Mistik Kali Ciliwung
Kisah-kisah Warga yang Diganggu 'Hantu' Ciliwung
Jakarta - Sambil menggendong bayinya, Suryati mengantar segelas kopi panas untuk suaminya yang sibuk membersihkan sebuah lemari televisi dari kotoran lumpur sisa banjir. Tampak keletihan dari wajah perempuan berusia 29 tahun ini.
“Anak saya rewel. Seharian anak nangis terus. Rumah juga belum terlalu bersih,” kata Suryati.
Ada perasaan cemas Suryati dan suami saat banjir tahun ini. Soalnya, mereka punya bayi berusia tujuh bulan. Mengungsi ke rumah orangtua dan saudara pun percuma karena masih satu wilayah yang rawan banjir.
Satu-satunya alternatif yaitu mencoba mengungsi ke posko. Meski juga tidak aman, cara ini harus dilakukan mengingat banjir dua pekan lalu menggenangi 1,5 meter rumahnya yang berlokasi di RT 02/07 Cililitan Kecil, Jakarta Timur.
Setelah surut empat hari lalu, Suryati pun kembali ke rumah bersama suaminya untuk membersihkan kediamannya dari kotoran lumpur. Kali ini ibu mertuanya diajak agar bisa menemani mengurus bayi.
Tapi sejak balik dari posko pengungsian, anaknya selalu rewel, menangis. Sebotol susu yang biasa diberikan menjelang tidur, tidak mempan menenangkan tangisan sang bayi. Bahkan, hari ketiga usai mengungsi, badan bayi Suryati sempat panas dengan suhu 38 derajat.
“Di bawa ke klinik. Dikasih obat turun panas dan mendingan. Cuma masih rewel. Saya bingung kan,” kata Suryati.
Karena bingung, setelah dari klinik Suryati pun ke rumah orangtuanya. Bersama orangtuanya, dia pergi ke salah satu ‘orang pintar’ di daerah Jambul dekat kampus Binawan, Jakarta Timur. Berdasarkan saran orang pintar, anak Suryati harus diberikan bangle dan daun jarak.
Bangle diikat seperti menjadi kalung. Sementara daun jarak diletakan di perut bayi kalau lagi tidur. Untuk rumah juga diberikan syarat agar empat sudut ruang pojok ditaburi garam dan bawang putih.
Menurut Suryati, bayinya tengah diikuti atau melihat makhluk gaib di rumahnya pasca banjir. Saat di posko juga demikian karena kata orang pintar keberadaan bayi membuat makhluk gaib tertarik untuk mengganggu. Apalagi, saat itu di posko ada beberapa bayi yang ikut mengungsi bersama orangtuanya.
Suryati menuruti nasihat si 'orang pintar' tersebut. Sang bayi kini dikalungi bangle.
“Hari ini sudah enggak rewel sih. Cuma tidurnya susah. Rumah juga udah dibersihin sama suami dan bapak saya. Kasihan kalau banjir ada bayi mah,” kata Suryati.
Lain lagi ceritanya dengan warga di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Samiyem salah seorang warga menceritakan, ada buaya buntung penghuni Ciliwung yang sering mengganggu warga.
Buaya buntung itu disebut sebagai jelmaan jin yang sering mengganggu warga saat sedang melakukan aktifitas di kali seperti mandi atau mencuci. Namun, tidak semua warga bantaran kali Ciliwung diganggu buaya buntung.
Buaya jelmaan jin tersebut hanya mengganggu warga yang baru menghuni bantaran kali serta anak – anak kecil. Mereka hilang ketika beraktifitas di kali dan ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa.
“Yang diganggu itu orang–orang baru dan anak kecil. Lagi mandi di kali tiba – tiba hilang, entar ditemukan sudah meninggal,” kata ibu 3 anak ini.
Wanita asal Solo Jawa Tengah ini menuturkan, warga yang bakal diganggu oleh sang buaya buntung adalah mereka yang tidak memberikan sesajen. Sesajen itu dalam bentuk daging sapi yang harus dilemparkan ke kali dan akan menjadi santapan buaya buntung.
Nah, jika tidak memberikan sesajen tersebut maka buaya buntung akan datang melalui mimpi. “Tidak semuanya percaya, sebagian kecil aja. Istilah ustadznya, yang percaya itu yang imannya lemah,” katanya.
Misteri Buaya Buntung di Kali Ciliwung
Jakarta - Selepas kumandang azan isya, hujan deras kembali mengguyur kawasan pengungsian Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Para korban banjir dan relawan serentak bergegas mencari tempat berteduh seperti tenda dan emperan toko.
Beberapa korban banjir melontarkan suara-suara bernada kegelisahan. “Hujan terus. Lanjut ini, perut kenyang terisi tapi kantong kosong,” tutur Samiyem yang belum bisa bekerja sejak banjir melanda.
Hampir sebulan Jakarta direndam banjir. Posko-posko relawan masih berdiri. Warga Kampung Pulo belum dapat kembali ke rumah mereka. Hanya sebagian kecil yang sudah bisa menempati rumahnya, yaitu mereka yang letak rumahnya lumayan jauh dari Kali Ciliwung.
Sejarah panjang Kali Ciliwung ternyata tidak hanya meninggalkan cerita tentang sungai yang dahulunya bening. Tapi juga menyisakan kisah misteri berupa buaya buntung yang menghuni Ciliwung.
Namun, tidak semua warga bantaran Ciliwung diganggu buaya buntung. Buaya yang disebut-sebut jelmaan jin itu hanya mengganggu orang tertentu saja. Mereka hilang ketika beraktivitas di Ciliwung dan ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa.
“Yang diganggu itu orang-orang baru dan anak kecil. Lagi mandi di kali tiba-tiba hilang, entar ditemuin udah meninggal,” ujar ibu tiga anak ini kepada detikcom di lokasi pengungsian.
Menurut perempuan berusia 46 tahun ini cerita buaya buntung di Ciliwung sudah turun temurun. Sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Kendati demikian, buruh pabrik ini mengatakan bahwa tidak semua warga bantaran mengakui dan mempercayai keberadaan buaya buntung.
“Sebagian kecil aja yang percaya. Istilah ustaznya, yang percaya itu yang imannya lemah,” kata Samiyem yang berasal dari Solo, Jawa Tengah, ini.
Cerita yang serupa juga dituturkan Sulastri, warga korban banjir Kampung Pulo lainnya. Menurutnya, cerita buaya buntung sudah berlangsung sejak lama. Dahulunya, buaya buntung itu merupakan milik atau piaraan warga keturunan Arab.
”Dulu orang Arab kan di sini pada miara buaya. Kalau kata ustaz mah, jangan diikuti, jin kalau diikuti malah minta yang aneh-aneh, lebih baik daging (sapi)nya dimakan,” ujarnya.
Ibu tiga anak ini mengungkapkan di daerah bantaran Ciliwung Kampung Pulo, terutama di daerah Kampung Pulo Dalam, masih ada warga yang mempercayai bahwa pemberian daging sapi ke buaya buntung tidak hanya untuk mereka yang baru menghuni bantaran kali saja.
Namun juga dilakukan jika hendak melakukan berbagai acara hajatan seperti pesta pernikahan dan lainnya. “Ya, masih ada yang percaya, kalau hajatan ni, ngasih daging (sapi) dulu ke kali,” ujarnya.
Sebelum Kebanjiran, Warga Rawajati ini Mengaku Melihat Buaya Putih
Jakarta - Sabeni, 61 tahun, masih bisa mengingat dengan jelas kejadian sebulan lalu. Saat itu dari kediamannya di Kelurahan Rawajati, Jakarta Selatan dia mengaku melihat seekor buaya di Sungai Ciliwung.
Kebetulan rumahnya terletak persis di bibir sungai sepanjang 120 kilometer itu. Menurut Sabeni buaya tersebut bergerak begitu cepat sehingga dia hanya bisa melihat ekornya. Anehnya, dia sama sekali tidak melihat badan serta kepala buaya itu.
Sabeni yakin bahwa yang dia lihat adalah ekor buaya. Apalagi jarak dia melihat hanya sekitar 10 meter dari bantaran sungai. Penampakan ekor ini berlangsung cepat sekitar enam detik. “Geraknya cepat, itu bener buntut buaya. Dia lagi mau masuk ke dalam air,” kata Sabeni di kediamannya.
Menurut Sabeni, bukan hanya dia yang melihat penampakan buaya ini. Ada warga di Kelurahan Cililitan Kecil yang juga melihat seekor buaya yang masuk ke dalam Sungai Ciliwung. Oleh warga di sekitar Sungai Ciliwung kejadian tersebut diyakini seperti mengirim pesan pertanda.
Dia meyakini bahwa ekor buaya yang terlihat adalah jelmaan buaya siluman. Pasalnya buaya selama ini belum pernah terlihat oleh warga. “Kecuali pas mau banjir. Pasti ada aja warga yang kebetulan melihat. Kita itu diingetin secara baik supaya cepat mengungsi. Ya itu percaya enggak percaya jadinya,” kata warga RT 02 RW 07 Kelurahan Rawajati itu.
Enam hari kemudian, firasat Sabeni terbukti. Rumahnya digenangi banjir setinggi dua meter. Dia pun terpaksa mengungsi hampir selama dua pekan. Kejadian mistis juga mewarnai saat banjir. Banyak warga yang tak mau mengungsi kesurupan.
Setahun sebelumnya, ia menceritakan ada dua warga di Rawajati yang kesurupan karena belum bersedia mengungsi. Kesurupan ini terjadi saat proses evakuasi dan belum sampai ke posko pengungsian. “Saya enggak melihat. Katanya orang-orang sih dia teriak-teriak di ban pelampung supaya cepat ngungsi,” kisah Sabeni.
Saat ini banjir memang sudah surut. Namun perasaan cemas masih menghampirinya karena takut banjir besar susulan muncul kembali. “Ngeri juga kalau lihat itu lagi. Yang tua begini kayak saya kan kasihan,” kata Sabeni.
Setiap awal tahun, Sabeni selalu was-was saat musim hujan datang. Hampir setiap sore pula pria asli Jakarta ini punya kegiatan rutin yaitu memantau kondisi Sungai Ciliwung yang hanya berjarak 30 meter dari rumahnya. Banyaknya tumpukan sampah yang menyumbat sungai membuatnya cemas karena rumah dia berada di dataran bawah.
Tumpukan sampah itu jelas menjadi salah satu penyebab air di Sungai Ciliwung meluap hingga menggenangi rumah Sabeni dan tetangganya. Sementara munculnya buaya putih di sungai itu menjelang banjir masih menjadi misteri.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment