Ini Kronologi Pelecehan Seksual di JIS
Jakarta, merupakan salah satu siswa di Jakarta International School (JIS) yang menjadi korban pelecehan seksual. Kejadian itu berawal saat korban hendak buang air kecil di sekolah, kemudian dihampiri oleh pelaku bernama Agun lantas disusul oleh Awan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto menuturkan bahwa pelaku Agun sebelumnya sudah berada di toilet sekolah. Karena korban yang sedang buang air kecil dituding tidak bersih, maka pelaku Agun lantas menghukumnya.
"Dia memergoki korban buang air kecilnya tidak bersih dan pelaku langsung menghukumnya," jelas Rikwanto kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Rabu (23/4).
Peristiwa kejadian menunjukkan sekitar pukul 11.00 WIB. Setelah menghukum M, lalu Agun memanggil rekannya bernama Awan yang memang sift kerja mereka jatuh pada pagi hari. Keduanya bergiliran melakukan tindakan tak senonoh pada korban.
"Sekitar sepuluh sampai lima belas menit mereka berdua melakukan pelecehan itu," tambah Rikwanto.
Selesai melakukan tak senonoh tersebut, kedua pelaku langsung mengancam korban agar tidak melaporkannya, kalau tidak M akan kembali dihukum. Usai mndapat ancaman korban, sambung Rikwanto, kemudian menagis sambil menuju ke kelas.
Sesampainya di ruangan kelas, tidak ada respon apa pun dari wali kelas bahwa korban telah disakiti selama berada di toilet. "Itu yang kita bingung, kok gurunya malah tidak peka," ujar Rikwanto.
LPSK Sebut Korban Kekerasan Seksual di TK JIS Lebih dari 2 Orang
Jakarta - Satu per satu korban kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS) melapor. Korban kini menjadi 2 orang. Namun, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menduga korban bahkan lebih dari dua.
"Sejauh ini korban kemungkinan lebih dari dua orang," ujar Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (24/4/2014).
Edwin mengatakan, dari penuturan korban baru ini, ada korban lain selain korban terdahulu yang sudah melapor ke kepolisian. "Bukan yang pertama, tetapi korban lain," sebut Edwin.
Edwin melanjutkan, korban baru yang sudah melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendapat kekerasan dari 3 pelaku, pada waktu yang berbeda dengan korban terdahulu. Adapun dua pelaku yang disebut korban adalah pelaku yang sama dengan pelaku yang saat ini sudah ditahan polisi.
Edwin mendatangi Polda Metro Jaya untuk berkoordinasi dengan penyidik Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), terkait adanya saksi dan korban baru.
Selanjutnya, Edwin tengah melakukan pendalaman kepentingan saksi dan korban terhadap potensi ancamannya. "Jadi kami belum memutuskan apakah menerima atau tidak laporan korban ke LPSK," kata dia.
JIS Tahu Ada Kasus Kekerasan Seksual, Bahkan Korban Diberi Psikolog
Jakarta - Satu lagi korban pelecehan seksual di TK Jakarta International School (JIS) kembali terkuak. Parahnya pihak guru di JIS pun sudah tahu mengenai kejadian kali ini.
"Berdasarkan galian yang kami investigasi. ternyata guru pun sudah mengetahui ada tindak kekerasan di sekolah," kata Sekretaris KPAI, Erlinda di kantornya, Jl Teuku Umar, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2014).
"Dan ternyata banyak hal yang ditutupi oleh sekolah," lanjut Erlinda penuh sesal.
Menurut perempuan berparas cantik ini, si korban sudah diberi pskiolog untuk menangani kondisi kejiwaannya. Namun mulai saat ini, KPAI akan mengambilalih seluruh pendampingan psikologi bagi korban.
"Akan kami ambil alih," tandasnya.
Bocah ini dengan korban sebelumnya berasal dari satu tingkat yang sama. Bahkan keduanya berkawan.
Korban ini mendapat perlakuan tidak senonoh itu sebanyak tiga kali. Bahkan pelaku ternyata sama dengan yang sudah ditangkap polisi beberapa waktu lalu
"Salah satu yang pernah dia lihat yang pernah lakukan tindak kekerasan kepada dia itu yang sudah ditangkap sekarang," lanjut Erlinda.
Bocah tersebut memang tidak tahu pelaku lain. Namun bocah ini bahkan menyebut ciri-ciri khusus pelaku yang jumlahnya mencapai tiga.
"The big boys, the blue (baju yang dikenakan)," ungkap Erlinda menjelaskan ciri-ciri pelaku berdasarkan keterangan bocah tersebut.
JIS Sempat Memfitnah Ibu Korban Pelecehan Seksual
Jakarta - Ibu siswa Jakarta Internastional School yang mengalami pelecehan seksual mengaku sempat mendapat fitnah dari pihak sekolah. Fitnah dilakukan JIS untuk meredam isu pelecehan seksual di sekolah internasional itu. »Mereka menyebar surat elektronik ke orang tua murid lainnya dan menyatakan cerita yang saya sebarkan adalah cerita bohong,” ujarnya kepada Tempo, Kamis, 17 April 2014.
Surat elektronik itu disebar pihak JIS sehari setelah sang ibu menggelar konferensi pers soal kasus ini awal pekan lalu. Menurut dia, sejak awal dirinya sudah meminta pihak JIS untuk memberitahukan orang tua murid lainnya soal kejadian ini. »Supaya mereka bisa waspada, jangan sampai kejadian seperti ini terjadi kepada anak yang lain juga,” ujarnya.
Selain mengatakan bahwa dirinya menyebarkan cerita bohong, pihak JIS juga menyebar kabar bahwa dirinya menerima sejumlah uang dan pengacara yang disewakan oleh JIS untuk kasus ini. »Padahal, saya tidak pernah menerima itu semua,” ujarnya.
Sebelumnya, kasus pelecehan seksual terhadap seorang siswa taman kanak-kanak di JIS terbongkar. Polisi sudah mengamankan dua orang tersangka dalam kasus ini yang merupakan pekerja kebersihan sekolah. Diduga, pelaku pelecehan seksual ini lebih dari satu dan juga terdapat sejumlah korban lainnya.
Dapat Ancaman, Ibu Korban Kekerasan Seksual JIS Minta Perlindungan ke LPSK
Pelecehan di TK Internasional
Jakarta - Kasus kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS) terus bergulir. Ibu korban mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta perlindungan atas sejumlah ancaman yang diterimanya.
"Soal SMS (ancaman) itu dan ada beberapa yang nggak perlu diungkap karena LPSK akan melakukan investigasi," ujar pengacara Andi Sabrun yang mendampingi ibu korban di kantor LPSK, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2014).
Andi tak mau menjelaskan lebih detail tentang ancaman-ancaman yang diterima pihak keluarga korban. "Yaaa adalah beberapa perbuatan yang tidak menyenangkan," jawabnya.
Hal ini dibenarkan oleh ibu korban. Wanita itu mengatakan bahwa tidak hanya SMS ancaman yang diterimanya. "Iya, bukan (hanya SMS). Ada beberapa," kata wanita modis berkulit langsat itu.
Mereka melakukan pembicaraan tertutup dengan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi sekitar dua jam. Sejumlah barang bukti dibawa seperti SMS, rekam medis dari dokter dan keterangan dari polisi serta psikolog.
Nantinya LPSK akan memproses laporan ini dalam waktu 7 hari ke depan untuk memutuskan akan menerima atau menolaknya. Edwin menjelaskan pihaknya akan melihat track record pemohon sebagai pertimbangan.
Keputusan ini akan diambil dengan pertimbangan dari 7 orang pimpinan LPSK.
Mereka juga akan menguji dan menelaah insiden yang terjadi pada saksi dan korban. Sementara terkait dengan pengamanan khusus, Edwin mengatakan hal itu akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
"Jika terkait dengan ancaman fisik atau jiwa maka akan sampai pada menempatkan mereka ke safe house. Tapi jika ancamannya tidak serius kami hanya akan memberi pemenuhan hak prosedural," kata Edwin.
Pemenuhan hak prosedural misalnya mendampingi menjalani proses hukum. LPSK dalam posisi membantu selama proses hukum agar korban dan saksi merasa nyaman dan aman dalam menjalani proses tersebut. "Kita juga bisa memberi bantuan seperti dampingan medis dan psikologi," imbuhnya.
FBI: Tersangka Paedofil Pernah Mengajar di JIS Selama 10 Tahun
HOUSTON — Seorang tersangka paedofil, yang kasusnya kini sedang ditangani FBI, pernah mengajar di Jakarta International School (JIS) di Jakarta, selama 10 tahun, yaitu tahun 1992-2002.
Tersangka bernama William James Vahey itu selama empat dekade mengajar di berbagai sekolah swasta di sejumlah negara, termasuk di Indonesia. Biro Houston FBI, Selasa (22/4/2014), menyatakan bahwa pihaknya yakin, banyak anak telah menjadi korban dan badan itu sedang mencoba untuk melacak para korban tersebut.
Vahey bunuh diri di Luverne, Minnesota, AS, bulan lalu, dua hari setelah seorang hakim federal di Houston mengatakan bahwa pihak berwenang bisa mencari salah satu flash disk Vahey yang diduga berisi foto-foto yang menggambarkan kekerasan seksual terhadap anak-anak, lapor televisi KPRC yang merupakan jaringan afiliasi CNN, Selasa.
Ada sejumlah foto dari setidaknya 90 korban, yang berasal dari tahun 2008, dan FBI sedang mendorong terduga korban lain untuk memberikan laporan. Foto-foto di flash disk yang diduga milik Vahey itu menunjukkan sejumlah anak laki-laki, diperkirakan berusia antara 12 dan 14 tahun, dalam keadaan tertidur atau tidak sadarkan diri, kata FBI.
Foto-foto tersebut memiliki keterangan dan tanggal yang merujuk ke tempat-tempat Vahey sebelumnya bepergian bersama para siswa. "Ini merupakan salah satu dari tersangka predator (anak) yang paling produktif yang pernah kami lihat," kata Agen Khusus FBI Houston, Shauna Dunlap, sebagaimana dikutip CNN.
Vahey mulai mengajar di sejumlah sekolah swasta tahun 1972, kata FBI. Dia terakhir mengajar di American Nicaraguan School di Pista Suburbana, Managua, Nikaragua, dari Agustus 2013 sampai 11 Maret 2014, dua hari sebelum ia bunuh diri.
Kasus itu menjadi perhatian penegak hukum setelah Vahey memecat seorang pembantunya karena diduga telah mencuri barang-barang pribadi dari rumahnya, tahun lalu. Pada Maret lalu, mantan pembantu itu membawa flash disk yang dicuri itu ke American Nicaraguan School. Mantan pembantu itu mengatakan, dia datang karena flash disk itu berisi foto-foto seksual.
Ia punya tempat tinggal di London, Inggirs, dan di Hilton Head Island, Carolina Selatan, dan sering bepergian, kata FBI. Dia telah bekerja di sekolah-sekolah di sembilan negara, mengajar berbagai mata pelajaran dan melatih basket untuk anak laki-laki. Ia secara rutin menemani para siswa dalam kunjungan ke luar kota.
Berikut ini adalah daftar sekolah tempat ia mengajar, berdasarkan data FBI:
1) American Nicaraguan School di Managua, Nikaragua (2013-2014)
2) Southbank International School di London, Inggris (2009-2013)
3) Escuela Campo Alegre di Caracas, Venezuela (2002-2009)
4) Jakarta International School di Jakarta, Indonesia (1992-2002)
5) Saudi Aramco Schools di Dhahran, Arab Saudi (1980-1992)
6) American Community School di Athena, Yunani (1978-1980)
7) Passargad School di Ahwaz, Iran (1976-1978)
8) American School of Madrid di Spanyol (1975-1976)
9) American Community School of Beirut di Lebanon (1973-1975)
10) Tehran American School di Iran (1972-1973)
Pihak FBI mengatakan, siapa pun yang punya informasi tentang Vahey dan yang yakin bahwa pria itu telah menjadikan mereka sebagai korbannya dapat mengirim e-mail rahasia ke Ovictimassistance@ic.fbi.gov atau menghubungi kantor FBI lokal atau Kedutaan Besar AS terdekat.
FBI Selidiki Jenis Obat Bius yang Digunakan Paedofil Eks Guru JIS
Jakarta - William James Vahey diduga telah melakukan kekerasan seksual terhadap sedikitnya 90 anak-anak dari sejumlah sekolah internasional di dunia. Dalam melancarkan aksinya, Vahey menggunakan obat bius sehingga korbannya tak sadarkan diri.
Oleh karena itu, FBI hendak mengumpulkan sejumlah keterangan dari semua orang yang merasa pernah menjadi korban Vahey. Hal ini dilakukan untuk mengungkap perilaku menyimpang Vahey, terutama setelah mantan guru ilmu sosial di Jakarta International School (JIS) 1992-2002 itu memilih bunuh diri daripada ditangkap.
"Menurut pengakuannya sendiri, Vahey menggunakan obat tidur pada korbannya. Tapi penyidik ingin mempelajari lebih lanjut metode dan obat apa yang ia gunakan," kata penyidik FBI Patrick Fransen dalam situs resmi FBI dan dikutip detikcom, Rabu (23/4/2014).
Sebelum bunuh diri, Vahey ketahuan oleh rekan/atasannya di American Nicaraguan School, mendokumentasikan orientasi seksual menyimpangnya ke dalam sebuah USB. Alhasil, Vahey dipecat pada 12 Maret 2014. Kemudian pihak sekolah internasional tempat terakhir Vahey mengajar itu melaporkan temuannya kepada FBI.
"Vahey melakukan perjalanan secara ekstensif selama empat dekade terakhir, mengajar di sekolah-sekolah Amerika di Nikaragua, Inggris, Venezuela, Indonesia, Arab Saudi, Yunani, Iran, Spanyol, dan Libanon," ujar Fransen.
Namun saat FBI hendak menangkapnya, Vahey memilih bunuh diri di Minnesota, AS, pada 21 Maret 2014 lalu.
Para penyidik federal ingin mengetahui jumlah pasti korban Vahey dari seluruh dunia. "Korbannya multinasional. Selain warga negara asing, sekolah dihadiri oleh anak-anak dari diplomat Amerika, personel militer di luar negeri, dan warga negara Amerika yang bekerja di luar negeri," tutup Fransen.
Lewat situsnya, FBI melansir informasi tentang dugaan kejahatan Vahey dan meminta bantuan masyarakat untuk mengindentifikasi para korban Vahey.
JIS telah mengeluarkan pernyataan terkait kasus Vahey. JIS membenarkan Vahey pernah mengajar di sekolahnya dan menyatakan siap bekerja sama dengan FBI.
KPAI: Tak Ajarkan 3 Mata Pelajaran, Kurikulum di JIS Melanggar UU
Jakarta - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh menilai kurikulum pendidikan di Jakarta Internasional School (JIS) melanggar Undang-undang Pendidikan. Salah satu syarat formal kelembagaan di Indonesia tidak diterapkan di JIS.
"Setiap sekolah di indonesia terikat oleh regulasi formal, dalam hal ini ada UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan salah satunya mengatur soal keberadaan sekolah internasional. Dimungkinkan dengan syarat-syarat formal kelembagaan juga syarat substansial kurikulumnya, salah satunya mengajarkan pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan, dan Sejarah Indonesia," kata Ni'am di Kantor KPAI, jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2014).
Dia mengatakan, dari hasil temua KPAI menurut Kurikulum di Indonesia pihak JIS hanya mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Artinya tidak ada pendidikan sesuai kurikulum sesuai regulasi formal di Indonesia yang diajarkan di JIS.
"Sekolah JIS dari temuan kita, penjelasan langsungnya hanya mengajarkan Bahasa Indonesia, artinya tidak ada pendidikan agama, tidak ada pendidikan kewarganegaran dan pendidikan sejarah dan hal itu potensial untuk mencerabut anak dari akar keindonesiaanya, dan itu melanggar," jelasnya.
Niam mengatakan, dalam pendidikan itu ada karakter yang hendak dibangun. "Begitu karakter ke-Indonesia-an tidak masuk di komponen pembelajaran, artinya telah mencerabut siswa dari akar ke-Indonesia-anya," keluhnya.
Ni'am menuturkan, hasil dari tesimoni orang tua murid di lingkungan sekolah di JIS jauh dari nilai-nilai kultur masyarakat Indonesia. Hal tersebut dimungkinkan menjadi pemicu timbulnya kekerasan tindakan seksual.
"Salah satu contoh misalnya hubungan laki-laki dan perempuan, baik siswa laki-laki maupun perempuan digambarkan oleh orang tua murid ciuman di area publik jadi pemandangan biasa, kultur itu bisa menjadi satu pemicu tindak kekerasan seksual terhadap anak," terang Ni'am.
JIS: Terima Penutupan, Tapi Proses Belajar TK Hingga Juni 2014
Jakarta - Kepala Sekolah Jakarta International School (JIS),Timothy Carr menyebut kalau pihaknya sudah menerima keputusan terkait penutupan sementara Playgroup dan TK oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun, dia menegaskan kalau para siswa yang aktif saat ini dapat terus melanjutkan proses belajar hingga akhir tahun 2013/2014 atau Juni 2014.
"Kami menghormati keputusan tersebut dan berkomitmen bekerjasama dengan pihak Kementerian terkait proses perizinan agar sekolah TK dan Playgroup JIS kembali dibuka," kata Timothy kepada wartawan di depan gerbang JIS, Jalan Raya Terogong, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2014).
Namun, menurut dia, sambil proses pemeriksaan lebih lanjut dari Kemendikbud, JIS akan berupaya menyelesaikan proses izin TK dan Playgroup dalam satu minggu ini. Hal tersebut sudah dibicarakan dengan pihak Kemendikbud.
Timothy juga menegaskan kalau JIS belum ada rencana memindahkan para siswa untuk belajar ke sekolah atau cabang JIS lain. Dia tidak menampik kalau ada perbedaan pandangan dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menyatakan JIS tidak bisa menyelenggarakan pendidikan TK dan Playgroup sehingga harus memindahkan proses belajar para siswa di cabang sekolah JIS lain agar fokus serta tidak terganggu psikologisnya.
"Kami harap satu minggu bisa kelar urusan perizinan dan kita minta murid bisa tetap sekolah. Kami juga akan terbuka dengan media dalam memberikan informasi," kata pria bertubuh kurus itu.
Timothy juga mengatakan saat ini pihaknya memprioritaskan siswa, orangtua, dan sekolah. Belajar dari kasus ini, dia menuturkan akan menjaga kenyamanan siswa belajar dan terus menjalin komunikasi dengan orangtua. Selain itu, dia menghormati sepenuhnya dengan mendukung penyelidikan yang dilakukan kepolisian.
"Kami dukung apa yang sudah dilakukan dalam proses itu. Kami ini sangat dekat dengan orangtua korban dan sudah membicarakan program ke depan," sebutnya.
Dalam kesempatan itu, Timothy berbicara kepada awak media hanya sekitar delapan menit. Mengenakan kemeja corak batik putih, dia didampingi Juru Bicara JIS, Daniarti Wusono.
Pernyataan Timothy itu sejalan dengan pernyataan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Lydia Freyani Hawadi yang mengintruksikan penutupan namun bagi siswa TK yang ada harus menyelesaikan pendidikan hingga tahun ajaran 2014.
"Kami telah rapat. Pak menteri, sekjen, dirjen PAUD dan dirjen menengah. Untuk TK JIS, kami berkeputusan PAUD JIS harus ditutup. Hal ini berlaku mulai besok 22 April 2014," kata Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Lydia Freyani Hawadi, di Kemendikbud, Jl Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (21/4/2014).
Lydia mengatakan JIS wajib menyelesaikan tahun ajaran 2013-2014 bagi kegiatan PAUD di sekolah elite itu. Sementara untuk jenjang selanjutnya masih diperbolehkan karena memiliki izin.
"Bagi anak PAUD JIS untuk menyelesaikan sampai dengan ajaran 2013 - 2014 dan kemudian JIS melakukan perlindungan pendidikannya. JIS terbukti tidak memiliki ijin penyelenggaran untuk PAUD JIS. Yang akan memberhentikan itu Dirjen PAUD Mendikbud itu keputusan rapat," paparnya.
Tersangka Perempuan Membuka Celana Sendiri Saat Lihat Teman-temannya Menyodomi Korban
JAKARTA - Seorang dari lima pelaku kejahatan seksual terhadap siswa TK Jakarta International School (JIS) adalah seorang perempuan bernama Afriska alias AF (24 th).
Dalam satu kesempatan, perempuan itu memasukkan jarinya yang telah terbungkus sarung tangan putih ke anus korban AK (6 th), sesaat melihat rekan-rekannya melakukan sodomi untuk ke sekian kali di toilet sekolah JIS.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Heru Pranoto, menyatakan apa yang dilakukan AF adalah perilaku seksual menyimpang.
Sebab, AF sampai terangsang saat melihat rekannya mengeksekusi korban. Sampai-sampai AF pun membuka celananya sendiri sebelum melakukan perbuatannya itu.
"Yang jelas itu adalah penyimpangan. Kalau nggak menyimpang, kenapa dia buka celana sendiri, 'horny' sendiri," kata Heru di kantornya, Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (26/4/2014).
Menurut Heru, perbuatan AF tersebut adalah sekali dilakukannya.
Sebab, sebelum-sebelumnya, AF hanya berperan membuka celana korban atau memegangi korban atau menjaga pintu toilet saat rekan-rekannya beraksi ke korban secara bergantian di toilet sekolah itu.
Hasil penyidikan sementara, ada lima petugas kebersihan sekolah JIS yang terlibat kejahatan seksual terhadap dua siswa TK sekolah tersebut.
Selain AF, empat petugas kebersihan lainnya yang terlibat yakni, Agun Iskandar alias AG (25), Virgiawan alias Awan alias AW (20), SY (27) dan Zainal alias ZA (28).
Kini, kelima ditahan di Mapolda Metro Jaya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Siswa TK JIS Ini Lima Kali Disodomi Para Pelaku
JAKARTA - Kepolisian menyatakan lima tersangka telah tujuh kali melakukan kejahatan seksual berupa sodomi kepada dua korban siswa TK Jakarta International School (JIS) Cilandak, Jakarta Selatan.
Kelima pelaku, yakni Agun Iskandaralias AG (25), Virgiawan alias Awan alias AW (20), SY (27), Zainal alias ZA (28) dan seorang perempuan bernama Afriska alias AF (24).
Seorang siswa yang menjadi korban kebiadaban para pelaku berinisial AK masih berusia 6 tahun.
Para pelaku menggilir AK dalam lima hari atau peristiwa berbeda di dalam toilet sekolah JIS Cilandak, Jakarta Selatan, dalam rentang waktu 3 Februari hingga 17 Maret 2014.
"Pada 17 Maret 2014. Pelakunya ZA, SY, dan satu pelaku lain yang masih buron. Korbannya masih AK, kejadiannya di toilet Anggrek. Modusnya sama, saling membantu memegangi dan menjaga pintu. Begitu selanjutnya bergantian," ujar Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Heru Pranoto, di kantornya, Jakarta, Sabtu (26/4/2014).
Dua peristiwa kejahatan seksual lainnya dilakukan para pelaku dengan korban dan tempat kejadian perkara (TKP) berbeda.
"Jadi, pada tanggal 20 Maret 2014, ada dua peristiwa dalam satu hari itu. Korbannya, tidak dikenal oleh pelaku. Tapi yang jelas murid di sana," kata Heru.
"TKP berbeda dengan TKP yang sebelumnya, yang hari itu dilakukan di toilet Gymnastic. Pelaku AW, SY dan satu orang yang sedang kita cari. Modus sama saling bantu dan jaga pintu," jelasnya.
Apabila Tidak Dihentikan, Pelaku akan Melakukan Pelecehan Seksual Kembali
JAKARTA - Peristiwa mengenaskan yang menimpa AK (6) siswa Taman Kanak-kanak (TK) Jakarta International School (JIS) beberapa waktu lalu itu diketahui dilakukan secara berulang-ulang oleh para pelaku karena merasa aman.
Hal tersebut disampaikan oleh Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Heru Pranoto.
Berdasarkan pengakuan tersangka, lanjutnya, alasan para pelaku kembali melakukan pelecehan seksual terhadap korban dikarenakan beberapa alasan, seperti kelainan psikis, memiliki kesempatan dan terbukti aman.
Selain itu, diketahui juga kalau para tersangka sudah terbiasa melakukan hal tersebut.
"Menariknya dalam pengakuan tsk, diketahui kalau anak murid TK sekali kena kekerasan atau pelecehan seksual, tidak ada masalah dan tetap akan sekolah, tinggal tunggu waktu saja tsk akan melakukan (pelecehan seksual-red) lagi," jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan pemeriksaan terhadap dua orang tersangka yang diamankan pertama kali yakni Agun Iskandar dan Virgiawan Amin, didapatkan nama-nama tersangka baru termasuk Afrischa Setyani yang membantu para tersangka melakukan pelecehan seksual.
Selain itu, pihaknya pun mendapatkan fakta baru diantaranya korban disodomi secara berulang kali, terdapat tujuh peristiwa sodomi dalam satu hari dan para pelaku bekerjasama dalam melakukan aksinya.
"Modusnya salah satu tersangka menyergap dan memegangi korban, sedangkan tersangka lainnya menjaga pintu.
Setelah dirasakan aman, korban disodomi secara berulang-ulang bergantian oleh para pelaku di dalam toilet," jelasnya.
Selanjutnya, lanjutnya, setelah korban selesai disodomi, para pelaku kemudian membersihkan sisa kotoran dengan tisu roll dan melepaskan korban dengan mengiming-imingi sejumlah makanan.
AK Sering Bertanya, "Mami, Apakah Masih Cinta Aku?"
JAKARTA — AK (6), siswa korban pelecehan seksual oleh petugas kebersihan Jakarta International School (JIS), mengalami trauma psikologis yang mendalam. Kondisi ini membuat sang ibu, TH, sangat sedih.
Saat ditemui di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Metro Jaya, Senin (28/4/2014), TH menuturkan, saat merasa tertekan, putranya itu kerap membanting-banting barang di rumah.
"Barang-barang di rumah dibanting sama dia, terus berteriak. Dia juga bilang dadanya sakit, lalu mengumpat di dalam lemari," tutur TH.
Selain itu, kadang-kadang AK jadi terdiam tiba-tiba sambil menggumamkan sesuatu. "Kalau lagi stres, dia diam, dia gambar. Lalu, dia sering ucapin 'Security tell the boss, boss do the bad thing'. Saya tidak tahu maksudnya itu apa," katanya.
TH mengatakan, sejak mengalami kejahatan seksual itu, kepercayaan diri putranya seperti runtuh. Menurut TH, AK sering merasa jijik pada tubuhnya sendiri.
"Dia sering tanya 'Mami apakah masih cinta aku?'," ujar TH menirukan pertanyaan AK.
Kejadian yang menimpa putranya itu membuat TH merasa jengkel terhadap para pelaku. Dia juga menilai pihak sekolah, JIS, sangat teledor karena tidak mengetahui ada siswanya yang diperkosa di lingkungan sekolah.
Parahnya, kata TH, pelaku kejahatan seksual itu bukan hanya satu orang, melainkan berkelompok. "Bagaimana geng ini bisa subur di sekolah? Anak saya bisa diperkosa kok gurunya nggak cari? Tidur apa? Di mana CCTV yang dibanggakan? Sekolah bisa kecolongan seperti itu?" ujar TH.
Namun, dia tidak tahu persis oknum-oknum pelaku pelecehan terhadap anaknya itu. AK hanya bercerita, pelaku mengenakan pakaian berwarna biru. "Dia tahunya blue, baju biru, dia bilang ke saya," kata TH.
Seperti diberitakan, AK merupakan siswa TK JIS yang menjadi korban kejahatan seksual di sekolah. Pelakunya adalah para petugas kebersihan yang merupakan pegawai alih daya (outsourcing) di sekolah tersebut. Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Kejengkelan Ibu Korban Kejahatan Seksual di JIS
JAKARTA — TH, ibunda dari AK (6), siswa Taman Kanak-kanak Jakarta International School (JIS) yang mengalami kejahatan seksual, mengaku jengkel dengan tersangka yang telah ditahan oleh kepolisian. Menurutnya, perbuatan tersangka tersebut tidak mencerminkan sifat kemanusiaan.
Saat kedatangannya ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Metro Jaya Senin (28/4/2014), TH datang bersama pengacara keluarga, Andi Asrun, pada pukul 13.00 hingga pukul 14.30. Dia meminta penjelasan perkembangan kasus yang menimpa anaknya.
"Saya jengkel sekali. Anda tahu kan, sekali kejadian digilir tiga sampai empat orang. Apa itu manusiawi? Binatang saja enggak begitu," ujar TH menanggapi pertanyaan wartawan.
Dia menjelaskan, dia telah mengetahui pelaku pelecehan terhadap anaknya lebih dari dua orang. Hal itu lantaran anaknya sempat bercerita kepadanya bahwa pelakunya sangat banyak.
"Saya sudah tahu pelakunya lebih dari dua orang. Anak saya cerita pelakunya ada banyak. Dia selalu bilang, 'too many mami, to many, how?'" paparnya.
TH mengatakan, anaknya sempat menceritakan bahwa dia juga mendapatkan pemukulan. Dia sangat sedih saat kondisi psikis anaknya menurun.
"Anak saya, bila kambuh, dia lihat film Captain Amerika. Dia bilang ada banyak orang jahat di sekolah. Lalu, dadanya sakit, terus dia ketakutan sembunyi di dalam lemari," cerita TH.
AK menjadi korban kejahatan seksual oleh petugas kebersihan sekolah di sekolahnya, JIS. Direktorat Reserse Kriminal Umum telah mengamankan lima orang tersangka. Kelimanya antara lain Agun Iskandar alias AG (25), Virgiawan alias Awan, Syahrial alias SY (20), Zaenal alias ZA (25), dan Afrischa Setyani alias AF (24).
Sementara itu, satu orang lain, yang disinyalir sebagai tersangka keenam, yaitu Azwar alias AZ (28), telah meninggal saat masih menjalani pemeriksaan, Sabtu (26/4/2014).
Saat Anak Pulang Sekolah, Tanyalah Tentang Perasaannya
JAKARTA - Sejak mencuatnya kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS), orangtua khususnya ibu tidak sedikit yang menjadi paranoid. Sekolah yang dianggap sebagai rumah kedua bagi anak ternyata jadi sarang pedofil.
Menurut Guru Besar Ilmu Kriminolog Universitas Indonesia, Prof Drs Adrianus Meliala, pedofil pada umumnya sulit diidentifikasi. Apalagi justru kebanyakan kasus kekerasan seksual dilakukan orang yang dekat dengan anak.
Selain memberikan pendidikan seks sejak dini, diperlukan juga komunikasi akrab yang terjalin antara anak dan orangtua.
"Habis pulang sekolah, jangan anak ditanya belajar apa, dapat nilai berapa saja. Terpenting tanya bagaimana perasaan anak hari ini. Apakah happy atau sedih. Dari situ orangtua bisa bertanya lebih lanjut dari jawaban anak," kata psikolog Seto Mulyadi saat menjadi pembicara dalam talkshow dengan tema 'Kiat Melindungi Anak dari Kekerasan Seksual' di Pinisi Edutainment.
Jika ada hal yang mencurigakan dari jawaban anak, segera periksa apakah ada lebam. Segera perhatikan berjalannya anak, apakah ada yang berbeda, apalagi anak mengigau, mengompol lagi.
Menurut Adrianus, ketika dicurigai adanya kekerasan seksual pada anak, segera bawa ke dokter dan polisi agar alat bukti masih ada.
"Seringkali anak mudah ditakut-takuti, tidak jelas keterangannya. Sehingga polisi harus hati-hati dalam menetapkan pelaku. Agar ada alat bukti, segera periksa anak ke dokter dan kepolisian. Sehingga masih tersisa sperma, sidik jari dan lainnya," kata Adrianus dikesempatan yang sama.
Lingkaran Predator Seksual di JIS
Polisi sudah menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS). Dari jumlah tersebut, satu tersangka memilih bunuh diri setelah mengakui perbuatannya. Namun jangan lupakan peran si guru 'predator' William James Vahey.
Para tersangka adalah cleaner service dari perusahaan outsourcing kelas dunia, ISS. Mereka bernama Agun Iskandar, Virgiawan Amin alias Awan, Afrischa Setyani, Syahrial, Zainal Abidin dan Azwar.
Dua nama pertama ditetapkan sebagai tersangka lebih awal karena ditemukan bakteri spesifik di tubuh mereka dan korban. Sementara empat tersangka lainnya dijerat belakangan setelah polisi melakukan uji laboratorium terhadap mereka. Hasilnya, ada dua orang yang mengidap herpes seperti dimiliki korban.
Khusus Azwar, yang diumumkan sebagai tersangka paling akhir, sosoknya tak pernah dimunculkan polisi. Dia lebih dulu mengakhiri nyawanya sendiri di toilet penyidik dengan cara menenggak cairan pembersih lantai.
Bagaimana sosok keenam tersangka tersebut? Lalu seperti apa kaitannya dengan Vahey? Berikut ceritanya:
1. William James Vahey
Paedofil yang masuk daftar Federal of Bureau Investigation (FBI), William James Vahey, pernah bekerja di JIS dalam kurun waktu 1992 hingga 2002.
Menurut FBI, pria berumur 64 tahun diburu atas tuduhan kasus kekerasan seksual internasional. Dia pernah tercatat sebagai guru di berbagai sekolah swasta di berbagai negara sejak 1972.
Vahey sendiri dalam data FBI pernah mengajar sebagai guru di JIS selama 10 tahun. Sebelum di JIS, pria ini pernah tercatat sebagai guru di Saudi Aramco Schools di Dhahran, Saudi Arabia, dalam kurun waktu 1980 hingga 1992. Setelah itu dia masih terus melanglang buana sebagai guru di beberapa negara seperti London, Spanyol, Iran hingga Nikaragua.
Vahey melancarkan aksinya sebagai seorang paedofil dengan cara membuat korbannya yang berumur sekitar 12 hingga 14 tahun tertidur atau tak sadarkan diri. Dari data yang didapat FBI melalui USB milik Vahey, ada 90 orang korban yang saat ini identitasnya masih terus dicari.
Ulah Vahey terbongkar pada Maret 2014 saat dia mendapat kontrak mengajar di American Nicaraguan School. Saat itu pembantu rumah tangganya menemukan USB yang berisi gambar-gambar pornografi anak remaja pria.
Kasus ini kemudian dilaporkan oleh FBI. Dua hari setelah FBI memegang surat penggeledahan komputer Vahey, pria 64 tahun itu memilih bunuh diri pada 21 Maret 2014 di sebuah motel di Minnesota, AS.
Berdasarkan keterangan polisi, Vahey rupanya berkaitan dengan salah satu tersangka kekerasan seksual di JIS. Zainal, nama tersangka tersebut, mengaku pernah jadi korban sodomi Vahey. Belakangan, Zainal berbuat serupa pada anak-anak TK di JIS.
2. Agun Iskandar
Polisi menjerat Agun sebagai tersangka pertama bersama Virgiawan Amin alias Awan. Keduanya dipastikan terlibat karena ditemukan bakteri yang cocok dengan korban.
Tidak terlalu jelas bagaimana sosok kepribadian Agun sehari-hari. Saat didatangi ke kediamannya, keluarga dan tetangganya kompak bungkam. Yang jelas, diketahui Agung memiliki anak dan istri.
Dalam peristiwa kekerasan seks, Agun berperan sebagai pelaku. Dia juga kadang membantu rekannya memegang saat peristiwa tersebut. "Saudara Zainal melakukan (kekerasan seksual) Awan membantu, dan sebaliknnya Agun memegang sedang Awan melakukan," terang Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Heru Pranoto.
Agun sudah melancarkan aksi kejinya berkali-kali. Bahkan dalam satu hari ada 7 peristiwa dengan korban berbeda.
3. Virgiawan Amin alias Amin
Virgiawan Amin alias Awan juga punya peran cukup besar dalam kasus kekerasan seksual itu. Dia berkali-kali mengerjai korban di toilet JIS. Kini, dia terancam 15 tahun penjara.
Pihak keluarga menyebut Awan sebagai sosok pendiam. Namun sang nenek kerap melihat Awan bolak-balik ke warnet. Terkait perilaku seksnya, keluarga tidak ada yang tahu. Yang jelas, tak ada yang tahu soal kemungkinan Awan memiliki pacar.
Dalam peristiwa pencabulan, Awan kerap bekerjasama dengan lima pelaku lain seperti Zainal dan Agun. Mereka bergantian memegangi korban hingga melakukan kekerasan pada korban.
4. Afrischa alias Icha
Tersangka Afrischa alias Icha punya peran tersendiri dalam kasus kekerasan seks di JIS. Dia juga diduga memiliki kelainan seksual.
Dari kesaksian pemilik kos, Icha dikenal sebagai sosok pendiam belakangan ini. Namun disebutkan juga, Icha memiliki seorang teman pria yang cukup dekat dengannya. Tak ada yang menyangka dia bisa jadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Berdasarkan keterangan polisi, Icha memiliki berbagai peran dalam peristiwa kekerasan seksual di JIS. Ada satu momen dia memegangi korban, momen lainnya dia juga kadang memasukkan jari ke dubur korban.
Icha adalah satu-satu pelaku wanita dalam kasus ini. Diduga dia memiliki kelainan seksual dan cenderung sadistis.
5. Zainal Abidin
Sebelum menjadi pelaku, Zainal Abidin mengaku pada penyidik Polda Metro Jaya bahwa dirinya pernah menjadi korban sodomi. Peristiwa ini dialaminya pertama kali saat berusia 5 tahun.
Usia Zainal saat ini adalah 28 tahun. Sehingga polisi masih mendalami keterangannya tersebut untuk menguak rantai kekerasan seksual yang dialami murid TK JIS.
Selain itu, Zainal mengaku juga pernah jadi korban bekas guru JIS, William James Vahey. Kala itu, Zainal masih berusia 14 tahun dan disodomi di bundaran Pondok Indah. Zainal dibawa oleh pria asing yang diyakininya sebagai Vahey. Kemudian ia dikerjai dan diberi uang Rp 20 Ribu.
Ternyata, Zainal memiliki hubungan dengan Awan. Keduanya sama-sama bekerja di JIS, yang dikontrak dari ISS. Dia juga memiliki penyakit herpes.
6. Syahrial
Syahrial memiliki peran yang sama dengan lainnya. Dia bergantian memegangi dan menjadi pelaku kekerasan seksual kepada para korban.
Syahrial juga diketahui memiliki penyakit herpes. Polisi menyebut, Syahrial beraksi dalam peristiwa sekitar bulan Februari 2014.
"Mereka saling bergantian membantu, SY lakukan pelaku lain memegangi dan yang lain jaga di pintu," terang Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Heru Pranoto
Juga pada 14 Februari dan 17 Maret 2014, para pelaku kembali beraksi, termasuk Syahrial. "Pada 20 Maret 2014 ada dua peristiwa, korban tidak dikenal. Lokasi di toilet gymnastic, pelaku Awan, Sy, dan seorang lagi kita cari. Modus sama saling membantu," tutup Heru.
7. Azwar
Azwar adalah pelaku paling akhir yang diumumkan sebagai tersangka. Namun dia tak sempat dimunculkan ke publik karena bunuh diri di toilet penyidik Polda Metro Jaya.
Sebelum tewas, Azwar meninggalkan surat tulisan tangan dengan tinta warna biru di secarik kertas. Dia mengakui perbuatannya. Dia ikut melakukan perbuatan kepada anak TK JIS pada 17 Maret lalu.
Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, surat itu ditulis Azwar setelah dia selalu mengelak melakukan kejahatan seksual. Padahal lima rekannya yang juga dihadirkan di ruangan yang sama telah mengakui.
Kemudian polisi menyodorkan selembar kertas dengan harapan Azwar lebih leluasa membuat kesaksian. Di kertas itulah Azwar menuliskan pengakuannya. Dia juga menyampaikan penyesalannya.
Setelah menulis, Azwar pamit ke toilet dan ternyata dia mengakhiri hidupnya dengan minum Porstex. Sementara pengacara Azwar, Irfan Fahmi, menyatakan bahwa sebelum bunuh diri, kliennya bersikeras mengatakan tidak melakukan kejahatan di JIS. Keluarga Azwar menolak dilakukan autopsi kepada pria 28 tahun yang hendak menikah setelah L.
Waspada Pelecehan Seksual Dan Sodomi Anak di Sekolah Internasional !!
cara
,
investigasi
,
keluarga
,
modus operandi
,
pendidikan
,
reportase
,
telisik
,
telusur
,
tips
,
warning
Edit
0 komentar :
Post a Comment