Bisnis Seks di China
Wow, Menggiurkannya Bisnis Seks di China
Chen Weizhou tak canggung atau jengah saat menyentuh dan mengamati sepasang boneka perempuan di sudut kota Guangzhou. Di atas boneka ada video berisi instruksi bagaimana boneka itu dipakai sebagai partner seks.
Supir bus berusia 46 tahun itu memang sengaja datang ke Guangzhou untuk menikmati festival yang unik, Festival Budaya Seks Nasional. “Untuk bersenang-senang saja,” katanya pada pekan lalu. Matanya sendiri tak beralih dari sepasang boneka yang memakai lingerie seksi itu.
Weizhou tak mengajak istrinya. Dia bilang ingin kembali menyelami misteri seks yang dirasakannya ketika masih mudah. “Ketika menikah, segalanya terasa tawar,” katanya, mengeluh.
Festival tahunan yang sudah memasuki tahun ke-11 itu memang sengaja ditujukan bagi pasangan menikah. Temanya tahun ini adalah “Seks sehat, keluarga gembira”. Tapi yang datang ke sana kebanyakan pria.
Itu ada kaitan dengan ketidakseimbangan populasi antara pria dan perempuan di China. Sejak kebijakan Satu Anak diterapkan pada awal 1980, populasi pria semakin banyak melebihi populasi perempuan.
Rasio angka kelahirannya adalah 118 kelahiran anak lelaki untuk 100 kelahiran anak perempuan. Itu data tahun lalu. Di Provinsi Guangdong, kawasan yang berisi 30 juta pekerja migran, sedikitnya populasi perempuan membuat lelaki lajang tak punya banyak pilihan.
Makanya, seks kemudian berkembang menjadi bisnis besar di China. Mulai dari salon plus-plus, 'selimut' di kamar-kamar hotel, sampai maraknya penjualan sex toys di toko maupun Internet. Anda tahu, kebanyakan sex toy yang beredar di dunia adalah bikinan China.
Masa Keemasan Bisnis Alat Bantu Seks
Chris Wu bukanlah sarjana kacangan. Perempuan 33 tahun ini adalah lulus pascasarjana Universitas Leeds, Inggris. Tapi alih-alih bekerja di bidang kehumasan, dia malah sukses berbisnis sex toy alias alat bantu seks.
Wu berterus terang, sewaktu kuliah di Inggris dia suka pergi ke toko-toko mainan seks dan ingin memiliki sejumlah alat bantu yang bagus di toko-toko itu. Tapi saat kembali ke Beijing, dia kecewa. Produk alat bantu seks di China rendah kualitas dan desainnya.
“Itulah awal mula timbulnya keinginan saya mendirikan toko sex toy sendiri,” kata Wu. “Tapi karena saya merasa harus punya pengalaman lebih banyak, saya bekerja di perusahaan PR selama lima tahun dan memulai bisnis sex toy tiga tahun lalu.”
Wu kini mempekerjakan enam staf di toko TOIs Intimacy Boutique. Toko online-nya sendiri sudah untung pada satu setengah tahun yang lalu.
Wirausahawan lain yang bergerak di bidang itu adalah Li Chengze. Dia memulai bisnis toko sex toy setelah bekerja selama setahun di industri periklanan. Dia melihat potensi besar di pasar sex toy. “Demand sangat besar karena kebanyakan orang lebih memilih belanja sex toy secara online,” kata pria 26 tahun lulusan dari Universitas Teknologi Chengdu itu.
Chengze memulai bisnisnya di Guangdong pada Oktober lalu. Saat ini tokonya menerima ratusan pesanan setiap bulannya.
Toko sex toy pertama di China dibuka di Beijing pada 1992. Begitu tingginya demand akan sex toy di China sampai-sampai vibrator pun bisa dibeli di banyak minimarket. Tapi banyak orang memprotes rendahnya kualitas produk sex toy di pasar lokal. Malah ada produk yang memakai bahan plastik berkualitas buruk sehingga berpotensi membahayakan kesehatan pemakainya.
Seks Tabu Digunjing, Sah Dibisniskan
Sekretaris cantik dari Shanghai itu ternyata rutin belanja sex toy di Internet. Langganannya adalah Taobao, marketplace online yang dioperasikan oleh Alibaba. Dia bilang, dirinya lebih suka berbelanja online.
“Sebenarnya saya tak malu mendatangi toko alat bantu seks, tapi saya bisa mendapatkan produk yang lebih bervariasi di toko online,” kata perempuan 25 tahun yang menolak disebutkan namanya itu.
Juru bicara Alibaba menyatakan, saat ini ada lebih dari 2.500 perusahaan alat bantu seks yang memakai platform online untuk berdagang. Hampir 50 persen perusahaan itu ternyata punya karyawan tak lebih dari 10 orang.
Dr Lucetta Kam Yip-lo, pakar gender dan seksualitas di Universitas Baptis Hong Kong mengatakan meski seks masih tabu dibicarakan, bisnis seks sendiri tak tabu lagi di China. “Banyak juga toko alat bantu seks yang dioperasikan oleh pemerintah,” katanya.
Pada awal tahun ini, model telanjang Zhang Xiaoyu meluncurkan beberapa model sex toy yang didesain berdasarkan vagina dan pinggulnya sendiri. Ini adalah produk alat bantu seks pertama yang dipromosikan oleh selebritas, seperti yang sudah populer di Jepang.
Kalau bisnis terang-terangan seperti ini didukung, tak demikian halnya dengan bisnis esek-esek alias prostitusi. Salah satu korbannya adalah Hotel Hilton di Chongqing, di barat China. Hotel besar ini ditutup dan kehilangan status bintangnya gara-gara prostitusi.
Prostitusi sebetulnya tak berlangsung di hotel itu, melainkan dijalankan di sebuah rumah bordil di bagian lagi komplek bangunan tempat Hilton berdiri. Tapi para pekerja seks dan tamunya rupanya banyak bertransaksi di hotel tersebut.
Rumah bordil adalah hal yang jamak di China. Kebanyakan berlindung di balik bisnis lain, seperti bar, sauna, panti pijat, dan salon. Sebagian kecil terang-terangan dengan memajang gadis-gadisnya di jendela. Berbeda dengan di Internet, pornografi adalah terlarang.
Tapi ada juga yang kebablasan. Seperti kisah sebuah situs Internet China yang menjual boneka seks berwujud anak-anak, tampaknya ditujukan bagi pedofil. Kehadiran situs ini sontak diprotes banyak aktivis. Mereka meminta situs itu ditutup.
Mereka bahkan mendirikan grup di Facebook untuk menolak situs online itu. Kelompok itu bilang, situs semacam itu sama saja dengan mempromosikan pedofilia, penyelundupan manusia, kekerasan seksual, dan pemerkosaan.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment