Studi: Orang yang Sering Galau Juga Lebih Gampang Sakit
Jakarta - Bila ingin mengenal seseorang, maka yang harus kita perhatikan adalah karakteristik atau kepribadiannya. Akan tetapi sebuah penelitian terbaru dari Amerika menemukan, kepribadian juga bisa jadi indikator sehat tidaknya fisik seseorang lho.
Kesimpulan ini diperoleh peneliti setelah meminta 6.904 orang Amerika, baik pria maupun wanita dengan usia rata-rata 68 tahun untuk mengisi sebuah kuesioner. Dalam kuesioner itu, responden disodori daftar kepribadian semisal 'dominan', 'ramah', dan 'easy going'.
Selanjutnya, mereka diminta memberikan penilaian pribadi terhadap masing-masing karakteristik tersebut. Lantas dari jawaban tersebut, peneliti dapat memasukkan tiap responden ke dalam golongan kepribadian tertentu.
Untuk studi ini, peneliti membagi kepribadian responden menjadi lima besar, yakni 'extroversion', 'agreeableness', 'conscientiousness', 'neuroticism', dan 'openness'. Skala yang dipakai peneliti untuk menentukan hal ini adalah skala angka 1-4. Makin besar skornya, berarti orang yang bersangkutan makin condong pada kepribadian yang dimaksud, begitu juga sebaliknya.
Empat tahun setelah pengisian kuesioner, setiap responden juga ditanyai lagi, apakah mereka mendapatkan diagnosis penyakit tertentu dari dokter atau tidak. Ini dilakukan agar peneliti dapat memastikan keterkaitan antara kepribadian tadi dengan risiko penyakit yang dimiliki responden itu sendiri.
Lantas bagaimana hasilnya? Simak pemaparannya seperti dikutip dari jurnal Social Psychological and Personality Science:
1. 'Conscientiousness'
Pekerja keras, dapat diandalkan, patuh serta mampu mengendalikan keinginannya tergolong ke dalam kepribadian ini. Menurut peneliti, orang-orang semacam ini cenderung kebal penyakit. Bahkan risiko stroke mereka 37 persen lebih rendah ketimbang orang yang berkepribadian sebaliknya.
Tak hanya itu, risiko hipertensi mereka juga menurun sebanyak 27 persen, arthritis atau radang sendi 23 persen dan diabetes 20 persen. "Bisa jadi karena orang-orang seperti ini cenderung mempunyai gaya hidup yang sehat, seperti rajin berolahraga dan pilih-pilih makanan," terang peneliti.
2. 'Openness'
Yang tergolong ke dalam kepribadian ini adalah orang-orang kepo atau selalu ingin tahu, suka berimajinasi, suka mencoba hal atau gagasan baru, dan memiliki ketertarikan terhadap banyak hal.
Makin besar skor seseorang untuk tergolong ke dalam kepribadian ini, maka risiko stroke mereka akan turun sebanyak 31 persen lebih rendah, begitu juga dengan risiko sakit jantung yang berkurang hingga 17 persen, hipertensi 29 persen dan arthritis 21 persen.
"Orang yang berpikiran terbuka lebih kreatif dalam mencari peredam stres dan memiliki kondisi kesehatan yang lebih baik karena mampu berkomunikasi dengan dokter," kata peneliti.
3. 'Extroversion'
Orang yang termasuk ke dalam golongan kepribadian ini adalah orang yang selalu berpikiran positif, tegas, banyak bicara, pandai bersosialisasi, dan suka menjadi pusat perhatian.
Risiko hipertensi pada orang-orang ini menurun hingga 26 persen.
4. 'Agreeableness'
Individu semacam ini suka bergaul, selain itu mereka cenderung perhatian, baik, dermawan, suka membantu, mudah percaya dan dapat dipercaya oleh orang lain. Mereka juga tak segan untuk berkompromi terhadap sesuatu.
Menurut pakar, risiko diagnosis radang sendi orang yang termasuk ke dalam kepribadian ini mencapai 21 persen. "Individu yang semacam ini dapat membuat koneksi sosial yang sangat kuat, padahal koneksi sosial identik dengan kondisi kesehatan yang baik, sehingga tubuh mereka terlindung dari penyakit," papar peneliti.
5. 'Neuroticism'
Yang digolongkan sebagai neurotik adalah orang-orang yang sensitif, mudah gugup, moody, sering marah atau sedih, cemas dan depresi. Padahal sebuah studi menemukan mereka yang kerap khawatir seperti ini lebih cenderung mengidap penyakit yang mengkhawatirkan di kemudian hari.
Risiko penyakit jantungnya mencapai 24 persen, gangguan paru 29 persen, tekanan darah tinggi 37 persen dan arthritis 25 persen.
Mengapa begitu? Teori sebelumnya mengatakan orang-orang seperti ini tak dapat mengelola stresnya dengan efektif, jadi tubuh mereka melepaskan lebih banyak hormon kortisol, yang bisa merusak sistem kekebalan dan organ lain, tak terkecuali otak.
"Studi ini penting karena dari kepribadian seseorang ternyata kita bisa memprediksi penyakit apa yang mungkin menyerangnya nanti. Untungnya ada studi lain yang memperlihatkan bahwa kepribadian seseorang itu bisa berubah, walaupun secara perlahan-lahan. Tapi kalau mau berubah, ini artinya risiko penyakitnya pun bisa berkurang," tandas salah satu peneliti Professor Joshua Jackson dari Washington University in St Louis, AS.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment