Misteri Tempat Indah Tapi Angker

Empat Lokasi Indah Namun Menyeramkan di Pakistan
 
PAKISTAN merupakan negara federal padat penduduk dengan jumlah populasi Muslim terbanyak setelah Indonesia. Sebagai negara pecahan India, dengan begitu banyaknya peninggalan zaman kerajaan Hindu kuno, Pakistan memiliki kekayaan pemandangan alam yang menakjubkan. Namun begitu, dibalik semua keindahan itu, ternyata banyak penduduk Pakistan tidak berani keluar sendirian ke beberapa tempat wisata ini kala matahari telah tenggelam di ufuk Barat.

Berikut ini dirangkum dari berbagai sumber terkait empat lokasi indah yang menyeramkan di Pakistan:

1. Pemakaman Umum Chowkandi di Karachi

Pemakaman umum Chowkandi dibangun oleh suku Jokhio dan Baloch sekira abad 15-18. Nama Chowkandi sendiri berarti empat sudut karena bentuk kuburannya yang persegi panjang.

Sebagaimana pemakaman-pemakaman kuno yang dibangun secara apik, membaut pemakaman yang terletak di Jalan Raya Nasional Karachi ini layak dikunjungi sebagai tempat wisata. Namun begitu, tidak ada pelancong apalagi warga sekitar yang bersedia mendatanginya jika hari sudah gelap.

Menurut rumor yang beredar, pemakaman yang berdiri sejak 600 tahun yang lalu itu termasuk tempat paling berhantu di Pakistan. Orang-orang yang tinggal di dekatnya berkisah, mereka sering mendengar orang-orang berteriak dan banyak penampakan juga telah disaksikan. Tak lupa, faktor terbesar yang membuat tempat ini menakutkan ialah praktik black magic, yang biasanya dilakukan di kuburan ini dengan menumbalkan kepala kambing.

2. Koh-i-Chiltan

Koh-i-Chiltan adalah sebuah puncak tertinggi yang terletak di pegunungan Chiltan atau Pegunungan Sulaiman, di Kabupaten Quetta, Provinsi Balochistan, di Pakistan bagian barat. Puncak gunung ini dikabarkan bernuansa sangat mistis karena latar belakang cerita rakyat yang melegenda di sana.

Nama puncak setinggi 3.194 meter itu sendiri berarti 40 mayat dalam Bahasa Persia atau Balochi. Menurut legenda setempat, 40 mayat merujuk kepada 40 tubuh bayi yang meninggal akibat ritual meminta anak di gunung tersebut.

Awal kisah bermula dari pernikahan sepasang suami istri yang tidak kunjung dikaruniai seorang anak. Oleh karena itu, mereka meminta nasihat dari orang suci, yang mengatakan bahwa itu semua sudah kehendak langit yang tak bisa diperbaiki.

Tidak puas, mereka mencari orang pintar lain. Kali ini ada seorang mullah yang mengaku bisa membantu menyelesaikan masalah mereka. Mullah ini melemparkan empat puluh kerikil ke pangkuannya sambil merapal doa, agar perempuan itu segera dapat melahirkan anak.

Keinginan pasangan ini benar-benar terkabul. Akan tetapi, yang tidak mereka sangka-sangka adalah banyaknya anak yang mereka dapatkan. 40 bayi sekaligus lahir dari rahimnya.

Kondisi mereka yang miskin, akhirnya membuat mereka kewalahan menafkahi puluhan anak tersebut. Sang suami yang depresi, kemudian naik ke puncak Chehel-Tan membawa 39 bayinya dan membuang mereka di sana. Menurutnya, dewa penunggu gunung tentunya akan kasihan melihat ke-39 bayi itu terlantar di atas sana.

Suatu hari, sang istri yang mengetahui kelakuan suaminya itu tak sampai hati meninggalkan anak-anaknya di sana. Tanpa sepengetahuan suaminya, ia mendaki sendirian ke sana dan berpikir akan mengumpulkan tulang belulang bayinya, serta mengubur mereka di sana.

Yang mengejutkan, mereka semua hidup dan asyik bermain di antara pohon-pohon dan batu-batu. Liar dengan sukacita, ibu itu berlari pulang dan memboyong bayi keempat puluhnya ke sana, guna menarik perhatian saudara-saudaranya. Ia ditinggalkan sang ibu, untuk kemudian ditengok lagi keesokan harinya.

Namun, ketika ia datang lagi, semua anaknya telah raib dari puncak gunung itu dan tak pernah ditemukan lagi jejaknya.

3. Istana Mohatta di Clifton Karachi

Mohatta adalah rumah musim panas seorang pengusaha dan dikatakan berhantu sejak era British Raj. Pemandu wisata kerajaan yang telah menjadi museum itu menuturkan, bukan hal asing lagi melihat benda-benda peninggalan sejarah di dalamnya berpindah dari tempat asal mereka, atau bergeser sendiri. Diyakini, museum ini memiliki kehidupan sendiri yang dihuni oleh roh-roh halus pada malam hari.

Menurut mitos, yang diwartakan Daily Jang, salah satu bagian dari kerajaan ini dibangun untuk istri pemilik aslinya, Shiv Rotan Mohatta pada 1927, sehingga ia bisa pergi ke kuil Shiv tanpa harus melangkah keluar. Jadi ada lorong khusus yang menghubungka antara kastil dan kuil.

Daya tarik terbesar dari bangunan megah ini adalah arsitekturnya yang mencolok, yang dirancang oleh salah satu arsitek Muslim pertama di India, Agha Hussain Ahmed.

Segera setelah pembagian kekuasaan pada tahun 1947, Mohatta sekeluarga mengungsi ke India dan meninggalkan istana mereka, yang diambil alih oleh pemerintah. Pada masa itu, istana ini digunakan sebagai kediaman Menteri Luar Negeri dan kemudian diberikan kepada saudara

perempuan Quaid, yang bernama Fatima Jinnah. Setelah kematiannya pada tahun 1964, istana diserahkan kepada adiknya yang lain, Shireen Bai, yang tinggal di sana sampai ajal menjemput pada 1980.

Sejak saat itu sampai tahun 1995, istana itu disegel sebagai akibat dari litigasi. Akhir kisah, istana megah itu dibeli oleh Pemerintah Sindh dan berubah menjadi museum.

4. Sheikhupura Fort di Lahore

Disadur dari Dawn, Sheikhupura Fort dibangun pada masa pemerintahan Kaisar Mughal Jahangir. Meskipun, tidak ada bukti konklusif yang mendukung ini, Tuzuk-i-Jahangiri (autobiografi Jahangir) menyebutkan bahwa Kaisar menugaskan Sikandar Moeen untuk membangun Fort tersebut, dalam perjalananannya berburu ke Hiran Minar pada 1607 Masehi.

Secara politis, benteng ini muncul selama konsolidasi Sikh Raj di Punjab. Menurut Ihsan H. Nadiem, arkeolog veteran dan sejarawan Pakistan, sebelum Sikh mengambil alih kekuasaan, Sheikhupura Fort digunakan sebagai tempat persembunyian bagi para bandit, yang suka menjarah penduduk desa.

Baru pada 1797, Raja Shah Zaman menginvasi Lahore dan mengepung benteng tersebut untuk membersihkannya dari para perampok. Namun tak berapa lama, Sheikhupura Fort lagi-lagi berpindah tangan. Kali ini ia jatuh dalam kekuasaan seorang perampok bernama Inder Singh. Lalu direbut lagi oleh sekutu Ranjit Singh, Lehna Singhan. Mengakibatkan, Inder Singh dihukum mati pada masa itu.

Setelah masa kejayaan Lehna Singhan berakhir, benteng itu direbut Sahib Singh dan Sahai Singh pada 1808. Dipersembahkan kepada sekutunya sendiri, Maharaja Ranjit Singh. Benteng itu kemudian dihadiahkan kepada istrinya, Datar Kaur atau Mai Nakkain, ibunda dari putra mahkota Kharak Singh.

Datar Kaur berperan besar dalam proses renovasi benteng tersebut. Ia menghabiskan hidupnya sampai akhir hayat di kediamannya itu. Demikian juga ratu-ratu sesudahnya.

Sampai pada pertengahan abad 19, di bawah penjajahan Britania Raya, ratu terakhir Sheikhupura, Rani Jindan, ibu dari Maharaja Duleep Singh menjadi tahanan rumah. Meskipun kemudian ia dipindahkan dari benteng tersebut ke tempat pengasingan di Nepal dan London. Diyakini, hingga kini arwah para ratu masih mendiami bangunan bersejarah yang tak lagi terawat itu.

About Blogger

Jakarta Sex and Mystery Magazine "JakartaBatavia Magz" - Enjoy and Relax here.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :