Kisah Bangsawan Sadis, 'Mandi Darah Perawan' Demi Cantik Abadi
Hari
itu, 21 Agustus 1614, 400 tahun lalu, Countess Elizabeth Bathory de
Ecsed tamat. Ia meninggal dunia dalam sebuah kamar sempit di Kastil
Cachtice, tempatnya dikurung. Pada usia 54 tahun.
Elizabeth
ditemukan dalam kondisi telungkup, di ruangan tertutup yang hanya
menyisakan lubang kecil yang digunakan untuk memasukan makanan dan
minuman.
Bangsawan tinggi Kerajaan Hungaria itu lekat dengan
dengan imej sebagai 'Countess Berdarah', perempuan pembunuh berantai
paling sadis sepanjang sejarah.
Ia dan 3 kaki tangannya dituduh
menyiksa dan membantai ratusan gadis, jumlahnya antara 100 hingga 650
orang -- entah berapa pastinya -- antara tahun 1585 hingga 1610.
Kabar
yang beredar menyebut, Elizabeth mandi dengan darah para korbannya. Ia
meyakini, darah perawan akan membuatnya memiliki kecantikan abadi.
'Rahasia awet muda'.
Ia menyakini, darah gadis muda memancarkan
cahaya kemudaan mereka. Sang countess masuk ke dalam bak mandi dan
berendam dalam kubangan darah korbannya.
Hingga kini, reruntuhan
kastil kuno di atas bukit, tempatnya menghembuskan nafas terakhir,
sekaligus tempat menyiksa korbannya, membayangi Desa Cachtice, Slovakia.
Menghembuskan hawa horor.
Penulis wisata, John Malathronas
kepada CNN menulis, kisah hidup sang bangsawan menjadi inspirasi
sejumlah film, buku, dan situs online. Sejumlah orang bahkan menduga,
novel 'Dracula' karya Bram Stoker pada 1897 terinspirasi kisah sadis
itu.
Pemuja Setan
Pada usia 15 tahun, Countess Elizabeth Bathory de Ecsed
menikah dengan bangsawan bernama Ferenc Nadasdy, pahlawan nasional
Hungaria ketika berperang melawan Turki.
Kedua pasangan tersebut
kemudian tinggal di Istana Cachtice, sebuah kastil perbukitan yang
menaungi Desa Cachtice di lembah di bawahnya.
Setelah suaminya
meninggal, perilaku Elizabeth menjadi-jadi. Ia mulai terpengaruh dengan
satanisme atau aliran sesat. Pembunuhan pun merebak. Satu per satu gadis
menghilang dari desa-desa sekitar kastil.
Awalnya perempuan sadis itu memburu gadis desa. Namun, darah para perawan itu kurang baginya.
Demi
mendapat darah yang menurutnya lebih berkualitas, Elizabeth mengincar
darah para gadis bangsawan rendahan, menculik mereka untuk dijadikan
korban.
Namun hal tersebut menjadi bumerang baginya. Hilangnya
gadis-gadis bangsawan dengan cepat mendapatkan perhatian di kalangan
kaum darah biru. Kabar itu pun sampai ke telinga raja.
Tanggal 30
Desember 1610, pasukan tentara dibawah pimpinan Palatine Georgy Thurzo,
yang merupakan sepupu Elizabeth sendiri, menyerbu kastil Cachtice di
malam hari. Atas titah Raja Hungaria.
Sesampainya di sana, mereka
semua terkejut melihat pemandangan yang mengerikan. Mayat seorang gadis
yang pucat kehabisan darah tergeletak di atas meja makan, seorang
lainnya yang masih hidup namun sekarat ditemukan terikat di tiang dengan
kedua urat nadinya disayat hingga meneteskan darah.
Di bagian
penjara ditemukan belasan gadis yang sedang ditahan menunggu giliran
dibunuh. Kemudian di ruang basement ditemukan lebih dari 50 mayat yang
sebagian besar sudah mulai membusuk.
Elizabeth kemudian ditangkap
bersama 3 pelayannya. Namun ia sendiri tidak pernah diadili secara
langsung. Sebagai bangsawan tinggi ia kebal hukum. Hanya ketiga
pelayannya yang kemudian disiksa dan dibakar di tiang.
Cachtice
saat ini adalah desa sejahtera dengan rumah-rumah besar, antena satelit
di mana-mana, juga mobil-mobil SUV yang parkir di tepian jalan. Patung
kayu Countess Elizabeth Bathory de Ecsed pun didirikan di alun-alun.
Reruntuhan
Kastil Cachtice kini berdiri di tengah-tengah cagar alam yang lebat.
Setelah 2 renovasi besar-besaran yang makan waktu 2 tahun, istana
tersebut dibuka kembali pada Juni 2014. Satu menara runtuh pada 1980-an
hanya menyisakan dua yang lain, ruang kamar penjara sang countess masih
utuh.
"Generasi tua malu dengan apa yang dilakukan countess. Ada
sejumlah protes ketika patung Bathory didirikan di alun-alun," kata Adam
Pisca (18) yang bekerja paruh waktu sebagai penjaga kastil, seperti di
kutip dari CNN.
Sementara, kata dia, generasi muda lebih cuek
dengan masa lalu. "Kami tahu dia adalah seorang pembunuh, tapi bodo
amat, dia tidak penting bagi kami," kata Pisca. "Sebelum kastil itu
direkonstruksi, kami sering bakar-bakaran daging di dalamnya atau
berkemping di halamannya.
Elizabeth Bathory konon dikubur di
Gereja St. Ladislav, yang masih kokoh berdiri sejak Abad ke-14. Namun
tak ada satu pun yang pernah menemukan kuburnya. Bisa jadi, jasadnya
dipindahkan ke Nagyesced, lokasi asal-usul nenek moyangnya yang kini
berada di Hungaria.
Sementara, manor tua di mana sang countess
juga kerap menyiksa korbannya masih berdiri. Di dekatnya ada sebuah
perusahaan minuman anggur.
Dinding luar manor masih bersisa,
sementara ruang bawah tanah yang menjadi saksi bisu penyiksaan dan
penderitaan korban sekarang digunakan untuk menyimpan beberapa barel
anggur.
Beberapa anggur dilabeli "Bathory Blood". Tapi merek itu
dihentikan 2010 menyusul protes pembeli. Namun, pada tahun ini, dalam
rangka perayaan peringatan 400 kematian sang countess sadis, wine itu
kembali dijual.
Saat dituang, cairan merah keluar dari botol. Sewarna darah.
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment