Pemerintah gusur ciblek, terbitlah 'Gadis Kinjeng'
Fenomena menjamurnya Pekerja Seks Komersil (PSK) 'Gadis Kinjeng' di berbagai jalan protokol di Kota Semarang, Jawa Tengah, dinilai secara tidak langsung diciptakan oleh negara. Pendidikan mahal, harga kebutuhan tinggi tak terbeli sehingga beberapa perempuan dengan segala resikonya di jalanan nekat melacurkan diri.
"Negara ikut berperan menciptakan maraknya prostitusi terselubung di jalanan ini. Kebutuhan pokok tinggi, pendidikan mahal hingga akhirnya beberapa perempuan nekat dengan segala resiko turun ke jalan menjajakan diri untuk dikencani," ungkap Koordinator Lapangan (Korlap) GRIYA ASA-PKBI Jawa Tengah Ari Istiyadi, Kamis (27/3), di sela-sela sosialisasi dan pengarahan ratusan PSK di Lokalisasi Sunan Kuning (SK) Kawasan Argorejo, Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Ari yang akrab dipanggil Ari Gondrong ini menyatakan munculnya Gadis Kinjeng, PSK bermotor itu terjadi setelah bersihnya fenomena ciblek saat mantan Wali Kota Semarang Soemarmo melakukan penataan di Kawasan Simpang Lima Kota Semarang. Para ciblek ini beralih profesi dari yang dulunya menjual teh poci, kopi susu dan menu lainnya dengan pelayanan plus-plusnya, kini nekat menjadi Gadis Kinjeng.
"Tergusurnya ciblek dari Simpang Lima menjadikan mereka memilih untuk turun ke jalan, berusaha survive dengan segala resikonya. Mereka menyebar mulai di Jalan Pahlawan, Jalan Imam Bonjol dan sekitar Kawasan Jalan Protokol Kota Semarang," ungkapnya.
Resiko yang besar mereka ambil karena negara belum bisa menciptakan kesejahteraan kepada mereka. Selain itu, negara tidak berperan aktif menciptakan kondisi kesejahteraan. Akibatnya jalan apapun mereka tempuh untuk memenuhi kebutuhan mereka.
"Selain itu, regulasi aturan tentang PSK yang saat ini disosialisasikan dan mencoba diterapkan mereka sangat tidak adil. Sehingga perda yang memberikan sanksi nominal denda sampai Rp 50 juta atau dimasukkan ke panti rehabilitasi tidak mengurangi niatan mereka untuk bertahan mencari penghidupan dengan cara menjual diri mereka," ungkapnya.
Ari menegaskan, sanksi perda itu harusnya juga dikenakan dan diterapkan pada si lelaki hidung belang yang menggunakan jasa para PSK Gadis Kinjeng ini. Sementara itu, saat ini yang selalu terjadi hanya pihak PSK atau WTS-nya saja dikenai sanksi.
"Harusnya laki-laki hidung belangnya juga diberikan sanksi dan hukuman. Sebab, tanpa adanya laki-laki, transaksi prostitusi terselubung ini tidak akan ada dan terjadi. Ini tidak fair, tidak adil jika hanya PSK-nya saja yang menjadi sasaran dan jeratan perda itu," ungkapnya.
ASA-PKBI yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan keluarga saat ini berupaya untuk meminimalisir terjadinya penularan HIV-AIDS dan jenis IMS lainnya.
"Kami membuka beberapa klinik untuk menjadi rujukan dan pemeriksaan bagi kondisi kesehatan alat reproduksi mereka. Selain membuka beberapa lokalisasi, juga membuka beberapa klinik rujukan di sekitar Kota Semarang di antaranya di Kawasan Halmahera dan klinik Griya ASA di sekitar kompleks lokalisasi Sunan Kuning (SK) di Kawasan Argorejo Kota Semarang," tuturnya.
Selain itu juga melakukan kunjungan-kunjungan ke beberapa titik yang terdapat dan marak fenomena Gadis Kinjeng di Kota Semarang. Memang, kunjungan di lapangan ini dinilai kurang efektif. Namun, paling tidak ada upaya pergerakan pencegahan penyakit menular terhadap sang PSK ke laki-laki maupun sebaliknya, dari laki-laki ke PSK-nya.
"Apalagi saat ini kita fokus terhadap penelitian dan penanggulangan HIV-AIDS di beberapa kabupaten dan kota. Pasalnya, tingkat penularan HIV-AIDS dari laki-laki hidung belang, termasuk yang sering menggunakan jasa PSK terhadap sang istri yang merupakan ibu rumah tangga sangat tinggi," tegasnya.
Ari berharap, ada peran dan niatan baik kuat dari beberapa elemen negara yang harus memikirkan fenomena semacam PSK Gadis Kinjeng di sekitar wilayah Kota Semarang. Jika tidak, fenomena PSK Gadis Kinjeng ini akan menjadi fenomena seperti layaknya gunung es.
"Dari dekat ataupun jauh tidak terlihat bahwa pekerjaan seorang PSK Gadis Kinjeng ini rentan dan rawan terjadinya penularan penyakit yang bisa mematikan seperti HIV-AIDS yang makin bertambah korbannya saat ini," pungkas Ari.
Gadis Kinjeng, prostitusi terselubung bermotor marak di Semarang
Wilayah Kota Semarang, sebagai ibu kota provinsi Jawa Tengah menjanjikan berbagai hiburan dan wisata malam mulai dari cafe, bar, lounge sampai diskotik. Tak terkecuali rumah bordil maupun prostitusi tersedia di kota yang dikenal sebagai Kota Lumpia maupun kota Wingko Babat ini.
Meski sudah tersedia dan terbuka lebar dua tempat prostitusi di ujung sebelah barat kota ini, wisata seks malam prostitusi terselubung gadis bermotor atau kerap disebut 'gadis kinjeng' (gadis capung) ini masih kerap terjadi di jalanan.
Gadis Kinjeng ini tetap beredar meski sudah ada dua lokalisasi di Semarang di antaranya Kompleks Prostitusi Sunan Kuning sering disebut SK yang ada di Kawasan Argorejo. Kemudian tempat prostitusi kedua di Kompleks Prostitusi Gambirlangu atau dikenal GBL yang merupakan perbatasan antara Kota Semarang dan Kabupaten Kendal.
Prostitusi terselubung dengan kedok gadis bermotor ini kerap dijumpai di beberapa kawasan protokol Kota Semarang, di antaranya di kawasan Jalan Pemuda, Jalan Imam Bonjol dan Jalan Pandanaran dan sejumlah tempat lainya.
Dari pantauan merdeka.com, Sabtu (22/3) malam hingga dini hari, kawasan yang paling marak ada di Kawasan Jalan Imam Bonjol. Kawasan ini dekat dengan Stasiun Poncol, merupakan stasiun milik PT KAI yang menyediakan layanan jasa angkutan kereta api kelas ekonomi.
Belasan, bahkan puluhan gadis penjaja seks yang dulu biasa mangkal di pinggir jalan dengan hanya berdiri kemudian dihampiri laki-laki hidung belang kini berubah jadi menjadi gadis penjaja seks bermotor. Mereka dengan tanpa ragu dan malu sambil memarkirkan motornya di pinggir jalan menunggu pria nakal menghampirinya. Di kawasan Poncol ini puluhan PSK nangkring di atas motor menunggu pelanggannya untuk check in bersama di beberapa hotel kelas melati di sepanjang jalan Imam Bonjol itu.
"Selain faktor kelas dan harga mereka yang agak berubah naik, faktor keamanan juga mereka pikirkan. Jikalau sewaktu-waktu ada operasi pekat, mereka dengan sigap bisa melarikan diri dengan bermotor," ungkap Budi, salah seorang penikmat gadis bermotor saat ditemui merdeka.com di sebuah warung di Jl Imam Bonjol, Kota Semarang, Jawa Tengah Sabtu (22/3) dini hari.
Kalau tidak tahu, maka warga bisa menganggap mereka gadis biasa yang hanya lewat berkendara. Namun, jangan salah saat memarkirkan motornya mereka dengan canda dan tawa menebar senyum berbaju seksi, menjerat para hidung belang yang lalu lalang melintas di jalan raya itu.
Lain lagi dengan gadis bermotor yang berada di kawasan Jalan Pandanaran Kota Semarang. Tepatnya, di kawasan sekitar minimarket yang ada di dekat Kawasan Obyek Wisata Lawang Sewu dan Tugu Muda yang menuju ke arah Lapangan Pancasila Simpang Lima yang merupakan pusat kota Semarang.
Di kawasan ini, para gadis bermotor tidak secara langsung menjajakan dirinya. Mereka menggunakan jasa pelayanan seorang perempuan mucikari yang setiap pukul 23.00 WIB ke atas nongkrong di depan mini market tersebut.
Melalui mucikari itulah gadis PSK bermotor itu bertransaksi, kemudian jika deal harga yang disepakati maka gadis bermotor akan datang sambil mengendarai motornya setelah sang mucikari menghubungi lewat telepon. Hanya saja, tarif gadis bermotor di kawasan Jl Pandanaran Semarang ini, dua kali lipat lebih mahal dari di Kawasan sekitar Stasiun Poncol atau Imam Bonjol.
"Tarifnya lebih mahal, tapi kualitas dan penampilan gadis bermotornya lebih seksi dan cantik yang ada di kawasan Poncol. Hotelnya pun sudah satu paket dengan tarif gadisnya yang merupakan hotel berbintang," ungkap P, seorang warga yang pernah memakai jasa gadis bermotor di Kawasan Jalan Pandaran, sekitar Tugu Muda dan Lawang Sewu Kota Semarang ini.
Pengakuan Gadis Kinjeng Yanti & Winda, PSK bermotor di Semarang
Pekerja seks komersil (PSK) dengan berkedok gadis bermotor yang marak di sekitar jalan protokol Kota Semarang, Jawa Tengah sampai saat ini masih menjamur. Mereka bisa diajak berkencan 'kilat' baik di hotel kelas melati, maupun di hotel berbintang?
Dari penelusuran merdeka.com, di sekitar Jalan Imam Bonjol yang suasananya ramai dan bahkan bertebaran para PSK gadis bermotor ini untuk sekali kencan, tarif yang mereka pasang cukup murah.
Winda, bukan nama sebenarnya, gadis PSK bermotor yang sering mangkal 100 meter dari Stasiun Poncol Jl. Imam Bonjol saat berdialog dengan merdeka.com membuka harga sebesar Rp 150 ribu untuk sekali kencan.
"Sekali kencan Rp 150 ribu mas. Di Losmen Kudus. Harus pakai kondom. Maksimal main satu jam saja. Kalau lebih lama harus tambah," ungkap gadis bertubuh seksi, gempal dan berambut panjang kepada merdeka.com, Rabu (26/3) malam.
Selain Winda, ada lagi seorang PSK yang bagian lengan tubuhnya penuh dengan tatto dan berkulit langsat sehingga sering dipanggil Yanti Tatto di kawasan Jalan Imam Bonjol. Dirinya menolak keras jika ada lelaki hidung belang dengan kondisi mabuk mengajak kencan.
Tarifnya lebih mahal dari Winda karena parasnya mudah menarik perhatian para lelaki hidung belang. Dalam semalam saja, Yanti Tatto bisa mengeruk uang ratusan ribu dari setiap tamunya hingga jumlahnya mencapai antara 5 sampai 7 laki-laki.
"Untuk sekali kencan saya tarifnya antara Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu. Tapi saya nggak mau ngamar (kencan) sama orang mabuk. Selain biasanya reseh (ribut), kalau bayar sembarangan," ungkap gadis asli Gubug, Purwodadi ini kepada merdeka.com.
Di kawasan Imam Bonjol, merupakan kawasan yang cenderung digunakan oleh lelaki hidung belang kelas menengah ke bawah untuk melampiaskan nafsunya dalam beberapa jam di kamar losmen yang menjamur untuk kencan 'kilat' para gadis PSK bermotor ini.
Beda dengan kawasan Jl Imam Bonjol yang berada di pinggiran Kota Semarang yang transaksi gadis bermotor dilakukan secara blak-blakan dan terbuka, di Kawasan Jl Pandanaran yang juga tempat mangkal prostitusi terselubung transaksi dilakukan secara rapi dan tak terlihat.
Dua titik transaksi yang berdasarkan penelusuran merdeka.com satu titik berada di sebuah minimarket sekitar Kawasan Tugu Muda dan Lawang Sewu. Seorang wanita separuh baya akan menghampiri dan menawarkan jasa seks instan gadis bermotor saat lelaki hidung belang kongkow di depan minimarket itu.
"Saya lagi nongkrong, tiba-tiba ada wanita kayak ibu-ibu kalau bisa dibilang dia adalah mami-nya gadis PSK bermotor tersebut. Menawarkan jasa sambil menenteng Ipad. Satu persatu foto wajah anak buahnya dipamerkan saya," ungkap P.
Jika cocok, handphone induk semang PSK gadis bermotor ini langsung ditekan nomornya dan beberapa menit kemudian datanglah seorang gadis dengan motornya. Lalu, lelaki hidung belang bersama cewek meluncur ke sebuah hotel berbintang dan melakukan aktivitas kencan.
"Di Kawasan Pandanaran ini lebih mahal, tarif bayarnya antara Rp 350 ribu sampai Rp 400 ribu. Itu belum dengan kamar hotelnya. Kalau diajak ke losmen gadisnya menolak keras. Hanya mau ke hotel berbintang. Pas waktu saya, diajak ke hotel di Kawasan Jalan Plampitan," ungkapnya.
Selain titik di Jl Pandanaran dekat Tugu Muda dan Lawang Sewu, transaksi yang sama juga terjadi di dekat pusat kota Semarang tepatnya di halte bus depan toko buku Gramedia. Harga dan tarifnya tidak jauh berbeda tetapi 'mami' alias induk semang dan anak buahnya juga turut serta.
Dua kawasan yang terakhir, mereka biasanya mulai memperlihatkan batang hidungnya setiap hari antara pukul 23.00 WIB dinihari, sampai sekitar pukul 02.00 sampai pukul 03.30 WIB. Sampai kini, fenomena gadis bermotor yang terjadi di kota Lunpia ini masih terus dan marak terjadi.
Meski sering dilakukan razia, mereka dengan mudahnya berlenggang dan melarikan diri bersama motor yang ditungganginya untuk menjerat para pria tamunya.
Gadis Kinjeng layani lelaki, suami dari luar mengawasi
Di balik maraknya prostitusi terselubung dengan modus gadis bermotor atau kerap disebut Gadis Kinjeng di Kota Semarang, ada cerita sedih sekaligus miris.
Sebut saja namanya Novi. Gadis Kinjeng asal Purwodadi berusia belasan tahun ini menikah secara siri dengan Sumadi, lelaki berperawakan kurus yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang las kenteng serabutan di sebuah kawasan Kota Semarang.
Sumadi dikenal sebagai preman sekitar. Maklum, bengkelnya yang berada di pinggir sungai Thamrin, salah satu kawasan di sekitar Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, ini tak begitu menghasilkan untuk memenuhi kebutuhan tiga anaknya dari istri resminya, Nastiti.
Sumadi, yang suka sekali dengan minuman keras dan mabuk ini awalnya hanya menikmati dan membayar Novi layaknya konsumen yang menggunakan jasa prostitusi yang ditawarkan. Setiap malam Sumadi menghampiri Novi yang menjajakan kecantikan dan keseksiannya dengan 'nangkring' di atas sepeda motor Yamaha Mio-nya yang dikredit dari salah satu perusahaan pembiayaan di kawasan Thamrin.
Namun, lama menjadi pelanggan Novi, Sumadi akhirnya dekat dan menikahi Novi sebagai istri sirinya. Awalnya, Nastiti tidak mengetahui hubungan gelap suaminya bersama Novi. Hubungan intim ini terjadi karena Novi sempat akan dianiaya oleh tamu pria hidung belang lain, namun diselamatkan oleh Sumadi.
"Merasa utang budi dan nyawa saja Mas. Saya juga tidak tahu kenapa mau jadi 'gemblegan' (istri siri/ simpanan) Mas Sumadi. Kalau tidak ada dia saya sudah mati dianiaya oleh tamu saya yang juga dikenal sebagai preman. Yang kebetulan saat kencan dengan saya di Losmen Kudus saya tidak tahu kalau dia mabuk dan kemudian cari gara-gara menganiaya saya," jelas Novi kepada merdeka.com Rabu (25/3) malam.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kini Nastiti melihat dan mengetahui bahwa ayah dari tiga anaknya itu telah mempunyai hubungan spesial dengan Novi. Nastiti ingin berontak, namun tak kuasa dengan tingkah polah Sumadi yang selalu mabuk-mabukan dan berselingkuh.
Kondisi kemiskinan keluarga Sumadi juga membuat Novi harus bekerja lebih keras untuk mencari tamu laki-laki hidung belang untuk menghidupi keluarga Sumadi. Pendapatan Sumadi sebagai tukang las yang pas-pasan menjadikan Nastiti iba dan menghidupi tiga anak Sumadi.
"Saya nggak bisa lama-lama melayani tamu saya. Kalau mau lama-lama harus izin suami saya (Sumadi). Dia ada di seberang jalan itu. Dia lagi nongkrong bersama teman-teman premannya. Biasa mas minum 'congyang' (minuman keras khas Semarang)," ungkap Novi malam sambil menunjuk segerombolan pria dengan beberapa botol congyang tergeletak di depannya.
Betapa ironis, sebagai istri siri, Novi harus bekerja sebagai PSK Gadis Kinjeng. Dijemput dari kosnya di kawasan Karangayu, Kota Semarang, lalu ditunggui oleh suami sirinya sendiri. Dia rela melakukan itu lantaran trauma karena sempat dianiaya oleh tamunya saat berkencan di Losmen Kudus.
Novi juga lebih merasa aman jika Sumadi menungguinya di seberang jalan sekitar Losmen Kudus di Jl Imam Bonjol, tak jauh dari Stasiun Poncol yang merupakan tempat para penumpang kelas ekonomi naik dan turun kereta.
Rahasia Terlarang PSK Bermotor !!
lokalisasi
,
panti pijat
,
pelacuran
,
prostitusi
,
seks
,
sex
,
underground
Edit
0 komentar :
Post a Comment