Bukan Cerai, Wanita Tak Jadi Janda karena Lakukan Pembatalan Pernikahan
Jakarta - Pembatalan pernikahan dilakukan setelah menikah karena terungkapnya kebohongan atau penipuan yang dilakukan oleh pasangan. Tidak hanya itu pembatalan juga bisa dilakukan karena menikah tidak sesuai dengan UU Perkawinan.
"Jadi dilakukan setelah mereka sudah berumah tangga lalu melakukan pembatalan pernikahan karena banyak kecacatan di dalamnya," jelas Zuma, selaku Staff Pelayanan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, saat diwawancarai Wolipop melalui telepon.
Pembatalan pernikahan dan perceraian juga memiliki perbedaan. Jika perceraian hanya bisa diajukan oleh istri atau suami, sedangkan pembatalan pernikahan tidak hanya dapat diajukan oleh kedua belah pihak, tapi juga orangtua, serta pejabat yang berwenang seperti yang tertera pada Pasal 23 UU Perkawinan.
Setelah melakukan pembatalan pernikahan tersebut, bagaimana dengan status keduanya? "Status keduanya dianggap tidak pernah menikah. Sebab perkawinannya dianggap tidak pernah ada," tegas Zuma.
Serupa dengan Zuma, pengacara yang juga merupakan salah satu pendiri situs pranikah, Ade Novita, S. H., mengatakan hal yang sama. Statusnya tetap single atau tidak pernah menikah. Meskipun demikian, bila pernikahan tersebut menghasilkan anak, maka status dan hak buah hati Anda tetap sama. Pasangan tetap menjadi ayah yang sah untuk anak dan berhak mendapatkan biaya serta waris dari si dia.
Hal itu tercantum dalam Pasal 28 UU No. 1 Tahun 1974. "Nasib anak tetap sama, anak tetap bisa punya ayah. Kewajiban perdata si ayah tetap ada," tegas Ade Novita, S. H., selaku pengacara sekaligus salah satu pendiri situs pranikah.
Bukan Hanya Asmirandah, Korban Poligami Juga Bisa Batalkan Pernikahan
Jakarta - Bintang sinetron Asmirandah membatalkan pernikahan karena pemalsuan identitas agama suaminya, Jonas Rivano. Bukan hanya karena alasan itu saja seorang istri dapat mengajukan pembatalan pernikahan. Korban poligami pun bisa melakukan langkah seperti Asmirandah.
Berdasarkan catatan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum APIK, sebagian besar kasus pembatalan pernikahan yang mereka tangani penyebabnya adalah poligami. "Kebanyakan dari kasus yang pernah ditangani itu baru tahu suami atau istrinya terikat dengan orang lain, artinya masih menikah dengan orang lain," ujar Zuma, staf pelayanan hukum di YLBH APIK Jakarta saat diwawancara Wolipop.
Zuma mencontohkan salah satu kasus poligami yang tengah ditanganinya. Pada kasus tersebut, pihak istri pertama yang mengajukan permohonan pembatalan pernikahan kedua suaminya. Dia merasa ditipu karena sang suami memberikan akte cerai palsu padanya.
"Permohonan pembatalan pernikahan dilakukan untuk memisahkan suami dan istri keduanya agar suaminya kembali pada dia," kata Zuma.
Dikatakannya lagi, ternyata pihak suami wanita tersebut menolak kembali dan memilih cerai. Pihak istri pertama pun tak masalah dengan keinginan tersebut, namun tetap keukeuh mengajukan pembatalan pernikahan karena memang pernikahan kedua suaminya itu dilakukan tanpa sepengetahuannya.
"Setelah dilakukan pembatalan kalau istri keduanya mau dinikahin lagi bisa. Tapi kalau mau menikah lagi, harus ada dulu akte cerai yang sah," tukas wanita yang bekerja di YLBH APIK Jakarta sejak 2011 itu.
Berdasarkan Undang-undang Pernikahan Tahun 1974 pasal 23, permohonan pembatalan pernikahan ini memang bukan hanya bisa dilakukan pihak suami atau istri yang menjalani ikatan tersebut. Di pasal tersebut disebutkan, mereka yang bisa mengajukan permohonan ini, selain suami atau istri adalah pejabat yang berwenang dan pejabat pengadilan.
Sementara itu di pasal 73 Kompilasi Hukum Islam disebutkan yang dapat mengajukan pembatalan pernikahan adalah: keluarga dari suami atau istri, pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan pernikahan menurut undang-undang dan pihak yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat pernikahan sesuai hukum Islam dan peraturan perundang-undangan.
Bukannya Tak Jadi Nikah, Ini Maksud dari Pembatalan Pernikahan
Jakarta - Pernikahan dilakukan tidak hanya karena cinta, tapi juga komitmen dan kejujuran. Mengapa beberapa pasangan menikah masih banyak yang menyembunyikan sesuatu dari pasangannya, padahal kejujuran merupakan poin penting dalam suatu hubungan asmara.
Terkadang, pasangan tidak bisa terima ketika mengetahui pendamping hidupnya berbohong. Bisa saja karena hal ini ia mengajukan pembatalan pernikahan ke pengadilan. Apa itu pembatalan pernikahan?
Pembatalan pernikahan sebenarnya bukan tidak jadi menikah tapi pernikahan yang sudah terjadi akhirnya dibatalkan oleh pengadilan karena berbagai faktor, salah satunya tidak sesuai dengan UU Perkawinan. "Jadi dilakukan setelah mereka sudah berumah tangga lalu melakukan pembatalan pernikahan karena banyak kecacatan di dalamnya," jelas Zuma, selaku Staff Pelayanan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK, saat diwawancarai Wolipop melalui telepon.
Zuma juga menegaskan bahwa pembatalan pernikahan dilakukan setelah adanya pernikahan bukan sesaat sebelum menikah. Selain itu, adanya jangka waktu untuk mengajukan permohonan pembatalan pernikahan yang disesuaikan dengan alasan pihak terkait.
Misalnya saja suami memalsukan identitasnya atau pernikahan terjadi di bawah ancaman serta paksaan. Pengajuan pembatalan itu dibatasi hanya dalam waktu enam bulan setelah menikah. Jika lebih dari enam bulan, maka hak untuk mengajukan permohonan pembatalan tersebut dianggap gugur.
Hal itu tertuang dalam Pasal 27 UU Perkawinan No. 1/1974, 'apabila ancaman telah berhenti atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami-istri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur'.
Berbeda bila alasan pembatalan alasan itu karena suami menikah lagi tanpa sepengetahuan Anda. Tidak ada batasan waktu untuk mengajukan permohonan pembatalan pernikahan jika kasusnya poligami tanpa sepengetahuan istri. Meskipun sudah lewat dari dua tahun umur pernikahan Anda dan suami tetap bisa membatalkan pernikahan.
Selain karena paksaan atau poligami secara tidak resmi, ada beberapa alasan lain yang bisa membatalkan suatu pernikahan. Seperti yang dikutip dari situs LBH APIK, ini dia faktor-faktor yang bisa menyebabkan batalnya suatu pernikahan:
1. Salah satu pihak memalsukan identitas dirinya, seperti status, usia, atau agama. (Pasal 27 UU No. 1/1974)
2. Suami atau istri ternyata masih terikat pernikahan dengan orang lain tanpa sepengetahuannya. (Pasal 24 UU No. 01 tahun 1974)
3. Pernikahan tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan (Pasal 22 UU Perkawinan).
4. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama (Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam (KHI))
5. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak (Pasal 71 KHI)
6. Melanggar batas usia perkawinan (Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974).
Kesimpulannya, pembatalan pernikahan itu dilakukan bila ada indikator di atas. Berbeda dengan perceraian yang dilakukan karena sudah tidak ada kecocokan antara Anda dan pasangan. Akan tetapi, prosesnya hampir sama dengan perceraian yang juga diajukan ke Pengadilan Agama. Pembatalan pernikahan yang diajukan ke PA khusus untuk pemeluk agama Islam. Lain hal bila yang melakukan pembatalan pernikahan non-muslim.
"Persidangan untuk yang muslim dan non-muslim tentu berbeda maka yang Islam ke Pengadilan Agama, dan non-muslim ke Pengadilan Negeri untuk diproses lebih lanjut," tutup Zuma.
Perceraian dan Pembatalan Pernikahan, Serupa Tapi Tak Sama
Jakarta - Kejujuran merupakan akar dari pernikahan. Jika setelah menikah masih ada yang berbohong hingga menipu pasangannya mungkin pernikahan itu tidak akan berjalan mulus. Bahkan bisa saja pernikahan tersebut dibatalkan.
Ya, pernikahan atau rumah tangga Anda bisa dibatalkan bila tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Bila pasangan melakukan penipuan dan Anda sudah tidak bisa mentolerirnya, Anda bisa mengajukan pembatalan pernikahan ke Pengadilan Agama (PA). Lalu apa bedanya dengan perceraian?
Humas PA Depok, Suryadi, mengatakan bahwa perbedaan pembatalan pernikahan dan perceraian terletak pada aspek hukumnya. "Kalau perceraian yang berhak mengajukan hanya suami atau istri. Kalau permohonan pembatalan perkawinan itu yang berhak mengajukan di samping suami atau istri bisa juga diajukan oleh keluarga dalam garis lurus ke atas dari pihak suami dan istri, maksudnya orangtua," ungkap Suryadi saat berbincang dengan Wolipop di Pengadilan Agama Depok, Beji, Depok.
Tidak hanya itu, alasannya juga tentu berbeda. Perceraian dilakukan karena ada ketidakcocokan dengan pasangan. Sedangkan pembatalan pernikahan penyebabnya karena ada kecacatan yang tidak sesuai dengan UU Perkawinan Indonesia atau ada indikator pemalsuan di dalamnya. Proses hukum pembatalan pernikahan juga lebih mudah daripada perceraian.
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pelaksanaan hukumnya mirip dengan perceraian, harus melalui sidang di PA untuk yang Islam, dan bagi non-muslim ke Pengadilan Negeri (PN). Ada pula mediasi untuk keduanya tapi bila kasus pembatalan pernikahan dengan alasan paksaan bukan tidak sesuai dengan UU Perkawinan. Suryadi memberikan contoh kasus yang tidak perlu melalui proses mediasi tapi pernikahannya memang harus dibatalkan, misalnya saja pemalsuan agama.
"Kalau alasan misalnya murtad itu tidak diperlukan mediasi karena orang yang murtad buat apa dimediasi lagi memang seharusnya dipisahkan. Untuk alasan lainnya misalnya seperti di bawah ancaman bisa saja mediasi," ujarnya.
Selain itu, hukum mengenai anak saat melakukan pembatalan pernikahan serupa dengan kasus perceraian. Status dan hak anak tetap sama walaupun pernikahan Anda dan pasangan akhirnya dibatalkan. Pasangan tetap menjadi ayah yang sah untuk anak dan berhak mendapatkan biaya serta waris dari suami. Bedanya Anda tidak bisa menuntut harta gono-gini kepada pasangan.
Hal itu tercantum dalam Pasal 28 UU No. 1 Tahun 1974. "Nasib anak tetap sama, anak tetap bisa punya ayah. Kewajiban perdata si ayah tetap ada," tegas Ade Novita, S. H., selaku pengacara sekaligus salah satu pendiri situs pranikah, kepada Wolipop
Asmirandah Bukan Janda !
cara
,
keluarga
,
modus operandi
,
tips
Edit
0 komentar :
Post a Comment