Dalam 2 Bulan, 218 Wanita di Bantul yang Mayoritas ABG Gugat Cerai Suami
Bantul - Entah karena dampak pergaulan bebas atau faktor ketidaksiapan membina rumah tangga, sebanyak 218 istri di Kabupaten Bantul menggugat cerai suaminya. Kasus permohonan gugat cerai tersebut masuk ke Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Bantul hanya dalam kurun waktu Agustus-September.
Humas PA Kabupaten Bantul Akhbarudin menyatakan kasus gugat cerai tersebut rata-rata terjadi pada pasangan usia muda. Berdasar proses mediasi di pengadilan, Akbarudin menyebut, perkara gugat cerai ini kebanyakan dipicu faktor ekonomi yang menganggu keharmonisan keluarga.
Namun yang menjadi ironi, pokok permasalahan dari permohonan gugat cerai justru dilatarbelakangi faktor awal terjadinya pernikahan, di antaranya kehamilan di luar nikah yang berujung pernikahan dini. Bahkan, pemicu perceraian ada juga yang disebabkan karena pernikahan bermotif ekonomi.
"Jadi ada juga yang menikah karena dibayar. Biasanya kasus seperti ini terjadi untuk menutup malu keluarga karena anaknya hamil di luar nikah dan pihak lelaki tidak mau bertanggung jawab. Akhirnya dicarikan pasangan," katanya saat ditemui di Kantor PA Kabupaten Bantul.
Akhbarudin menambahkan, selama bulan September kemarin pihak PA Kabupaten Bantul menangani 458 kasus perceraian dimana 378 kasus merupakan kasus gugat cerai. Jumlah tersebut merupakan akumulasi dari kasus-kasus di bulan sebelumnya.
"Kalau di bulan Oktober kemarin, kita menerima tambahan sebanyak 154 permohonan cerai. Kalau di rata-rata usia pemohon antara belasan hingga 30 tahunan," ujarnya.
Tingginya angka permohonan cerai ini memicu peningkatan frekuesi persidangan. Dalam setiap harinya, PA Kabupaten Bantul menggelar sidang minimal 50 perkara perceraian.
"Persoalan ini bukan sebatas persoalan keluarga. Ini persoalan bersama yang harus menjadi perhatian semua pihak," katanya.
Akhbarudin tak memungkiri, maraknya pergaulan bebas menjadi faktor dominan pemicu perceraian. Alasan ini dilatarbelakangi ketidaksiapan pasangan muda dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Terlebih jika keluarga baru tersebut tidak didukung kesiapan ekonomi yang memadai.
"Jadi sebisa mungkin saat menikah sudah memiliki penghasilan. Karena permasalahan yang disebabkan faktor ekonomi, nanti akan berdampak ke mana-mana," tutupnya.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment