Komplotan Pembobol Rekening Bank Beraksi dari Dalam Penjara
Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap komplotan pembobol rekening bank yang beraksi dari dalam penjara. Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Didik Sugiarto mengatakan dalang komplotan bernama E, 41 tahun, yang telah berstatus tersangka menguras puluhan rekening bank dengan modus penggandaan kartu Anjungan Tunai Mandiri.
"Tersangka E melakukan transaksi awal penggandaan (skimming) waktu masih berada di salah satu LP," kata Didik di Polda Metro Jaya, Minggu 23 Agustus 2015. "Saat ditangkap, ia baru saja bebas dari LP."
Didik menuturkan, E ditahan di LP Cipinang atas kasus yang sama, penggandaan kartu kredit. E ditangkap setelah Bank BCA melaporkan pencurian data tujuh nasabah yang merugikan perusahaan senilai Rp 400 juta pada 13 Juli 2015. Adapun, E keluar dari LP Cipinang pada April 2015. Sementara, aksi kejahatannya dimulai sejak Februari 2015.
Selain E, pelaku lainnya adalah W, 32 tahun. W berperan membantu E membeli kartu ATM dengan pin. Setelah itu, melakukan penarikan uang di beberapa ATM. Menurut Didik, sejak Februari hingga Juni 2015, W sudah puluhan kali melakukan penarikan.
Selain E dan W, polisi juga menangkap MFH, 32 tahun, yang berperan sebagai suruhan W untuk membeli valas atas nama Michael Liu. AG, 34 tahun yang berperan membeli valas atas nama Anton. Dan Supri, 31 tahun, yang membuat empat KTP palsu untuk membeli valas. Atas perbuatannya, para pelaku dikenakan pasal 363 KUHP tentang pencurian dan 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman hukuman penjara masing-masing maksimal sembilan tahun dan enam tahun penjara.
Bobol Rekening dari Dalam Bui, Beli Pin ATM Pakai Bitcoin
Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap komplotan pembobol rekening bank yang beraksi dari dalam penjara. Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Didik Sugiarto mengatakan dalang komplotan bernama E, 41 tahun, yang telah berstatus tersangka menguras puluhan rekening bank dengan modus penggandaan kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Didik menjelaskan E membobol rekening dengan membeli kartu ATM yang sudah disertai dengan pin di tiga situs. "Dia membelinya menggunakan bitcoin dengan harga antara US$ 300 hingga US$ 700," kata Didik di Polda Metro Jaya, Minggu, 23 Agustus 2015.
Pembelian ATM, kata Didik, dilakukan oleh E di dalam penjara dengan menggunakan telepon seluler. Itu sebabnya, E dibantu oleh W, 32 tahun. Tugas W, kata Didik, membantu E melakukan pembayaran melalui bitcoin. Tiga hari setelah pembayaran, kartu ATM pesanan akan dikirim ke alamat pemesan.
"E minta dikirim ke alamat kantor pos terdekat. Ia minta bantuan ojek yang juga mantan napi untuk mengambil paket itu dari kantor pos ke LP. Setelah diterima oleh E, paket diserahkan ke W," ujar Didik.
Tugas W selanjutnya, Didik meneruskan, adalah melakukan penarikan uang di beberapa ATM. Menurut Didik, sejak Februari hingga Juni 2015, W sudah puluhan kali melakukan penarikan.
Selain E dan W, polisi juga menangkap MFH, 32 tahun, yang berperan sebagai suruhan W untuk membeli valas atas nama Michael Liu. AG, 34 tahun yang berperan membeli valas atas nama Anton. Dan Supri, 31 tahun, yang membuat empat KTP palsu untuk membeli valas. Atas perbuatannya, para pelaku dikenakan pasal 363 KUHP tentang pencurian dan 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman hukuman penjara masing-masing maksimal sembilan tahun dan enam tahun penjara.
Uang Hasil Pembobolan Bank Dipakai Beli Mobil dan Valas
Jakarta - Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap komplotan pembobol rekening bank yang beraksi dari dalam penjara. Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Didik Sugiarto mengatakan komplotan ini beraksi dari dalam penjara. Para pelaku menguras puluhan rekening bank dengan modus penggandaan kartu Anjungan Tunai Mandiri.
"Jumlah penarikan paling besar Rp 306 juta. Hasilnya digunakan untuk membeli Xenia dan menafkahi keluarga," kata Didik di Polda Metro Jaya, Minggu 23 Agustus 2015.
Selain dibelikan mobil, E, 41, tersangka utama, dan W, 32, menggunakan uang hasil kejahatannya untuk membeli valas. Keduanya lagi-lagi melakukan tindak pidana dalam pembelian valas. "Valas dibeli dengan menggunakan dokumen palsu," kata Didik.
Selain E dan W, polisi juga menangkap MFH, 32 tahun, yang berperan sebagai suruhan W untuk membeli valas atas nama Michael Liu. AG, 34 tahun yang berperan membeli valas atas nama Anton. Dan Supri, 31 tahun, yang membuat empat KTP palsu untuk membeli valas. Atas perbuatannya, para pelaku dikenakan pasal 363 KUHP tentang pencurian dan 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman hukuman penjara masing-masing maksimal sembilan tahun dan enam tahun penjara.
Didik menuturkan, E ditahan di LP Cipinang atas kasus yang sama, penggandaan kartu kredit. E ditangkap setelah Bank BCA melaporkan pencurian data tujuh nasabah yang merugikan perusahaan senilai Rp 400 juta pada 13 Juli 2015. Adapun, E keluar dari LP Cipinang pada April 2015. Sementara, aksi kejahatannya dimulai sejak Februari 2015. Jadi, pembobolan rekening ini dilakukan E ketika masih dalam penjara.
Polisi Selidiki Jaringan Internasional Pembobol Bank dari LP
Jakarta - Polda Metro Jaya menyelidiki jaringan internasional pembobol rekening nasabah yang menjadikan Indonesia sebagai target. Cara kerjanya, menjual kartu ATM yang sudah disertai dengan data-data nasabah, termasuk nomor pin kartu, melalui website.
"Tim sedang bekerja mengusut dan membongkar cara kerja web yang dapat mencuri data nasabah ini," kata Kasubdit 3 Ajun Komisaris Besar Didik Sugiarto, Ahad 23 Agustus 2015.
Adapun tiga website yang sudah diketahui oleh penyidik Polda, kuat dugaan memiliki basis di luar negeri. Segala transaksi yang dilakukan oleh admin dan pemesan, dilakukan secara daring. Adapun harga satu kartu ATM yang dilengkapi dengan nomor pin dijual berkisar Us$ 300 sampai US$ 700 atau setara dengan Rp 4,1 juta hingga Rp 9,7 juta jika dikonversikan dengan nilai tukar saat ini Rp 13.832.
Salah satu pelanggan website tersebut adalah tersangka berinisial E, 41 tahun, yang bertransaksi dari balik penjara. "E bertransaksi menggunakan bitcoin," kata Didik. Dari balik Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, E menggunakan handphone untuk melakukan transaksi. Selama bertransaksi, E dan admin website tersebut menggunakan Bahasa Inggris dalam bercakap.
Proses transaksi nampak sederhana. Jika E sudah membayar pesanan, dalam waktu tiga sampai empat hari, paket akan dikirim ke alamat yang disebutkan E. Menurut Didik, E selalu meminta pesanan diantar ke kantor pos yang dekat dari penjara lalu meminta sopir ojek mengantar pesanan ke LP.
Selama di dalam penjara, E berhasil membeli 27 kartu ATM berbagai macam bank. Menurut hasil penyelidikan, tak kurang dari Rp 400 juta sudah dikantongi dari hasil membobol rekening tujuh nasabah. "Jumlah penarikan paling banyak dari satu nasabah sekitar Rp 306 juta," kata Didik.
E tak sendirian dalam membobol rekening. Ia dibantu tersangka lain berinisial W, 32 tahun. Tugas W adalah membayar kartu ATM yang dipesan lalu melakukan penarikan di beberapa ATM. "Jika paket sudah diterima, diserahkan ke W lalu W yang melakukan penarikan," kata dia.
Selain E dan W, Resmob juga menangkap MFH, 32 tahun, yang berperan sebagai suruhan W untuk membeli valas atas nama Michael Liu, AG, 34 tahun yang berperan membeli valas atas nama Anton dan Supri, 31 tahun, yang membuat empat KTP palsu untuk membeli valas. Atas perbuatannya, E dan W dikenakan pasal 363 KUHP dan 263 KUHP dengan ancaman hukuman penjara masing-masing maksimal sembilan tahun dan enam tahun penjara.
Begini Cara Pembobol Bank Kecoh CCTV
Jakarta - Unit Resmob Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menangkap pembobol rekening nasabah melalui kartu Anjungan Tunai Mandiri yang telah digandakan. Untuk mengecoh Closed Circuit Television (CCTV), tersangka berinisial W, 32 tahun, beraksi dengan menggunakan wig (rambut palsu).
"W yang bertugas menarik uang di beberapa ATM menggunakan wig dan kumis palsu untuk mengaburkan identitasnya," kata Kasubdit 3 Ajun Komisaris Besar Didik Sugiarto, Minggu 23 Agustus 2015.
Selain menggunakan wig dan kumis palsu, W juga menggunakan dokumen palsu untuk membeli valuta asing. "Uang hasil kejahatan tak hanya dibelikan mobil atau untuk menafkahi keluarga, tetapi untuk bertransaksi valas. Dia gunakan dokumen palsu untuk beli valas," kata Didik.
Menurut Didik, W bukan dalang pembobolan rekening nasabah. Sebab, dalang pembobolan adalah tersangka E, 41 tahun, residivis kasus yang sama. W hanya membantu aksi E selama E masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang.
Didik menjelaskan, aksi E dilakukan dengan membeli kartu ATM yang sudah disertai dengan pin di tiga website. "Dia membelinya menggunakan bitcoin dengan harga antara US$ 300 hingga US$ 700," kata Didik. Pembelian ATM, kata Didik, dilakukan oleh E di dalam penjara dengan menggunakan handphone.
Untuk membantu aksinya, E dibantu oleh W, 32 tahun. Tugas W, kata Didik, membantu E melakukan pembayaran melalui bitcoin. Tiga hari setelah pembayaran, kartu ATM pesanan akan dikirim ke alamat pemesan. "E minta dikirim ke alamat kantor pos terdekat. Ia minta bantuan ojek yang juga mantan napi untuk mengambil paket itu dari kantor pos ke LP. Setelah diterima oleh E, paket diserahkan ke W," kata Didik.
Setelah kartu ATM diterima, kata Didik, W melakukan penarikan uang di beberapa ATM. Menurut Didik, sejak Februari hingga Juni 2015, W sudah puluhan kali melakukan penarikan. "Jumlah penarikan paling besar Rp 306 juta. Hasilnya digunakan untuk membeli Xenia dan menafkahi keluarga," kata dia.
Waspada Modus Pengandaan Kartu ATM Jaringan Internasional
investigasi
,
modus operandi
,
reportase
,
telisik
,
telusur
Edit
0 komentar :
Post a Comment