‘Beasiswa bagi Perawan’ di Afrika Selatan Dinilai Ilegal
Tiga gadis Afrika Selatan, yakni Kagiso Moyo, Phindile Phinzi, dan Puseletso Maila.
JOHANNESBURG - Kebijakan pemerintah lokal di wilayah Uthukela, Provinsi KwaZulu-Natal, Afrika Selatan yang memberikan beasiswa kepada para gadis perawan, dinilai ilegal.
Upaya pemerintah lokal beralasan, kebijakan memberikan beasiswa bagi gadis pelajar yang masih perawan itu untuk mengurangi penyebaran AIDS dan kehamilan di bawah umur.
Namun, Komisi Persamaan Jender (CGE) mengecamnya dan menegaskan kebijakan itu ‘tak sesuai hukum dan harus dihapus’, seperti dilaporkan BBC dan AFP.
Kontroversi itu muncul sejak akhir Januari 2016. Menurut situs berita Daily Maverick, pemerintah lokal di Uthukela, memberikan beasiswa bagi 16 perempuan muda.
Beasiswa diberikan setelah mereka melakukan tes keperawanan dan berjanji untuk tetap perawan selama kuliah atau sekolah. Beasiswa akan ditarik jika yang bersangkutan putus atau gagal.
Media, pengacara, aktivis jender, masyarakat sipil, dan partai politik, mengecam kebijakan itu. Namun, wali kota Uthukela, Dudu Mazibuko tetap teguh dalam membela beasiswa bagi perawan.
Mazibuko bahkan membentuk tim khusus untuk menyebarkan praktik pemeriksaan keperawanan. Tujuannya ialah mencegah kehamilan di usia remaja dan memerangi penyebaran HIV atau AIDS.
Saat program beasiswa tersebut diumumkan Januari lalu, Mazibuko mengatakan, tes keperawanan takkan dilakukan pemerintah kota atau universitas.
Namun, kaa Mazibuko, anak perempuan yang sudah menjalani tes keperawanan sebagai bagian dari upacara tahunan yang digelar oleh raja Zulu bisa mendapat beasiswa tersebut.
Sebuah badan resmi di Afrika Selatan, CGE, memutuskan bahwa beasiswa universitas yang diberikan pada perempuan yang terbukti perawan 'tak sesuai hukum dan harus dihapus'.
CGE menyatakan, beasiswa “yang bergantung pada keperawanan pelajar perempuan adalah hal yang diskriminatif”.
Dalam putusannya, CGE mengatakan, “(Beasiswa ini) melanggar etos konstitusional yang berhubungan dengan martabat, persamaan, dan diskriminasi. Keperawanan bukan menjadi bagian intrinsik dari tugas belajar”.
Pemerintah lokal di Distrik Uthukela, yang merupakan bagian konservatif di Afrika Selatan, belum memberikan berkomentar terkait dengan keputusan komisi persamaan jender itu.
Menurut AFP, Komisi memberi waktu 60 hari bagi pemerintah agar menanggapi rekomendasi menutup skema beasiswa tersebut.
Kehamilan remaja juga meningkat di Afrika Selatan. Sekitar 6,3 juta orang di negara itu positif HIV, dan lebih dari 1 dari 10 orang hidup dengan virus tersebut.
Pada 2013, survey resmi pemerintah menemukan bahwa kehamilan remaja naik menjadi 100.000 dari 68.000 dua tahun sebelumnya.
Inkonstitusional, Beasiswa Berdasarkan Keperawanan
Sebuah skema pemberian beasiswa ke jenjang universitas bagi pelajar putri di Afrika Selatan yang mampu mempertahankan keperawanannya, dinyatakan bertentangan dengan undang-undang dasar yang berlaku di negara itu.
Informasi ini dilansir Reuters, mengutip penetapan dari Komisi Kesetaraan Jender Afrika Selatan.
Ide yang ditawarkan seorang Wali Kota di negara itu mengundang perdebatan panjang sejak Januari lalu. Kritik yang terlontar menyebut, patokan keperawanan merupakan hal usang yang tak pantas dipakai.
Sementara, di sisi lain, kelompok tradisional memandang hal itu penting demi menjaga budaya di Afrika.
Jumat kemarin, Komisi Kesetaraan Jender menyebutkan, program ini menunjukkan praktik diskriminasi terhadap perempuan. Salah satu alasannya adalah karena siswa laki-laki tak diwajibkan memenuhi persyaratan itu.
"Pembiayaan apapun yang dikucurkan oleh lembaga negara berdasarkan seksualitas wanita hanya akan melanggengkan patriarki dan ketidaksetaraan di Afrika Selatan," demikian tertulis dalam pernyataan komisi tersebut.
Kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia menyokong penilaian ini.
"Bukan persoalan budaya yang ada dalam isu ini. Ini menyangkut alokasi dana negara yang berdasarkan keperawawan bagi wanita adalah melanggar UUD yang melindungi kesetaraan, kewibawaan dan privasi," ungkap Sanja Bornman, pengacara dari kelompok pembela HAM.
Bornman mengatakan, ketentuan yang menyebutkan perempuan penerima beasiswa harus terus melakukan tes keperawanan, misalnya saat berakhir masa liburan.
Jika dalam pemeriksaan itu terbukti seorang penerima beasiswa telah kehilangan keperawanannya, maka dia akan dicoret dari daftar penerima beasiswa.
Dudu Mazibuko, Wali Kota yang menggagas ide ini pada bulan Januari lalu, mengatakan, skema ini akan mengurangi angka kehamilan di kalangan remaja.
Selain itu, metode ini pun akan mencegah meluasnya penularan virus HIV/Aids. Di sisi lain, kesempatan belajar pada jenjang universitas bagi perempuan dapat membuka lapangan kerja bagi mereka di Provinsi KwaZulu Natal.
Mazibuko, mengungkapkan argumen, selama ini pun sudah menjadi budaya yang kuat untuk melakukan tes keperawanan di wilayah miskin di provinsi pesisir timur tersebut.
Namun demikian, pegiat kesetaraan jender dan sejumlah politisi mengecam ide ini. Mereka menyebut skema tersebut patriakis dan antiperempuan.
Rahasia Terlarang Nikmatnya Jadi Perawan Muda
aneh
,
cara
,
internasional
,
pendidikan
,
politik
,
seks
,
sex
,
tips
,
travel
Edit
0 komentar :
Post a Comment