Usai ditutup, Gang Dolly berubah jadi tempat jasa antar PSK
Meskipun sudah ditutup oleh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, lokalisasi yang konon terbesar se-Asia Tenggara ini ternyata masih melakukan bisnis lendirnya yang melegenda. Gang Dolly hingga saat ini masih melakukan bisnis syahwatnya untuk memuaskan para pria hidung belang.
"Ayo mas, anak-anaknya ada," sapa pria makelar cinta di Gang Dolly, Kelurahan Putat Jaya, Kecamata Sawahan, Surabaya, Jawa Timur, acap kali melihat lelaki yang melintas di depannya.
Sapaan logat Suroboyoan ini, juga diucapkan puluhan pria yang ada di sekitar eks-lokalisasi tersebut. Mereka ada di sepanjang lorong, ada yang bergerombol, ada juga yang sendirian maupun hanya berdua.
Tak hanya di Gang Dolly, di Jalan Jarak-pun masih banyak makelar-makelar syahwat. Hanya saja, di tempat ini tidak terlalu mencolok. Mereka (mucikari) membaur dengan orang-orang yang tengah menikmati kopi pahit di warung kopi yang ada di sekitar bekas lokalisasi yang sejak 18 Juni 2014 lalu ditutup oleh Pemkot Surabaya itu.
Ada juga yang duduk-duduk di atas becak, dan ada pula yang duduk di depan rumah di sisi gelap. Namun, mata mereka tetap mengawasi siapa saja yang melintas, lalu menyapa dengan menawarkan jasa antar cewek siap pakai.
"Sekarang pakai sistem booking. Ceweknya sudah tidak ada di lokasi. Kalau mau pilih cewe yang sesuai selera, mucikarinya ngasih tahu lewat foto-foto di BlakBerry yang mereka bawa," terang Muklis, pemilik warung kopi di sekitar Jalan Jarak kepada merdeka.com, Rabu malam (29/10).
Untuk sekali booking, kata Muklis, tarifnya bervariasi, tergantung cewek yang dipilih. "Ada yang Rp 300 ribuan, ada juga yang Rp 450 ribuan. Tergantung kelas cewek yang dipilih," kata Muklis lagi dengan Bahasa Jawa Kromo Ngoko itu.
"Kalau mau saya temukan dengan orangnya. Nanti terserah Anda transaksi dengan mucikarinya. Tadi yang nongkrong di sini itu kan salah satu orangnya (mucikari)," sambungnya.
Pria berkumis tipis pemilik warung kopi ini juga mengatakan, sejak Dolly dan Jarak ditutup oleh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini beberapa bulan lalu, lokalisasi beralih fungsi menjadi area transaksi jasa antar cewek pelayan cinta semalam.
"Mainnya tidak di sini, tapi di hotel, biasanya di hotel sekitar Jalan Pandegiling, tapi juga ya maunya pelanggan di hotel mana, itu terserah pelanggan," ucapnya.
Usai mendapat sedikit informasi dari si pemilik warung kopi itu, penelusuran merdeka.com berlanjut ke Gang Dolly.
Puluhan lelaki terlihat berada di depan bekas 'akuarium-akuarium raksasa' yang dulu mewarnai napas jagat prostitusi di Kota Pahlawan. Mereka sebagian ada yang duduk bergerombolan, ada yang seorang diri, ada juga hanya berdua.
Mereka menyapa siapa-saja yang lewat dan menawarkan cewek-cewek yang mereka milik. Meski hanya memperlihatkan foto-foto perempuan-perempuan pada mesin smartphone yang mereka bawa, mereka yakin pelanggan tidak akan kecewa dengan service-nya.
Ada lebih dari 10 foto, yang rata-rata ceweknya berusia antara 20 hingga 30-an. Harganya-pun cukup bervariasi. Ada cewek seharga standar, Rp 300 ribu. Ada yang dibandrol Rp 400 ribu, ada pula yang bertarif Rp 500 sampai 700 ribu rupiah. Tentu harga spesial ini, khusus untuk cewek-cewek berkelas, yang siap membuat si lelaki berkeringat dan berteriak puas.
Tarif yang dipasang itu, kata mereka, sudah termasuk sewa hotel. "Tenang saja, semuanya OK. Kalau mau, kita akan akan antar ceweknya ke hotel. Sudah ada jasa antarnya," kata mucikari yang saat itu mengenakan topi tersebut.
Untuk jasa antar jemput cewek, mereka menyebutnya Anjelo alias antar jemput lonte. Sebutan Anjelo ini, sekarang sudah populer di Gang Dolly dan Jarak. Untuk jasa layanannya, Anjelo mendapat bagian Rp 50-100 ribu rupiah dari harga cewek yang dibandrol.
Jadi, inilah sedikit gambaran kesuksesan Tri Rismaharini menutup lokalisasi Dolly dan Jarak. Sukses mengalihfungsikan wisma esek-esek menjadi tempat transaksi cewek bookingan. Merubah tempat lokasi buang syahwat di tempat menjadi area layanan jasa antar syahwat.
"Menu Pesanan" eDolly Diantar ke Tempat Yang Disepakati
SURABAYA - Sistem ini lebih cepat dan aman, setidaknya bagi para makelar.
Konsumen datang, pesan, sepakat harga, cewek diantar, kemudian silakan dibawa ke hotel.
Bersenjatakan smartphone dan internet, para lelaki hidung belang masih bisa menikmati layanan cinta sesaat khas Dolly-Jarak.
Selain lewat facebook, sistem pemasaran e-Dolly juga memanfaatkan BlackBerry massanger (BBM).
Cara ini dilakukan untuk menjaga tamu agar tahu bahwa mereka masih bisa melayani meski wisma tutup. Sedangkan layanan drive thru, bisa langsung datang ke Gang Dolly.
Lalu dimana PSK-nya? Mirip layanan Drive Thru, konsumen seks e-Dolly tidak perlu mengambil sendiri menu pesanannya.
Ada petugas atau pelayan yang mengantar ke tempat yang dituju.
“Sistem transaksinya booking out mas,” kata makelar yang menemui Surya(Tribunnews.com Network).
Pesan dilakukan di Dolly atau menelepon para makelar Dolly, tapi menikmatinya harus di luar Dolly.
Para PSK itu tidak diperkenankan melayani tamu di luar pesanan makelar.
Satu lagi, tatacara menggunakan jasa PSK e-Dolly, para pembooking tidak bisa serta merta memilih hotel sendiri. Hanya pelanggan tetap boleh menentukan hotel pilihan.
"Hotelnya sih terserah sampeyan. Cuma tergantung ceweknya. Biasanya dia punya hotel rekomendasi sendiri,” ungkapnya.
Pemesanan eDolly Mirip Layanan Drive Thru
SURABAYA - Berbekal informasi pelanggan Dolly, tim Surya selama sepekan membuntuti sepak terjang generasi e-Dolly.
Penelusuran dimulai dengan napak tilas di eks lokalisasi Dolly.
Datang di sore hari, terlihat jelas wajah Dolly dan Jarak yang benar-benar bersih.
Papan nama wisma dan gambar minuman keras sudah dicopoti. Juga tidak ada lagi perempuan berpakaian seksi yang lalu lalang.
Gang lebih banyak terisi anak-anak yang sedang bermain. Suasana sudah terasa sama dengan umumnya pemukiman warga biasa.
Suasana sosial pemukiman berlanjut hingga malam. Tidak ada lagi tamu berdatangan. Tempat-tempat parkir yang dulu penuh, tetap saja kosong melompong.
Yang masih terlihat ramai adalah gang menuju Wisma Barbara. Di sini masih terdengar dentuman musik.
Suara house music itu berasal dari sebuah eks wisma, lengkap dengan kerlap-kerlip lampu dansa. Tapi tidak ada PSK di sana.
Blusukan gang-gang kecil selesai. Surya berganti menggunakan mobil.
Cara ini lebih mudah menarik perhatian para penjaja. Tepatnya para makelar perempuan. Ternyata benar.
Mobil yang baru saja memasuki kawasan Dolly ini langsung memikat perhatian.
Beberapa pemuda yang semula duduk di pinggir gang, satu persatu berdiri begitu melihat ada mobil bergerak pelan.
Surya lalu membuka kaca jendela dekat kemudi. Saperti sudah mendapat kode isyarat, satu di antara pemuda itu melangkah mendekat.
Mobil Surya berheti persis di depan pemuda itu. Hanya dalam hitungan detik, dua pemuda lainnya ikut merapat. “Cewek, Mas?” kata seorang pemuda berpawakan kecil.
Posisi mobil masih di tengah jalan. Jalan yang sempit, membuat transaksi sedikit tersendat.
Kami harus memposisikan mobil di pinggir agar kendaraan roda empat lainnya bisa melintas.
Para pemuda itu berlomba menawarkan jasa. Ada yang kemudian menunjukkan tablet. Tapi, lebih banyak yang mengeluarkan BlackBerry-nya.
“Ini ceweknya, Mas. Pilih saja. Apik-apik (bagus-bagus), pinter-pinter (pintar-pintar). Masalah pelayanan jangan khawatir,” ujarnya.
Dari layar BlackBerry, yang disodorkan, terlihat sedikitnya ada 15 foto cewek yang ditampilkan.
Ada foto sebenarnya, ada pula foto yang diambil dari aplikasi foto editor.
Saat Surya (Tribunnews.com Network) memilih-milih foto, pemuda itu tak henti-hentinya melontarkan keunggulan cewek binaannya.
“Foto dengan aslinya, masih cantik aslinya,” imbuhnya.
Pemuda itu merekomendasi beberapa cewek yang menurutnya tidak akan mengecewakan.
Rata-rata, usia PSK yang dia tawarkan antara 23 sampai 35 tahun.
Model penawaran e-Dolly ini ternyata cukup simpel. Hanya butuh waktu, paling lama 15 menit untuk memilih deretan perempuan sekaligus menuntaskan transaksinya.
Pelanggan juga tidak perlu turun dari mobil. Ini mirip layanan Drive Thru di Samsat atau di restoran cepat saji.
Pelanggan cukup menghentikan kendaraan, buka kaca mobil atau lalu transaksi pun bisa dilakukan.
Tamu juga tidak perlu menenjemput cewek pesanan karena sudah ada ‘petugas’ yang mengantar.
Layanan ini mirip saat memesan makanan cepat saji. Konsumen datang, memesan, membayar dan mengambil makanan pesanan tanpa harus turun dari kendaraan.
Tidak ada lagi ‘akuarium’ atau cewek duduk berderet di sofa panjang. Tidak ada lampu gemerlap.
Tidak ada pula pekerja wisma berpakaian batik yang memburu pelanggan.
Ya, transaksi seks tidak lagi dilakukan di dalam wisma karena memakai sistem e-Dolly dan drive thru.
Tarif eDolly Lebih Mahal Tiga Kali Lipat, Rp 450 Ribu Sekali Kencan
SURABAYA - Mereka memasang tarif Rp 450.000.
Tarif itu tiga kali lipat saat Dolly masih buka, yang dipatok Rp 100.000 sampai Rp 250.000 untuk sekali kencan di wisma. Tarif Rp 450 itu untuk kencan tiga jam plus sewa kamar hotel.
Pemuda lain tak kalah mempromosikan. Ia pamerkan foto-foto perempuan dari smartphone.
Cewek yang ditawarkan lebih muda. Tapi tarif yang dipatok lebih mahal.
“Yang ini Rp 750.000. Ini anak SPG (sales promotion girl). Bukan eks asli Dolly. Makanya agak mahal,” ungkapnya.
Vivi, perempuan eks Dolly menuturkan, masih cukup banyak perempuan eks Dolly yang melanjutkan karir di Surabaya melalui e-prostitusi.
“Yang saya tahu, ya teman-teman saya saja, jumlah puluhan,” katanya.
Tidak ada data persis. Selain mereka bergerak diam-diam, juga memang tidak ada satupun lembaga yang mendata mereka.
Praktik mereka umumnya berkembang antarjaringan teman eks Dolly dan jaringan pemakai.
Pengakuan senada diungkapkan eks penghuni Dolly lainnya, Novi, 27 tahun
Menurut Novi, ia dan teman-teman sempat pulang ke desa. Tapi, ia kemudian memutuskan balik setelah mengetahui teman-teman satu wisma juga balik ke Surabaya. Kali ini mereka pindah tinggal di tempat kos.
“Aku sek tetep kerjo. Ya opo maneh (Aku masih tetap bekerja. Mau bagaimana lagi),” katanya.
Seperti tema-temannya, Novi mengandalkan penjual model e-prostitusi.
Sehari semalam, ia mengaku masih bisa melayani hingga 3 pria. Jumlah ini terbilang minim dibanding saat masih di wisma dulu.
Tetapi, model layanan e-prostitusi lebih menguntungkan baginya. Selain layanannya yang singkat, rupiah yang didulangnya jauh lebih besar.
“Enak begini. Dapatnya banyak. cuma kasih jatah ke makelar sisanya kan untuk saya semua,” aku perempuan berkulit putih itu.
Novi memasang tarif di atas Rp 450 untuk short time, tiga jam kencan.
eDolly Lebih Sreg Pakai Hotel Rujukan dan Dikawal Anjelo
SURABAYA - Vivi yang tinggal di sekitar Dolly ini mengaku punya sejumlah hotel langganan.
Di hotel itu pula biasanya para makelar menyarankan calon pelanggan.
Bahkan, makelar biasa langsung memasukkan tarif hotel itu include dalam satu tarif kencan.
Vivi dan umumnya PSK mengaku lebih nyaman dengan pola hotel rujukan. Biasanya, begitu ada pelanggan, utusan makelar akan menjemput.
“Anjelo itu kebagian Rp 100.000 untuk sekali antar,”
Anjelo itu menjadi sebutan populer orang yang bertugas antarjemput. Kata Anjelo itu sendiri merupakan akronim antar jemput lonte (Anjelo).
Tugas mereka bukan sekadar antarjemput, melainkan juga mengawal.
Mereka yang berjaga di seputar kawasan, termasuk mengawasi jika sewaktu-waktu ada razia petugas.
“Lebih menguntungkan begini, daripada yang dulu (waktu Dolly masih beroperasi),” katanya.
Dibanding dengan praktik di Dolly dulu, sekarang ini memang jauh lebih sepi.
Tapi untuk pendapatan, Vivi mengaku lebih senang. Dari sekali melayani, ia masih bisa mengantongi sekitar Rp 250 bersih.
Sementara saat Dolly beroperasi, biasanya sekali kencan tarif atas hanya Rp 75.000, sebelum dipotong makelar dan pemilik wisma.
Jika dapat satu tamu saja, hasilnya nyaris sama dengan mangkal semalam di wisma.
Ini Pengakuan Bekas PSK Dolly, Bergabung Dengan eDolly
SURABAYA - Perempuan eDolly yang itu bernama Vivi.
Di dunia prostitusi, nama keren begitu, umumnya hanyalah nama panggilan.
Nama sebenarnya, hampir-hampir tidak ada yang mau membukanya.
Usia Vivi kini 27 tahun. Perempuan asal Banyuwangi ini dulu menghuni Wisma Nusa 2.
Surya beruntung karena Vivi mau bercerita banyak seputar pengalamannya menjajakan diri pasca penutupan Dolly.
Ia berkisah, sebelum Dolly ditutup, ia sempat pulang ke Banyuwangi. Begitu Dolly sunyi, ia segera balik ke Surabaya.
Sejumlah teman dan makelar yang dikenal membantunya. Berkat mereka pula Vivi melanjutkan operasi.
Bersama mereka pula, ia membentuk group yang menjual layanan cinta melalui internet.
Ada puluhan bekas PSK yang kembali beroperasi diam-diam bersamanya.
Operasi itu hingga kini masih aman-aman saja. Belum sekalipun terjamah petugas.
Tempat tinggal Vivi, terbilang aman. Rumah itu hanyalah kos-kosan dan murni untuk tempat tinggal.
Semua layanan dilakukan di luar. Umumnya di hotel yang dianggap aman.
Para PSK baru akan berangkat ke hotel setelah transaksi beres.
Vivi biasanya memilihkan hotel untuk pelanggannya. Ia mengaku sudah punya hotel langganan, sehingga aman.
Sebenarnya, ia tidak keberatan dibooking ke hotel pelanggan.
Tapi, itu hanya dilakukan untuk pelanggan yang sudah benar-benar dikenal.
Ia ogah datang ke hotel pelanggan yang baru dikenal.
“Saya sudah kapok. Saya tidak mau lagi, Mending mencari (hotel) bareng-bareng,” ucapnya.
Vivi mengaku kapok karena, pernah mengalami peristiwa buruk. Ia datang ke hotel tamu di kawasan Surabaya Timur.
Disitu ia disiksa. Pemesan ternyata dua orang dan berlaku kasar. Vivi menduga, pemakai jasanya, orang Kalimantan, menderita kelainan seksual.
Vivi harus dievakuasi satpam hotel, sebelum dijemput pengantarnya. Akibat perlakukan itu, ia opname selama tiga hari di rumah sakit.
"Makanya kalau ada tamu yang sudah punya hotel, saya ngeri. Sudah kapok!” tegasnya.
Vivi mengaku tidak berkutik disiksa. Sebab, ia sama sekali tidak kenal lingkungan hotel pelanggan.
Termasuk tidak kenal sama sekali terhadap pelayan hotel. Ini berbeda dengan hotel-hotel yang sudah menjadi langganannya.
Rahasia Terlarang Mengintip Startup Terseksi di Indonesia
lokalisasi
,
panti pijat
,
pelacuran
,
prostitusi
,
seks
,
sex
,
underground
Edit
0 komentar :
Post a Comment