Misteri Hantu None Belanda Dan Penghuni Mistis Taman Ismail Marzuki

Cerita mistis di TIM dan penampakan none Belanda

Bukan hanya bernilai sejarah tinggi, ternyata beberapa bangunan sejarah di Jakarta juga menyingkap cerita unik termasuk mistis. Salah satunya Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki atau lebih dikenal Taman Ismail Marzuki (TIM).

TIM diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin tanggal 10 November 1968. Hingga saat ini, TIM mampu menjadi daya tarik bagi masyarakat yang ingin menyaksikan aksi para pelaku seni yang menyajikan karyanya.

TIM yang dikenal sebagai salah satu pusat kesenian dan kebudayaan kerap menampilkan berbagai macam kegiatan seni seperti pementasan drama, pameran lukisan dan pertunjukan film. Semua pertunjukan seni itu kerap ditampilkan di enam teater modern, balai pameran, galeri, gedung arsip, dan satu gedung bioskop. TIM juga dikenal memiliki tempat remaja yang ingin mengasah dan belajar seninya di Institut Kesenian Jakarta dan Planetarium Jakarta.

Namun siapa yang menyangka di balik dikenalnya sebagai pusat kegiatan seni, TIM memiliki banyak cerita misteri. Kisah itu sebagian terjadi saat kawasan TIM yang sebelumnya ternyata adalah Kebun Binatang Jakarta yaitu Taman Raden Saleh (TRS), sebelum dipindahkan ke kawasan Ragunan, Jakarta Selatan.

"Dulu kan di sini kebun binatang, sebelum di Ragunan," kata salah satu petugas parkir TIM, Ahmad Rifai (39).

Tidak hanya TIM, Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) yang terletak di sekitar kawasan Pasar Baru, Jakarta pusat, menyimpan cerita misteri yang menjadi daya tarik untuk ditelusuri lebih dalam.

Konon gedung peninggalan zaman penjajah Belanda itu menyimpan cerita misteri tersendiri. Salah satunya yang tersohor dengan cerita penampakan wanita Belanda atau none Belanda saat pementasan sedang berlangsung.

Sebagaimana diketahui dari penelusuran merdeka.com dari berbagai sumber, ide pembangunan gedung teater di Batavia (nama Jakarta dulu), bermula saat Gubernur Batavia saat itu, Sir Stamford Raffles menyadari perlunya tempat hiburan bagi tentaranya usai melakukan agresi militer di tanah Jawa. Untuk itu, dibangunlah gedung teater yang memiliki kapasitas sekitar 250 orang. Gedung ini dibuka dan diresmikan pada 27 Oktober 1814.

Nah sewaktu Belanda datang dan menjajah, seluruh bangunan dirombak total dan dibangun kembali dengan diberi nama Schouwburg (Gedung Teater dalam bahasa Belanda). Selama lebih dari 100 tahun, Schouwburg yang diresmikan pada bulan Desember 1821, menjadi teater untuk pementasan kesenian.

Walaupun sempat terlantar sejak kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada 1945, namun pada masa Gubernur R. Suprapto terbesit merenovasi gedung yang bersejarah ini untuk dikembalikan kepada fungsinya.

Arsitektur dari Gedung Kesenian tidak berubah hanya di dalam gedung direnovasi secara total dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Pada tanggal 5 September 1987 Gedung Kesenian Jakarta diresmikan oleh Gubernur R. Suprapto. Sejak periode itulah, Gedung Kesenian Jakarta kembali sebagai teater yang memperkenalkan kesenian, serupa masa lampau.

Kisah 2 anak yang tewas di TIM Jakarta dan jadi arwah penasaran

Banyak yang tidak mengetahui sisi lain dari Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki atau lebih dikenal Taman Ismail Marzuki (TIM). Ternyata selain memiliki cerita unik dari karya para pelaku seniman, beberapa cerita misteri juga terdapat di pusat kegiatan kesenian Jakarta itu.

Salah satunya cerita soal 2 bocah sekolah dasar (SD) yang kerap muncul saat menjelang petang tepatnya mau Magrib. 2 Bocah itu kerap bermain sepak bola di sekitar gedung teater Jakarta (TIM). Anehnya 2 bocah itu selalu bermain setelah anak-anak seusainya bubar bermain sepakbola.

Kisah itu terungkap dari cerita salah satu penjaga parkir di TIM bernama Ahmad Rifai. Ahmad berkisah, cerita mistis itu bermula sejak 2 bocah itu menjadi korban angkernya salah satu danau yang berada di TIM.

Sebelum disulap menjadi pusat kebudayaan dan kesenian, kata Ahmad, dulunya kawasan TIM merupakan area kebun binatang yang kerap menjadi tempat hiburan warga Ibu kota dan sekitarnya. TIM sebelumnya adalah Kebun Binatang Jakarta yaitu Taman Raden Saleh (TRS), sebelum dipindahkan ke kawasan Ragunan, Jakarta Selatan.

Dia menuturkan, sempat terjadi kebakaran yang melanda kebun binatang Raden Saleh. Sejak peristiwa itu kebun binatang yang terkenal dengan habitat flora dan faunanya yang beragam menjadi terbengkalai.

"Dulu kan di sini kebun binatang sebelum di Ragunan, sempat ada kebakaran dan sejumlah binatang pada melarikan diri ke sungai di belakang sungai Ciliwung. Di belakang ini dulu (TIM) kan sungai Ciliwung," kata Ahmad saat ditemui di pelataran parkir motor TIM.

Sejak peristiwa itu, kata Ahmad, pemerintah saat itu merombak total kawasan kebun binatang Raden Saleh menjadi pusat kebudayaan dan kesenian atau TIM. Kendati ide pemerintah untuk menjadi pusat kebudayaan tak selamanya mulus. Tercatat beberapa bangunan sempat terbengkalai pembangunannya.

Beberapa bangunan yang belum sempat dirampungkan pembangunannya itulah yang disinyalir menjadi penyebab 2 bocah SD itu tenggelam dan meninggal ketika berenang di kubangan air yang menjadi danau.

"Teater terbuka sebelum direnovasi itu dulunya kandang macan. Sekarang Teater Jakarta namanya, setelah dipugar sempat terhenti lama, jadi pondasi bangunan itu jadi danau. Nah ada anak sekolah main di danau itu. Enggak tahu kenapa tiba-tiba anak itu enggak muncul lagi," tuturnya sembari menunjuk bangunan yang saat ini menjadi Teater Jakarta.

Ahmad yang mengaku menjadi saksi tenggelamnya 2 bocah itu dari orangtuanya menuturkan, setelah peristiwa itu beberapa warga langsung memberikan pertolongan. Namun setelah mencari-cari hasil yang ditemukan nihil. Akhirnya setelah mendapat restu dari pihak keluarga, paranormal pun menjadi solusi untuk menemukan 2 bocah itu.

"Kejadiannya sih pas tahun 90-an. Pas kejadian ada temennya yang ngeliat ngelaporin sama warga. Enggak tahu pakai apaan, tapi pas paranormal itu turun sambil baca mantra akhirnya bocah itu muncul," kata pria yang sudah 20 tahun menjadi juru parkir di TIM ini.

Sejak saat itulah, kata Ahmad beberapa warga yang memiliki tempat tinggal di belakang TIM kerap menemukan 2 bocah itu sedang bermain di seputaran tempat mereka tenggelam. Bahkan, keponakannya sendiri pernah melihat langsung kedua bocah itu.

"Sering juga banyak yang ngeliat penampakan dua anak ini. Bahkan keponakan saya sendiri nih lagi main di belakang gedung teater ngeliat anak itu lagi lari-larian. Kata keponakan saya, itu anak lari-larian kaca ditembus. Keponakan saya sampai bengong aja ngeliat begituan. Kejadiannya belum lama sekitar 2000-2001-an," katanya seraya menunjuk ke arah bangunan yang menjadi tempat 2 bocah itu tenggelam.

Cerita mistis ikan mas sebesar bayi di danau TIM

Salah satu juru parkir di TIM Ahmad Rifai menuturkan, bukan hanya cerita soal hantu 2 bocah yang kerap mengganggu warga sekitar. Kisah mengenai 2 ikan emas sebesar anak bayi juga menjadi pergunjingan di tengah-tengah masyarakat.

Meski tak langsung mengalami, pria yang sempat bekerja di Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) ini menerangkan, cerita itu didapatnya dari beberapa rekannya yang lagi memancing di danau sebelum di bangun menjadi Teater Jakarta.

"Setelah kematian 2 anak di danau itu ada aja ceritanya. Nah saya kan kalau pulang kerja atau hari libur seperti Sabtu-Minggu pulang mancing. Dan ada beberapa pemancing-pemancing yang melihat 2 ikan emas segede orok sering nimbul di gedung sebelum jadi gedung teater Jakarta," kata Ahmad saat ditemui di pelataran parkiran TIM.

Ahmad menjelaskan, seringnya beberapa warga yang memancing melihat 2 ikan emas jumbo di bangunan yang sekarang berdiri menjadi Teater Jakarta itu, sehingga warga beranggapan kalau 2 ikan emas tersebut adalah jelmaan dari 2 bocah yang tenggelam. Sebab, setelah dibongkar untuk dibangun menjadi gedung Teater Jakarta tidak pernah ditemukan wujud asli ikan emas itu.

"Pas pembangunan dilanjutin air danaunya disedot tapi enggak ada ikannya. Padahal dari air itu yang awalnya masih banyak sampai kering lagi tapi ikannya enggak ada," kata Pria yang mengaku penghuni asli sekitar TIM ini.

Kendati menjadi ramai pembicaraan di masyarakat terkait penemuan ikan emas berukuran jumbo itu. Ahmad mengaku tak pernah menyaksikan secara langsung ikan emas yang konon berukuran bayi itu. Namun dia sangat mempercayai kisah itu lantaran tak cuma satu orang yang menceritakan padanya.

"Bener banyak yang ngeliat. Kebenarannya bisa dibuktikan dengan omongan orang yang ngeliat itu," jelas warga kali pasir, menteng, Jakarta Pusat ini.

Mitos pohon kelapa bercabang dua di pelataran parkir TIM

Sebelum menjadi kawasan pendidikan seni dan kebudayaan, kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM) dulu adalah kebun binatang pertama Jakarta. Umumnya orang menyebut Taman Raden Saleh (RTH). Tapi setelah diresmikan Gubernur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kala itu, Ali Sadikin, tanggal 10 November 1968, kawasan ini resmi menjadi pusat kebudayaan dan kesenian Jakarta.

Meski telah bermetamorfosa menjadi kawasan pendidikan, tak lantas mengubah seluk beluk kawasan yang memiliki luas sekitar 9 hektare itu. Bahkan aura mistis masih saja kental terasa meski sudah 46 tahun bangunan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat ini, berdiri.

Ahmad Rifai, juru parkir yang setiap hari mangkal di TIM mengatakan, meski fungsi kawasan telah berubah total menjadi modern, suasana di sekitar masih saja membuat bulu kuduk berdiri. Itulah yang selalu dirasakannya usai mengitari TIM.

"Kalau saya selesai tugas sore, kalau malam suka keluar biasa cari angin. Cuma ya gitu kalau lewat di sekitar pedagang suka ada yang iseng juga," kata Ahmad, yang memiliki tempat tinggal di belakang TIM.

Lebih jauh dia menceritakan, di lahan yang kini dijadikan lapak dagang para penjual, dulunya ada pohon dengan dedaunan yang lebat. Bahkan pernah ada cerita yang sangat terkenal yakni pohon kelapa bercabang dua.

"Sekitar 80-an, dulu di sana (sambil menunjuk ke beberapa kedai warung) ada pohon kelapa bercabang 2. Kalau lewat depan pohon itu warga sering melihat hal mistis," ceritanya.

Lantaran warga merasa terganggu, akhirnya pohon ditumbuhi buah yang banyak mengandung air dan segar itu kemudian ditebang. "Cuma udah lama ditebang, pohon kelapa kan jarang yang bercabang dua," jelasnya.

Semenjak diubah menjadi kawasan kesenian dan kebudayaan, beberapa areal di kawasan itu sudah berubah menjadi tempat hiburan dan tempat kumpul para seniman warga umum.

Cerita penampakan none Belanda di GKJ

Sekitar tiga tahun lalu, heboh kabar soal munculnya sesosok wanita saat dilangsungkannya pertunjukan seni di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jakarta Pusat. Konon, makhluk gaib itu berpakaian mirip nyonya-nyonya Belanda.

Meski tak pernah mengalami langsung, Kepala Divisi Pemasaran GKJ, Filmia Aristina mengaku, kerap mendapat laporan dari pemain maupun kru soal penampakan itu. Wanita yang biasa disapa Mia ini menjelaskan, pertunjukan di GKJ umumnya dimulai tujuh atau delapan malam. Saat itulah para pemain itu sering diganggu.

"Cerita itu memang pernah saya dapat dari teman-teman yang habis pentas. Kebanyakan ngeliatnya lagi nonton sambil ngeliatin pemain teater," kata perempuan berusia 39 tahun itu.

Mia juga mengajak mengitari ruang pentas teater, sampai ke ruang tunggu di kanan dan kiri ruang pertunjukan. Di dinding ruangan itu terdapat foto-foto yang menampilkan perjalanan GKJ dari masa ke masa.

Kursi merah berjejer rapi. Bagian panggung yang luas dan tinggi ditambah pilar menambah kesan kemegahan.

"Sepintas pengunjung terasa terlempar ke masa kolonial Belanda, ketika tuan-tuan dan nyonya-nyonya Belanda berkumpul dan menonton pertunjukan," kata Mia sambil menelusuri ruang teater.

Meski tak pernah ditemui, Mia percaya akan mitos itu. Lantaran, dalam beberapa kesempatan, dirinya kerap merasakan kejadian yang menurutnya janggal di beberapa sudut ruangan.

"Kalau saya sendiri belum pernah mengalami. Kalau itu kan kembali ke orangnya masing-masing," jelasnya.

Latihan sampai Magrib, kru teater sering diganggu 'penunggu' TIM

Salah satu gedung di Taman Ismail Marzuki (TIM) kerap dijadikan tempat pementasan teater. Meski sering dipakai, ternyata aura mistis di gedung tersebut masih sangat terasa.

Para pemain teater yang hendak memberikan pertunjukannya, juga sering diganggu makhluk gaib. Mereka diganggu saat hendak latihan dan mempersiapkan alat pentas.

"Kalau gedung baru ini ada misalnya penyaji kalau lagi latihan jam segini harus selesai. Kalau masih jalan misalnya seperti pas bedug Magrib, ada aja kayak enggak boleh kerja. Seperti layar enggak bisa jalan tiba-tiba," kata Kepala Seksi Pagelaran dan Pameran Galeri Bhakti Budaya (GBB) III, Hasan, saat ditemui di ruangannya, TIM, Cikini, Jakarta Pusat.

Meski pengalaman itu tak dialaminya secara langsung, namun cerita itu didapatnya beberapa kru teater. Hasan menjelaskan, sebelum mengalami perombakan total pada tahun 2000-an, alat-alat yang digunakan para pemain teater bisa disebut masih manual. Termasuk alat yang dipergunakan di GBB III.

"Kalau sekarang kan sudah dirombak semua, ada teater terbuka, teater tertutup, teater lili adam. Dulu ruangan GBB lantai 3 dipakai buat latihan tari, kononnya gamelan bisa main sendiri," kata pria berusia 59 tahun itu.

Hasan menjelaskan, sebelum dirombak di TIM ada 3 teater. Di antaranya teater terbuka, teater tertutup, dan teater Lili Adam. Sementara yang sering digunakan untuk latihan teater lili adam. "Nah kononnya di tempat itulah kerap tonjolkan," jelasnya sambil menutup pembicaraan.

About Blogger

Jakarta Sex and Mystery Magazine "JakartaBatavia Magz" - Enjoy and Relax here.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :