Beda Dupak Bangunsari dan Dolly, 2 Lokalisasi yang Sukses Ditutup Risma
Surabaya - Penutupan lokalisasi Dolly menguras banyak atensi. Ada pertentangan dari warga dan pekerja lokalisasi. Namun hal tersebut tak terjadi saat dilakukan penutupan lokalisasi Dupak Bangunsari.
Memang, saat dilakukan penutupan, tetap ada perlawanan dari warga dan pekerja sosialisasi, namun tak semasif perlawanan di Dolly. Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Kota (LKMK) Dupak Arif An mengatakan bahwa usaha penutupan itu sebenarnya sudah dilakukan warga sejak tahun '70 an.
"Saya pikir lokalisasi Bangunsari ini lebih besar dari Dolly saat masa jayanya," ujar Arif An.
Bangunsari, kata Arif An, mengalami masa jaya sekitar tahun '80-an dan awal '90-an. Saat itu ada ribuan PSK dan ratusan wisma. Bangunsari sendiri berlokasi di RW IV Kelurahan Dupak yang mempunyai 15 RT. Lokalisasi itu berdiri berdampingan bersama pemukiman penduduk sehingga rumah yang bukan wisma wajib ditempeli stiker bertuliskan 'Rumah Tangga' agar tak dimasuki lelaki hidung belang.
"80 persen rumah yang ada di RW IV adalah wisma saat itu," ujar Arif An.
Faktor yang membuat Bangunsari menjadi populer adalah lokasinya yang dekat dengan Pelabuhan Tanjung Perak. Saat itu transportasi massal masih banyak yang menggunakan kapal laut sehingga Bangunsari menjadi jujugan orang.
"Bahkan banyak bule yang jajan di Bangunsari. Saya lihat sendiri karena saya lahir di sini," terang Arif An.
Warga sebenarnya sejak awal sudah resah dengan lokalisasi berdiri sejak tahun '60-an itu. Namun mereka tak bisa berbuat frontal. Dengan bantuan sebuah lembaga agama serta kesadaran warga, sebuah masjid besar akhirnya didirikan di antara lokalisasi. Kemudian sekolah agama juga didirikan di situ. Yang menjadi siswa sekolah agama itu adalah anak-anak para PSK.
"Kepada siswa, kami ajarkan tentang sesuatu yang baik dan buruk, termasuk efek buruk lokalisasi," jelas bapak tiga anak ini.
Tak hanya di sekolah, pemuda setempat yang sudah mencapat pencerahan juga terus melakukan kegiatan sosial. Mereka melakukannya secara sukarela. Kegiatan yang dilakukan untuk meminimalisir prostitusi. Sehingga yang terjadi adalah pembauran. Tidak ada warga yang tidak menghormati para PSK dan mucikari, begitu juga sebaliknya. Mereka saling membaur satu sama lain.
"Prinsip kami, kami memanusiakan mereka," ujar bapak dua anak itu.
Karena lambat laun digempur dengan hal-hal yang positif, banyak warga yang sadar. Warga sudah tak memperpanjang lagi kontrak wisma yang disewa seorang mucikari kepada warga. Warga sadar penutupan tidak bisa dilakukan sendiri. Dan yang dinanti itu pun datang juga. Pemerintah Kota Surabaya akhirnya menutup juga lokalisasi tersebut. Hingga akhir penutupan, hanya tersisa 200 PSK, 20 mucikari, dan 40 wisma.
"Perjuangan kami belum selesai. Menutup lokalisasi itu mudah. Yang sulit adalah penanganan pascapenutupan," tandas Arif An.
Rahasia Terlarang Pelacuran Prostitusi Surabaya !!!
lokalisasi
,
panti pijat
,
pelacuran
,
prostitusi
,
seks
,
sex
,
underground
Edit
0 komentar :
Post a Comment