Misteri Batu di Puncak Merapi yang Dipanjat Erri Yunanto
JAKARTA - Gunung Merapi dilingkupi misteri yang berbau mistis. Banyak cerita-cerita aneh dari warga sekitar gunung yang sudah beberapa kali mengalami erupsi besar itu.
Salah satunya mengenai batu menjulang tinggi di puncak Merapi yang menjadi lokasi Erri Yunanto, 21, berfoto dan terpeleset jatuh ke kawah pada Sabtu (16/5) pekan lalu.
Di lokasi batu menjulang yang mirip tebing itu dulu ada batu yang mendapat sebutan "Puncak Garuda'. Hanya saja, Puncak Garuda itu hilang atau luruh karena letusan dahsyat Merapi tahun 2010.
Nah, bau-bau mistis pun muncul. Pasalnya, batu yang dijadikan lokasi Erri berfoto itu, bentuknya mirip sekali dengan Puncak Garuda yang sudah hilang sebelumnya.
"Batu itu menurut saya aneh sekali. Saya amati, bentuknya itu mirip sekali dengan Batu Garuda yang lama, yang sudah hilang. Saya sendiri juga ndak tahu sejak kapan ada batu itu," cerita Triyono, seorang pemuda warga desa Lencoh, Selo, Boyolali, kepada JPNN, Senin malam (18/5).
Selo merupakan jalur pendakian masuk Merapi. Sejak masih usia belasan tahun, Triyono sudah terbiasa naik turun ke puncak Merapi. Saat ini, pria dua anak itu menjadi guide, menemani sejumlah turis yang ingin mendaki ke Merapi.
Meski sudah "akrab" dengan Merapi, Tri tetap tidak berani sesuka-sukanya naik di batu menjulang tinggi itu. Diakui, dia pernah berada di puncak batu itu. Karenanya, dia bisa menduga-duga bagaimana posisi Erri hingga terpeleset dan jatuh ke kawah.
"Karena untuk naik ke batu itu bukan hal yang sulit. Yang sulit itu saat turun. Saya saja yang sudah terbiasa di situ, saat turun itu saya gemetaran. Cereboh sedikit saja, pasti terpeleset," cerita Tri.
Ke Puncak Merapi, Erri Yunanto Lewati Lokasi Horor
JAKARTA - Bagi para pendaki Gunung Merapi yang melalui jalur Selo, Boyolali, tentunya tidak asing dengan Pasar Bubrah. Itu bukan pasar beneran, tapi sebuah hamparan bebatuan.
Lokasi itu merupakan salah satu pos pendakian yang harus dilewati. Termasuk rombongan Erri Yunanto, mahasiswa tingkat tiga di Universitas Atma Jaya, yang terpeleset dan jatuh ke kawah gunung penuh misteri itu.
Awalnya, rombongan Erri berjumlah enam orang. Hanya saja, empat kawannya hanya sampai di pos Pasar Bubrah. Erri dan Dicky kemudian melanjutkan perjalanan ke bekas puncak Garuda pada pukul 09.00 WIB, Sabtu 16 Mei 2015.
Banyak cerita kejadian honor yang terjadi di Pasar Bubrah. Triyono, seorang pemuda warga desa Lencoh, Selo, Boyolali, menceritakan dua kejadian horor yang dialaminya, kepada JPNN, Senin malam (18/5).
Pria yang sudah puluhan tahun naik turun puncak Merapi itu cerita kejadian pada suatu saat, sebelum tragedi wedhus gembel 2010.
Saat mengantar turis, sesampai di Pasar Bubrah tengah malam, dia istirahat sejenak. Memejamkan mata, bukan tidak nyenyak.
"Saya tidur-tiduran, dengan bebetan sarung, terdengar suara ramai seperti suasana pasar. Saya langsung buka sarung, eh tidak ada apa-apa. Tapi paginya, begitu matahari terbit, sampah-sampah berserakan, ya persis seperti sampah-sampah di pasar. Saya sudah biasa di situ, saya tahu persis itu bukan daun-daun yang dibawa angin. Meski saya orang asli situ dan sudah biasa di situ, tetap merinding juga," beber guide spesialisasi mengantar turis naik ke Merapi itu.
Itu kejadian aneh yang pertama. Yang kedua, saat dia mengantar turis asal Jerman. Bersama turis itu dia istirahat di Pasar Bubrah.
"Tamu yang saya bawa itu bilang dia melihat kereta kuda, bentuknya mirip kereta istana, kusirnya pakai blangkon. Dia tahu blangkon karena sebelumnya dia ke Malioboro. Waduh...rupanya dia bisa melihat, saya sendiri tak melihat. Wah, saya takut juga saat itu," cerita Triyono.
Bagaimana dengan tebing batu di puncak tempat Erri berfoto? Berdasar pengalamannya, tidak pernah ada sesuatu yang horor di situ. "Hanya saja, perjalanan dari Pasar Bubrah ke atas, itu saya sudah biasa dengar suara-suara aneh, seperti suara tangisan atau suara merintih," kata dia.
Kondisi Batu di Puncak Merapi yang Labil, Mbah Rono Pesan Pendaki Jangan Langgar Larangan
Jakarta - Letusan besar Merapi pada Oktober 2010 telah menghancurkan bentuk kubah Gunung Merapi. Kondisi tersebut membuat bagian-bagian tanah di sekitar puncak Gunung Merapi menjadi labil dan tekstur batu menjadi tidak kokoh.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Surono mengatakan kondisi tekstur bebatuan di puncak Gunung Merapi usai letusan terakhir mudah terlepas. Untuk antisipasi keadaan yang tidak diinginkan, dipasanglah plang larangan mendaki puncak Garuda di sekitar Pasar Bubar atau lebih dikenal dengan sebutan Pasar Bubrah.
"Otomatis setelah letusan tahun 2010 terjadi penggelembungan kubah merapi besar-besaran, dan letusan itu membuat bagian-bagian di sekitar merapi menjadi labil," ujar pria yang akrab disapa Mbah Rono ini.
Menurutnya, setelah letusan tahun 2006, puncak Garuda hanya tersisa sedikit. Lantas di letusan tahun 2010 telah mengakibatkan puncak Garuda benar-benar hancur.
"Setelah letusan tahun 2006 sudah tersisa sedikit puncak Garuda, setelah letusan tahun 2010 baru benar-benar puncak Garuda nggak ada lagi. Kondisi tanah di Gunung Merapi sekarang jauh banget dengan sebelumnya, sekarang mudah lepas batunya, sebelumnya relatif stabil," ungkapnya.
Meninggalnya mahasiswa Universitas Atmajaya, Erri Yunanto yang terjatuh di kawah Merapi diharapkan menjadi kejadian terakhir yang menimpa pendaki Gunung Merapi. Meski telah terpasang larangan mendaki hingga puncak, masih banyak para pendaki yang nekat mendaki hingga puncak tertinggi Merapi.
"Ya memang kalau di atas antara hati dan pikiran menjadi berbeda, alam harus dihadapi secara berimbang. Rasa keinginan sampai puncak dengan bangganya kita kadang melanggar aturan. Saya kira ini (Erri) harus menjadi korban terakhir di Gunung Merapi," terang Surono.
"Sebisa mungkin jangan melanggar larangan, agar Merapi tetap menjadi gunung berapi ramah buat para pendaki. Semua resiko terjadi saat ada aturan yang tidak diikuti. Manakala itu dilanggar akan terjadi resiko yang tidak diinginkan, akibatnya pendakian di Merapi sekarang jadi ditutup selama 5 hari," sambungnya.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment