Rahasia Terlarang Tips Sukses Menjanda

Perselingkuhan Tetap Jadi Tren Alasan Tingginya Angka Perceraian di Jakarta

Jakarta - Pernikahan di bawah tangan dan perselingkuhan turut menjadi penyumbang tertinggi angka perceraian di Jakarta. Gaya hidup metropolitan membuat hubungan mereka renggang dan berakhir perceraian.

"Di DKI Jakarta masih banyak yang nikah sirih atau perkawainan bawah tangan, itu masih ada juga," ujar juru bicara pengadilan Agama Tinggi DKI Jakarta, Choiri ditemui detikcom di kantor Pengadilan Tinggi Agama DKI Jakarta, Jalan Raden Intan, DUren Sawit, Jakarta Timur.

"Secara siri adalah perkawinan yang tidak didaftarkan di KUA," sambungnya.

Choiri mengatakan pernikahan siri pun dipicu dari perselingkuhan salah satu pasangan. Pada akhirnya membuat hubungan rumah tangga tidak harmonis kembali.

"Mungkin faktor perselingkuhan efek dari metropolitan Jakarta, atau suami yang kadang kerja pulang malam. Sesampai di rumah istri tidak diberi kasih sayang sehingga sekian lama kemudian ada pihak ketiga masuk dan menimbulkan ketidakharmonisan," papar Choiri.

Selain itu ada juga suami yang meninggalkan istrinya begitu saja. Puncak dari ketidakharmonisan dari rumah tangga tersebut menimbulkan perselisihan.

"Sampai klimaks terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)," beber pria yang telah berprofesi sebagai hakim selama 30 tahun.

Choiri mengatakan pada akhirnya perceraian adalah jalan terakhir dari biduk rumah tangga, yang tidak lagi harmonis. Tentu baik itu suami atau istri harus memikirkan dengan matang dampak dari perceraian tersebut.

"Berpikir lagi demi anak, karena tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Baik itu istri yang gugat cerai suaminya tidak lelaki yang sempurna. Begitu juga suami tidak ada wanita yang sempurna di dunia ini," pungkasnya.

Stres Jakarta Picu Ribuan Perempuan Gugat Cerai Suaminya

Jakarta - Jakarta sebagai kota metropolitan memiliki segudang masalah. Dari kemacetan, gaya hidup, polusi, waktu yang tidak pernah tidur, himpitan ekonomi hingga tingkat ekonomi yang belum merata. Dampaknya, warga Jakarta menjadi stres dan berakhir pada perceraian.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Tinggi (PTA) DKI Jakarta pada tahun 2015, sebanyak 15.930 pasangan di Jakarta mengajukan permohonan cerai. Dari jumlah itu, perempuan Jakarta yang paling banyak meminta cerai yaitu sebanyak 11.523 perkara. Sedangkan sisanya yaitu 4.407 perceraian dimohonkan sang suami.

Sedangkan pada Januari-September 2016, sebanyak 10.772 pasangan memilih perceraian sebagai akhir hubungan rumah tangga mereka. Dari jumlah itu, 7.726 perceraian dimohonkan istri dan sisanya sebanyak 2.996 suami yang menginginkan perceraian.

"Artinya tiap tahun ada ribuan janda dan duda di Jakarta," ujar juru bicara PTA DKI Jakarta, Choiri saat berbincang dengan detikcom di kantornya, Jalan Raden Inten II, Duren Sawit, Jakarta Timur.

Choiri mengatakan terjadi peningkatan perceraian yang dimohonkan istri dalam tiga tahun terakhir. Namun angka itu mengalami penurunan pada tahun satu tahun terakhir.

"Itu semua karena hakim berhasil melakukan mediasi," beber Choiri.

Akan tetapi, jumlah permohonan cerai tidak mengalami pengurangan. Justru terus bertambah dari bulan ke bulan. Mengapa hal itu bisa terjadi?

"Mungkin dikarenakan faktor Jakarta sebagai kota metropolis juga sehingga tekanan psikologis menyebabkan hubungan pasutri tidak harmonis," papar Choiri.

Adapun untuk rentang waktu Januari-Oktober 2016, tercatat 212.400 pasangan bercerai di seluruh Indonesia. Perceraian paling banyak diinginkan pihak istri dengan angka 224.239 permohonan gugat cerai, dan sisanya diajukan pihak suami dengan jalur cerai talak.

Gaji Istri Lebih Besar dari Suami Juga Picu Ribuan Perceraian di Jakarta


Jakarta - Selain tingkat stres yang tinggi di Jakarta, banyak faktor lain yang menyebabkan istri menggugat cerai suminya. Salah satunya adalah penghasilan istri yang lebih besar dibandingkan suami.

"Macam-macam untuk faktor suami tidak bertangung jawab. Umumnya memang suami tidak bisa menafkahi lagi karena istrinya mempunyai penghasilan lebih tinggi dari suaminya," ujar juru bicara PTA DKI Jakarta, Choiri kepada detikcom di kantornya, Jalan Raden Inten II, Duren Sawit, Duren Sawit, Kota Jakarta Timur.

Choiri mengatakan untuk faktor suami tidak bertangung jawab, biasanya langsung meninggalkan istrinya begitu saja. Namun fenomena yang terjadi justru suami tidak sanggup menafkahi istrinya.

"Ini biasanya karena istri punya penghasilan sendiri sehingga dia berpikir suaminya tidak sanggup lagi memberi nafkah. Tapi ada juga suami yang meninggalkan begitu saja istrinya. Ini terjadi karena suaminya tidak punya pekerjaan jelas," papar Choiri.

Menurutnya sedikitnya jumlah suami yang menceraikan suami karena ingin menhindari konsekuensi hukum. Akibatnya status para istri digantung begitu saja.

"Kalau cerai istri menggugat suami, tidak punya konsekuensi. Tetapi kalau cerai talak suami ada resiko kewajiban untuk membayar biaya putus cinta," pungkas Choiri.

Diberitakan sebelumnya berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Tinggi (PTA) DKI Jakarta pada tahun 2015, sebanyak 15.930 pasangan di Jakarta mengajukan permohonan cerai. Dari jumlah itu, perempuan Jakarta yang paling banyak meminta cerai yaitu sebanyak 11.523 perkara. Sedangkan sisanya yaitu 4.407 perceraian dimohonkan sang suami.

Sedangkan pada Januari-September 2016, sebanyak 10.772 pasangan memilih perceraian sebagai akhir hubungan rumah tangga mereka. Dari jumlah itu, 7.726 perceraian dimohonkan istri dan sisanya sebanyak 2.996 suami yang menginginkan perceraian.

Istri Lebih Banyak Minta Cerai, Ini 3 Alasan Teratas Perempuan Menjanda

Jakarta - Komnas Perempuan mengakui tiap tahun angka istri yang menceraikan suaminya makin tinggi. Beragam hal dijadikan alasan perempuan untuk melepaskan diri dari suaminya.

"Kita mengutip dan menganalisis data dari Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Badilag MA). Setiap tahun angka gugat cerai memang meningkat," ujar Ketua Komnas Perempuan Nana Azriana dalam perbincangan dengan detikcom.

Nana mengatakan, pada tahun 2015 saja terdapat 252.587 gugatan cerai yang dikabulkan oleh Pengadilan Agama di seluruh Indonesia. Mayoritas alasannya yang digunakan adalah tidak merasakan harmonis dengan pasangannya.

"Biasanya alasan ini digunakan istri untuk mengakhiri kekerasan seksual yang dialaminya. Ini tidak mudah diucapkannya secara gamblang di pengadilan," beber Nana.

Nana menjelaskan alasan kedua tertinggi adalah suami yang tidak bertanggung jawab. Terakhir biasanya penyebab gugat cerai adalah persoalan ekonomi.

"Faktor harta bisa masuk ke dalam faktor ekonomi, dan itu di urutan ketiga tertinggi," pungkasnya.

Adapun untuk rentang waktu Januari-Oktober 2016, tercatat 212.400 pasangan bercerai. Perceraian paling banyak diinginkan pihak istri dengan angka 224.239 permohonan gugat cerai, dan sisanya diajukan pihak suami dengan jalur cerai talak.

About Blogger

Jakarta Sex and Mystery Magazine "JakartaBatavia Magz" - Enjoy and Relax here.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :