dari protein maka kalau kena panas gampang rusak. Makanya kalau beli insulin gitu kan ada es batunya. Disimpannya juga di kulkas, tapi bukan di freezer ya," kata Retno saat dihubungi detikHealth.
Efek menggunakan insulin yang rusa, lanjutnya,k gula darah justru malah naik atau tidak turun karena efek terapinya sudah tidak maksimal. "Untuk mengenali insulin palsu, itu sama dengan vaksin gitu ya jadi paling gampang ya lihat apakah di labelnya ada yang mencurigakan. Fisiknya sudah berubah, cairannya tidak bersatu atau bisa saja ada sedikit campuran air tapi itu juga sulit ya karena kalau dicampur air kan dia akan butek, tidak steril," papar Retno.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment