Waspada Modus Penipuan Ngelem Benang Teh

Menelisik Penipuan Berkedok Ngelem Benang Teh

SEMARANG - Banyak orang yang mengaku tertipu lowongan kerja sambilan memasang atau mengelem benang teh. Tak terkecuali warga Jateng.

Pamflet atau poster selebaran yang ditempel di berbagai tempat membuat masyarakat tergiur masuk ke bisnis tersebut.

Pada Februari 2014, ratusan warga Pekalongan menggeruduk sebuah perusahaan yang membuka lowongan kerja mengelem benang teh.

Dengan iming-iming Rp 70 ribu sekali mengelem 200 tali teh ratusan warga rela merogoh kocek Rp 250 ribu untuk menjadi anggota.

Bukannya mendapatkan upah pengeleman, justru mereka diharuskan merekrut anggota baru. Selanjutnya baru menerima komisi.

Hal serupa juga terjadi di Solo. Bahkan Kepala Cabang Solo perusahaan tersebut, S, telah ditetapkan tersangka dalam kasus penipuan. Ia dijerat Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dengan ancaman pidana penjara maksimal empat tahun.

Belakangan, iklan lowongan kerja tersebut juga masih tersebar di beberapa sudut Kota Semarang.

Penelusuran Tribun Jateng, pamflet atau poster selebaran bisnis tersebut masih ditemui di Semarang. Tribun menemui poster tersebut ditempel pada sebuah dinding dekat Jembatan Kaligarang, Semarang.

Poster berukuran A3 berawarna putih bertuliskan Kerja Sampingan, Butuh Tenaga Sampingan, Masang Gantungan Teh. Dalam poster tersebut juga dituliskan informasi upah yang diberikan yakni Rp 50 ribu per 1 dus yang berisi 100 bungkus.

Dalam poster tersebut juga tertulis iming-iming upah yang bisa didapat Rp 1,5-3 juta per bulan. Lowongan ini semakin menarik karena pekerjaan memasang benang teh bisa dibawa pulang. Pemasang iklan berinisial Ilham bahkan secara meyakinkan memasang nomor ponsel yang dihubungi.

Namun dalam poster tersebut tidak disebutkan informasi adanya biaya administrasi dan biaya keanggotaan. Pemasang iklan juga tidak menjabarkan sistem kerja yang mengharuskan dilakukan perekrutan ketika telah menyelesaikan pemasangan 1 dus pemasangan benang teh. Ketika dihubungi nomor ponsel tersebut sedang tidak aktif.

Pamflet lowongan memasang benang teh terdapat di beberapa titik di Kota Semarang yakni di perempatan Polda Jateng, Jalan Kyai Saleh, Jalan Gajahmada, Jalan Depok, dan Jalan Pemuda.

Nama pemasang pamflet masih sama yakni inisial Ilham. Namun nomor kontak yang diberikan berbeda-beda. Nominal upah yang diberikan berbeda-beda, di antaranya Rp 70 ribu untuk 1 dus berisi 200 bungkus.

***

Warga merasa tertipu Iklan lowongan pekerjaan pasang tali teh yang tersebar di tepi jalan, menarik perhatian banyak warga.

Namun, belakangan warga merasa tertipu. Seperti yang dialami Human Abdiputra warga Bukit agung K-4, Ngesrep, Semarang yang menyesal karena tergiur lowongan kerja. Dia menceritakan, beberapa bulan yang lalu dirinya melihat iklan lowongan pekerjaan itu.

"Saya sempat penasaran dan ingin coba melamar ke pekerjaan yang diiklankan itu. Saya sebelumnya tidak tahu-menahu sama sekali tentang perusahaan itu," kata pria dengan sapaan Didiek itu kepada Tribun Jateng, Kamis (6/8) malam.

Didiek mendatangi kantor perusahaan yang tertera dalam iklan di sebuah kantor yang terletak di kompleks Ruko depan Sri Ratu, Peterongan, Semarang.

"Setelah sampai di sana, saya mengantre karena banyak yang datang," ujarnya.

Didiek mengaku mengantre cukup lama hingga akhirnya dapat giliran untuk masuk ke kantor tersebut. Ternyata Didiek disuruh bayar terlebih dahulu sebesar Rp 5 ribu untuk formulir pendaftaran. Dia pun kemudian membayarnya.

"Dalam hati saya kecewa sekali, karena di iklan tidak disebutkan sama sekali kalau harus bayar dulu. Itu termasuk penipuan yang pertama yang mereka lakukan terhadap pelamar kerja," jelas Didiek.

Tidak sampai disitu saja. Lebih lanjut Didiek mengatakan, setelah dirinya membayar Rp 5 ribu, kemudian dipersilakan masuk ke ruang yang berada di sebelah bagian pendaftaran. Di dalam ruangan itu, dirinya ditemui oleh seorang pemuda berpakaian kantoran. Pemuda tersebut kemudian menjelaskan sistem kerja yang akan dijalankannya.

"Saya sebenarnya sanggup dengan pekerjaan tersebut, karena hanya disuruh memasang benang teh celup. Tapi, setelah pegawainya menjelaskan cara kerjanya, kemudian ia menyebutkan saya harus membayar dulu Rp 250 ribu. Katanya, itu syarat untuk bisa bekerja di situ," ceritanya.

Permintaan membayar Rp 250 ribu, dianggapnya merupakan penipuan kedua yang dilakukan perusahaan. Didiek merasa di iklan tidak disebutkan sama sekali kalau pelamar kerja harus bayar dulu sebelum mulai kerja.

"Saya lantas memutuskan untuk batal kerja di situ. Saya katakan hal tersebut pada pemuda tadi," tandasnya.

Setelah menyampaikan niatnya untuk batal bekerja, pegawai berbaju kantoran tersebut masih berusaha keras membujuknya agar mau bekerja memasang tali teh.

Bahkan Didiek dipersilakan mengambil uang terlebih dahulu di mesin anjungan tunai mandiri (ATM), kalau tak bawa uang, kemudian kembali ke kantor itu lagi sebelum tutup jam 16.00.

"Akhirnya saya pulang dan tidak pernah ke situ lagi. Saya menganggap mereka sengaja berusaha keras untuk menjerat orang sebanyak-banyaknya agar mereka dapat uang sebanyak-banyaknya dengan cara tipu muslihat," pungkasnya.

***

Tribun mencoba mencari keberadaan kantor perusahaan pengeleman teh untuk mengkonfirmasi dugaan penipuan.

Tribun kemudian menghubungi nomor kontak yang tertera pada pamflet, satu nomor aktif namun tidak diangkat. Sementara nomor lainnya tidak aktif.

Tribun Jateng mencoba menelusuri kantor cabang perusahaan pembuka lowongan memasang tali teh celup (PT Hadena) di Semarang.

Kantor tersebut beralamat di kompleks Peterongan Plaza Jalan MT Haryono. Namun kantor tersebut sudah kosong, tidak aktivitas, meski plang nama perusahaan masih terpasang di bangunan tersebut.

Sumber Tribun mencari tahu tentang kantor tersebut, ternyata sudah kosong sekitar dua tahun lalu. Ia membenarkan jika perusahaan tersebut membuka lowongan memasang benang tali teh sekitar 2013 lalu. Bahkan waktu itu, pelamar kerja membludak.

"Dulu banyak sekali yang datang untuk melamar kerja. Sampai membludak antreannya. Mereka tertarik dengan upah Rp 70 ribu per dus berisi sekitar 200 bungkus teh celup, gimana nggak tertarik coba?" ujar pria yang enggan disebutkan namanya tersebut.

Namun sekitar 2014, banyak orang yang datang komplain meminta uangnya kembali lantaran merasa tertipu karena upah tidak diberikan sesuai janji. Bahkan sering terjadi adu mulut antara pelamar kerja dengan pihak perusahaan.

"Saya sempat ikut melerai. Mereka sudah menyerahkan uang Rp 250 ribu dan sudah mengerjakan tugas memasang tali tapi upah tidak diberikan sesuai perjanjian. Mereka juga disuruh merekrut orang. Bahkan komisi setelah merekrut orang juga tidak diberikan," ujarnya.

Tidak hanya warga Semarang, orang yang merasa tertipu juga berasal dari luar Semarang. "Ada bapak-bapak dari Temanggung datang menyerahkan hasil kerjanya. Tapi upah yang dijanjikan tidak didapat. Kasihan sudah jauh-jauh dari Temanggung ngga dapat apa-apa," ujarnya.

***

Sistem bisnis kasus lowongan kerja sampingan mengelem tali teh merupakan konsep money game, bukan Multi Level Marketing (MLM). Secara logika sederhana, konsep bisnis tersebut tidak bisa diterima.

Uang Rp 250 ribu wajar jika untuk masuk keanggotaan, namun ketika tidak boleh bekerja mengelem lagi maka itu yang dianggap member sebagai modus penipuan.

Jika memang jasa, ya pasti diperbolehkan mengambil produk berulang-ulang. Perusahaan dapat jasa, member dapat penghasilan.

Jika sistem MLM, member akan merasakan manfaat dari penggunaan atau penjualan produk. Artinya jika produk tidak dijual akan bermanfaat dikonsumsi sendiri oleh member, sedangkan jika dijual member akan mendapatkan keuntungan penjualan.

Sementara, kasus tersebut meski diminta merekrut orang, member tidak merasakan manfaat dari produk tersebut malah merasa dirugikan.

Perusahaan pengeleman teh tidak bisa disalahkan jika dari awal sudah membeberkan segala hak, kewajiban, dan risiko jika bergabung menjadi member.

Namun jika dari awal tidak ada penjelasan secara gamblang kinerja bisnis tersebut, diduga ada unsur penipuan yang dilakukan perusahaan. Ini kadang membuat masyarakat skeptis dengan bisnis MLM.

Bisnis dengan sistem MLM menurut saya baik. Masyarakat bisa mendapatkan keuntungan lebih dari bisnis MLM tapi tetap harus kerja keras. Sistem ini sebenarnya untuk memangkas biaya marketing berupa promosi dan distribusi perusahaan.

Perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya besar puluhan hingga ratusan juta untuk beriklan ke media cetak atau elektronik dan membayar jasa artis.

Semua promosi dilakukan oleh member. Member mengonsumsi sendiri dan merasakan manfaat dari produk tersebut, kemudian mempromosikan ke masyarakat.

Tiap penjualan produk, member mendapatkan keuntungan. Agar promosi semakin luas dibutuhkan perekrutan member lain. Dan dalam perekrutan member di bawah (down line) ada unsur silaturahmi.

Dengan member di berbagai daerah, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya distribusi produk tersebut. Perusahaan tidak perlu menyediakan mobil untuk mengantar barang. Perusahaan juga tidak perlu membangun gudang penyimpanan di tiap daerah. Perusahaan cukup mengirim produk ke member yang sudah tersebar di berbagai daerah.

Masyarakat sebaiknya hati-hati dalam memilih MLM. Masyarakat jangan sampai salah informasi dan kemudian merasa terpojokkan. Masyarakat harus tahu kejelasan perusahaan dan keberadaan kantor.

Keberadaan kantor bisa memudahkan member untuk mengakses informasi dan produk. Kemudian kejelasan produk, misalnya produk bisa dibeli untuk konsumsi, atau dijual kembali untuk balik modal. Serta uang yang dikeluarkan member relatif wajar.

***

Pemberitaan tentang modus penipuan lowongan kerja rumahan mendapat tanggapan dari Disnakertrans dan Kependudukan Provinsi Jawa Tengah.

Kepala Disnakertrans dan Kependudukan Provinsi Jawa Tengah Wika Bintang mengatakan, pekerjaan rumahan atau booting system sedang jadi perhatian pemerintah.

Ia mengatakan, pemerintah pusat sedang membahas tentang hak pekerja rumahan. Banyak masukan dari masyarakat terkait kelemahan dan kelebihan pekerjaan rumahan.

"Kelebihannya tentu para pekerja bisa merawat anak mereka dengan bekerja di rumah. Tapi ketika tidak ada kontrak kerja, maka disnakertrans tidak bisa masuk," katanya pada Tribun Jateng, Jumat (14/8) siang.

Wika mencontohkan pekerjaan rumahan membuat bulu mata di Purbalingga. Di sana, para ibu rumah tangga mengambil pekerjaan secara borongan dan tidak ada ikatan kerja. Padahal dalam pekerjaan rumahan banyak hal yang perlu diperhatikan.

Selama ini, banyak pekerja rumahan yang tidak menghitung kebutuhan listrik ketika bekerja hingga dampak pekerjaan bagi kesehatan. Bahkan, beberapa pekerjaan rumahan tidak ada perjanjian kerja. "Kadang jika bahan baku habis, para pekerja malah tombok terlebih dahulu," jelasnya.

Masyarakat harus lebih jeli menerima pekerjaan rumahan. Paling tidak para pencari kerja harus berpikir keseimbangan antara kerja dengan tenaga dan sarana dalam pekerjaan rumahan.

Tidak hanya itu, maraknya iklan lowongan pekerjaan rumahan harus diwaspadai seperti lowongan tali teh. Masyarakat harus memastikan terlebih dahulu kejelasan perusahaan dengan bertanya ke disnakertrans setempat.

"Kalaupun ada kontrak kerja harus jelas. Ada aturan kontrak kerja maksimal 3 tahun setelah itu harus diangkat pegawai tetap," jelasnya.

Kalaupun ada lowongan pekerjaan rumahan, para pencari kerja harus memahami hak-hak dan harus ada jaminan sosial ketenagakerjaan.

Wika menambahkan, saat ini jumlah pengangguran di Jawa Tengah mencapai 1 juta jiwa lebih sedikit. Jumlah itu merupakan data dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. "Jumlah sebanyak itulah warga yang menanti pekerjaan," katanya.

Ia menyebut tiap tahun angka pengangguran di Jateng berada di kisaran 900 ribu jiwa hingga 1,2 juta. Harapannya jumlah pengangguran di Jateng semakin berkurang tiap tahun meskipun tidak akan pernah habis sepenuhnya.

Adapun upayanya untuk mengurangi pengangguran di Jateng, pihaknya selalu menggelar job fair dan menggilirnya di beberapa kabupaten/kota. Terakhir, ia akan menggelar job fair di GOR Satria di Purwokerto pada 21-23 Agustus 2015 mendatang.

Pihaknya bersama pemkab Banyumas menyediakan 10 ribu lowongan dari 70 perusahaan yang berpartisipasi. Tahun ini, ia mengadakan di Banyumas bertepatan dengan Ultah Provinsi Jateng. "Di sana ada lowongan pekerjaan mulai dari SMP hingga S2," tuturnya.

Beberapa jenis pekerjaan yang tersedia antara lain brand manager, manager marketing, desainer grafis, psikolog, analis kesehatan hingga cleaning service.

Desy Merasa Tertipu

Seperti diberitakan sebelumnya, puluhan warga dari beberapa daerah di Jateng tertipu dengan lowongan kerja memasang tali teh. Kisah warga yang tertipu juga datang dari Desy. Berawal dari informasi pekerjaan pada sebuah pamflet yang dipasang di pinggir jalan, Desy R (27), warga Semarang Barat, mencoba mencari penghasilan tambahan. Pekerjaan yang ditawarkan dalam pamflet tersebut yaitu merangkai tali teh.

"Disitu disebutkan pekerjaannya memasang tali teh. Ada kontak orangnya juga yang bisa dihubungi untuk mendapat pekerjaan itu," kata Desy kepada Tribun Jateng, beberapa waktu lalu. Desy lantas menghubungi nomor yang tertera dalam informasi tersebut.

Dalam percakapannya di telepon, Desy kemudian diarahkan untuk datang ke kantor perusahaan di daerah Peterongan, Kota Semarang.

"Saya bawa administrasinya. Setelah itu saya disuruh membayar administrasi Rp 20 ribu. Saya juga harus membayar Rp 200 ribu untuk pengambilan satu boks teh yang harus saya pasangkan talinya," tuturnya.

Satu boks teh berisi sekitar 100 bungkus tersebut kemudian dibawa pulang Desy. Pemasangan tali teh pun dilakukan di rumahnya. Sehari kemudian, Desy kembali ke kantor tersebut untuk mengambil gaji.

"Ternyata saya hanya dapat Rp 150 ribu. Selisih Rp 50 ribu dari uang pengambilan yang saya berikan," jelasnya.

Oleh pegawai perusahaan pemasangan tali teh tersebut, Desy kemudian diberikan arahan agar mencari atau mengajak temannya bergabung. Barulah Desy akan mendapatkan poin dan mendapatkan bonus berupa uang. Dari sini, Desy menyadari telah tertipu.

About Blogger

Jakarta Sex and Mystery Magazine "JakartaBatavia Magz" - Enjoy and Relax here.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :