Dituduh Chatting Mesra dengan Teman Lama, Wanita di Bandung Diadili Kasus UU ITE
Bandung - Wisni Yetty (47), kini duduk di kursi pesakitan. Ia terancam enam tahun penjara gara-gara dituduh chatting mesra dengan temannya saat ia masih duduk di bangku SMP. Suaminya melaporkan ke polisi. Wisni diadili dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Wisni membantah telah melakukan apa yang dituduhkan.
Peristiwa itu terjadi pada 2011 silam. Wisni menjalin komunikasi dengan Nugraha, teman masa kecilnya. Wisni berada di Bandung, Nugraha di Padang, Sumatera Barat. Mereka berkomunikasi melalui chatting di facebook.
Chatting Wisni dan Nugraha diketahui suaminya, Haska Etika. Ia diam-diam 'membobol' facebook istrinya pada Oktober 2011. Pada 2013, Haska menggugat cerai Wisni. Ketika dalam proses perceraian, tahun yang sama Wisni melaporkan suaminya karena KDRT. Kasus itu hingga kini masih P19.
Haska lalu melaporkan isi chatting Wisni pada Februari 2014 ke Polda Jabar dengan tuduhan mendistribusikan dan mentransmisikan kalimat atau bahasa yang bersifat asusila.
Wisni sempat ditahan sembilan hari di Polda Jabar, karena dituduh melarikan diri, saat ia pergi ke rumah orangtuanya di Padang.
Akhirnya ibu tiga anak ini mulai disidang sekitar November 2014. Ia didakwa pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 ayat (1) UU no 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Pada kamis digelar sidang kedelapan dengan pemeriksaan saksi di Ruang III PN Bandung, Jalan LRE Martadinata. Dua orang penyidik dari Polda Jabar dimintai keterangan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suharja menanyakan kembali kronologi penyidikan yang dilakukan penyidik Polda Jabar kepada saksi. Suharja menanyakan terkait pemeriksaan dan soal print out hasil chatting sebanyak 3 bundel yang menjadi barang bukti.
Menurut pengakuan saksi penyidik, saat itu pihaknya mendapatkan 3 bundel bukti percakapan di facebook itu dari pelapor pada saat melaporkan kasus tersebut ke Polda Jabar.
"Tiga bukti dokumen berupa hasil print out itu didapat dari Haji Aska (Haska Etika-pelapor). Ketika nanya apakah itu sesuai dengan hasil percakapan, beliau mengatakan iya namun yang aslinya sudah dibakar. Sebelum dibakar difotocopy terlebih dahulu," ujar salah seorang saksi.
Sementara itu dari pihak Penasehat Hukum terdakwa yakni Suryantara juga ikut mencecar saksi dengan sejumlah pertanyaan. Pihaknya mempertanyakan terkait bundelan hasil print out percakapan.
"Berapa jumlah lembar hasil print out tersebut?" tanya Kuasa Hukum. Saksi menjawab sekitar lebih dari 300 halaman. Suryantara kemudian menunjukkan kepada majelis hakim bahwa menurut keterangan salah satu saksi, jumlah kertas hasil print out tersebut hanya 200 lembar.
Menurut kuasa hukum Wisni yang lainnya, Rusdi Arlond, dari hasil digital forensik, kata-kata mesra atau tidak senonoh yang dituduhkan tidak terbukti. "Klien saya hanya curhat tentang masalah KDRT yang dialaminya kepada temannya. Klien saya tidak mengakui adanya percakapan asusila itu, dan tidak terbukti dari digital forensik," katanya usai sidang.
Sementara itu dalam persidangan, Majelis Hakim yang diketuai oleh Saptono dan dua Hakim anggota yakni Janverson Sinaga dan Barita Lumban Gaol itu juga mempertanyakan salah satu tersangka lain yang tidak dihadirkan di persidangan. Tersangka lainnya yakni Nugraha yang merupakan lawan chatting Wisni di dalam Facebook tersebut.
"Ini kan Nugraha statusnya ini tersangka ditulis di sini. Kenapa dia tidak ada di sini? Kan perbuatan ini dilakukan dua orang, Ibu Wisni dan Nugraha ini. Mengapa mereka tidak dipertemukan di sini?" tanya majelis hakim keheranan.
Jaksa kemudian menjawab bahwa Nugraha belum bisa dihadirkan sebagai seorang terdakwa karena pada saat pemeriksaan berkas kasus ini Nugraha dalam kondisi sakit.
"Yang bersangkutan belum karena saat itu kondisinya sakit stroke," jawab Jaksa.
Hakim juga mempertanyakan mengapa Nugraha tidak ditahan di Bandung saja untuk memperlancar proses hukum atas kasus ini.
"Nugraha dalam berkas ini jadi tersangka, kenapa tidak dipanggil? Kenapa tidak dipertemukan dalam persidangan? Bagaimana ini," kata Hakim Janverson.
Sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan.
Ada Suami Gugat Istri, Saatnya UU ITE Direvisi
Jakarta - Pasal karet! Demikian Pasal 27 dan turunannya di UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dituding oleh penggiat kebebasan berekspresi dan pihak lainnya.
Menurut Direktur Eksekutif ICT Watch Donny B.U., pasal karet merupakan sebutan pasal yang bisa ditarik ulur berdasarkan kepentingan dari pihak pelapor. Mungkin benar ada beberapa kasus terkait pencemaran nama baik yang diakomodir oleh pasal ini, tetapi harus diakui jika pasal ini juga bisa digunakan untuk meredam kritik.
"Bisa juga untuk meredam kritik terhadap anti korupsi. Jadi pasal ini bisa digunakan secara suka-suka, di banyak kasus banyak digunakan untuk melakukan tekanan asimetrik kekuasaan. Digunakan oleh orang yang berkuasa kepada yang kurang berkuasa," jelas Donny.
Kasus terbaru adalah, Pasal 27 ayat 1 UU ITE jadi 'senjata' bagi seorang suami untuk menyeret (mantan) istrinya ke meja hijau dengan bermodal catatan komunikasi (rekam jejak chatting) di akun Facebook.
Peristiwa yang terjadi pada tahun 2011 ini menimpa Wisni Yetty. Ibu tiga anak ini menjalin komunikasi dengan Nugraha, teman masa kecilnya. Wisni berada di Bandung, Nugraha di Padang, Sumatera Barat. Mereka berkomunikasi melalui chatting di Facebook.
Chatting Wisni dan Nugraha diketahui suaminya, Haska Etika. Ia diam-diam membobol Facebook istrinya pada Oktober 2011. Pada 2013, Haska menggugat cerai Wisni. Ketika dalam proses perceraian, tahun yang sama Wisni melaporkan suaminya karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kasus itu hingga kini masih P19.
Haska lalu melaporkan isi chatting Wisni pada Februari 2014 ke Polda Jabar dengan tuduhan mendistribusikan dan mentransmisikan kalimat atau bahasa yang bersifat asusila.
Wanita 47 tahun ini sejatinya telah membantah tuduhan tersebut. Namun apa daya, ia tetap dipaksa duduk di kursi pesakitan dan didakwa pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 ayat (1) UU ITE.
Terkait kasus Wisni, Donny berpendapat sebaiknya negara tidak mencampuri yang dilakukan di ruang privat (akun media sosial). Ini menunjukkan bahwa Pasal 27 UU ITE dengan turunannya (ayat 1,2 dan 3) sudah saatnya untuk direvisi karena rentan menimbulkan masalah.
"Alasannya ya itu tadi, komunikasi privat bisa diancam pidana, kebebasan ekspresi seperti mengkritik bupati bisa dipidana," jelasnya.
"Saya sebenarnya mengapresiasi sikap dan niatan Kementerian Kominfo dan Komisi 1 DPR untuk melanjutkan revisi UU ITE di Prolegnas 2015 (Program Legislasi Nasional) yang sudah masuk di urutan ke-8," lanjut Donny.
Sekarang tinggal bagaimana stakeholder terkait sama-sama mendorong agar revisi UU ITE khususnya Pasal 27 benar-benar terjadi. Sebab begitu masuk Prolegnas artinya sudah tidak panjang lagi jalannya.
Tetapi pihak terkait cuma punya waktu sedikit untuk menyiapkan naskah akademis, RUU, komunikasi dengan Kominfo dan Komisi 1 DPR untuk meyakinkan apa yang harus direvisi.
"Waktunya sudah pendek, jangan sampai kita lengah dan tidak siap untuk membahasnya. Teman-teman di Civil Society sedang konsolidasi untuk bagi-bagi tugas menyiapkan draft RUU sandingan, naskah akademik, edukasi ke masyarakat, dan mengawal kasus yang terjadi terkait UU ITE," kata Donny.
"Termasuk untuk kasus Wisni. Dalam acara dialog kebebasan berekspresi di media sosial kemarin, ibu itu mengungkap ke kita dan di hadapan menkominfo dan Komisi 1 DPR, dari situ teman-teman baru tahu dan bertindak. Mulai dari LBH Pers dan lainnya untuk mengawal kasus ini," tandasnya.
Ketika UU ITE Jadi Senjata Balas Dendam Suami
Jakarta - Diseret ke meja hijau oleh (mantan) suami sendiri mungkin tak pernah ada di kepala Wisni Yetty. Namun itulah yang terjadi, ibu tiga anak ini kini harus duduk di kursi pesakitan dengan ancaman UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Peristiwa ini bermula pada tahun 2011 silam. Wisni menjalin komunikasi dengan Nugraha, teman masa kecilnya. Wisni berada di Bandung, Nugraha di Padang, Sumatera Barat. Mereka berkomunikasi melalui chatting di Facebook.
Chatting Wisni dan Nugraha diketahui suaminya, Haska Etika. Ia diam-diam 'membobol' Facebook istrinya pada Oktober 2011. Pada 2013, Haska menggugat cerai Wisni. Ketika dalam proses perceraian, tahun yang sama Wisni melaporkan suaminya karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kasus itu hingga kini masih P19.
Haska lalu melaporkan isi chatting Wisni pada Februari 2014 ke Polda Jabar dengan tuduhan mendistribusikan dan mentransmisikan kalimat atau bahasa yang bersifat asusila.
Menurut Damar Juniarto, Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SafeNet), kasus Wisni konteksnya adalah hubungan suami istri, dimana sang istri melaporkan KDRT suami sehingga berujung proses perceraian.
"Adapun pasal yang dipakai untuk mendakwa si istri (Wisni-red.) merupakan sebagai bungkus balas dendam suami, karena saat mengakses Facebook istrinya, ia menemukan ada komunikasi antara si istri dengan orang yang dikenalnya lama saat SMP," lanjut Damar.
"Jadi UU ITE khususnya pasal 27 ayat 1 yang didakwakan memfasilitasi sang suami untuk balas dendam kepada istrinya," tegasnya saat berbincang dengan detikINET.
Pelanggaran privasi juga dianggap telah terjadi dalam kasus ini. Damar berpendapat, dalam konteks perkawinan, hubungan suami istri memang harusnya tak ada rahasia. Tetapi privasi itu secara otomatis muncul jika sudah masuk ke ranah media sosial.
"Yang lucu soal privasi ini, hakim di PN Bandung sepertinya tak paham dalam privasi bersosial media dan rumah tangga. Ada pelanggaran suami mem-print out hasil komunikasi di Facebook Bahkan Wisni menyebut ada penambahan bahan, dan tak dipertanggungjawabkan. Apalagi password akun Facebook tersebut sudah diganti oleh si suami," papar Damar.
"Sebetulnya, si suami bisa dikenai ancaman pidana karena telah melanggar privasi, tapi ini tak dilakukan oleh si istri karena tak memperpanjang masalah karena pertimbangan anak-anaknya," pungkasnya.
Ini Pasal UU ITE untuk Menjerat Istri yang Chatting Mesra
Jakarta - Wisni Yetty jadi korban terbaru UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia dipidanakan oleh suaminya sendiri lantaran dituding melakukan chatting mesra via Facebook dengan teman lamanya.
Wanita 47 tahun ini memang telah membantah tuduhan tersebut. Namun apa daya, ia tetap dipaksa duduk di kursi pesakitan dan didakwa pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 ayat (1) UU ITE.
Pasal 27 ayat (1) UU ITE sendiri berbunyi: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."
Ancaman dari pasal tersebut tak main-main. Tersangka bisa dipidana sampai 6 tahun dan/atau denda Rp 1 miliar. Seperti yang diatur dalam pasal 45 (1) UU ITE, "Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)".
Peristiwa ini sendiri bermula pada tahun 2011 silam. Wisni menjalin komunikasi dengan Nugraha, teman masa kecilnya. Wisni berada di Bandung, Nugraha di Padang, Sumatera Barat. Mereka berkomunikasi melalui chatting di Facebook.
Chatting Wisni dan Nugraha diketahui suaminya, Haska Etika. Ia diam-diam 'membobol' Facebook istrinya pada Oktober 2011. Pada 2013, Haska menggugat cerai Wisni. Ketika dalam proses perceraian, tahun yang sama Wisni melaporkan suaminya karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kasus itu hingga kini masih P19.
Haska lalu melaporkan isi chatting Wisni pada Februari 2014 ke Polda Jabar dengan tuduhan mendistribusikan dan mentransmisikan kalimat atau bahasa yang bersifat asusila.
Wisni sempat ditahan sembilan hari di Polda Jabar, karena dituduh melarikan diri, saat ia pergi ke rumah orangtuanya di Padang.
Saat ini proses persidangan masih berlangsung. Dimana pada Kamis, digelar sidang kedelapan dengan pemeriksaan saksi di Ruang III PN Bandung, Jalan LRE Martadinata. Dua orang penyidik dari Polda Jabar dimintai keterangan.
0 komentar :
Post a Comment