Berapa Rupiah Kompensasi Korban Salah Tangkap? Kirim ke Email Kemenkum Ini
Jakarta - Ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat sebesar Rp 1 juta dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi zaman. Kemenkum HAM berencana akan merevisi PP Nomor 27 Tahun 1983 yang telah berusia tiga dekade lebih itu.
Revisi ini atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) lewat Mensesneg Pratikno dan diterima Kemenkum HAM pada 12 November lalu. Untuk menilai besaran kompensasi yang layak, masyarakat bisa mengirimkan via email ke Kemenkum HAM.
"Masukan perubahan PP 27 Tahun 1983 dapat dikirim ke email: subdit.metode@gmail.com atau kalau mau official bisa melalui website Ditjen PP di ditjen.kemenkumham.go.id," kata Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan Kemenkum HAM, Dhahana Putra, Selasa (17/11/2015).
Kemenkum HAM bekerja maraton untuk menyelesaikan revisi ini. Rencananya Rabu (18/11) esok, Kemenkum HAM akan memanggil para ahli hukum, kejaksaan, kepolisian dan Mahkamah Agung (MA) membahas revisi PP 27. Setelah itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly akan mengundang seluruh pucuk pimpinan aparat penegak hukum dan Kementerian Keuangan guna finalisasi revisi PP 27. Diharapkan, sebelum terbit fajar Hari HAM Internasional, revisi PP ini telah bisa diundangkan.
"Dalam waktu dekat ini kami harapkan selesai dan menjadi hadiah pada Hari HAM 10 Desember 2015. Kemenkum HAM memberikan ini untuk melindungi mereka yang salah tangkap," ujar Dirjen Peraturan Perundang-undangan Prof Widodo Ekatjahjana.
Kemenkum HAM mengusulkan revisi ganti rugi salah tangkap/korban peradilan sesat dengan tiga opsi. Opsi pertama yaitu menaikkan angka ganti rugi dengan mengalihkan nominalnya dengan angka inflasi menjadi minimal Rp 10 juta hingga maksimal Rp 50 juta.
Pasal 9 saat ini:
Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 5.000 (lima ribu rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000 (satu juta rupiah).
Usulan perubahan Pasal 9:
Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Jika korban salah tangkap/korban peradilan sesat mengalami sakit, cacat atau meninggal dunia, maka diganti kerugian maksimal Rp 500 juta. Dengan PP 27 yang berlaku saat ini, maksimal Rp 3 juta saja.
Opsi kedua, Kemenkum HAM menyodorkan draft yaitu ganti rugi berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) di mana kejadian tersebut terjadi. Usulan lengkapnya yaitu:
Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP didasarkan pada Upah Minimum Regional Provinsi dikalikan jumlah hari penahanan dan menjalani hukuman.
Apabila penangkapan, penahanan, dan tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian didasarkan pada Upah Minimum Regional Provinsi dikalikan jumlah hari penahanan dan menjalani hukuman dikalikan 2.
Nah, opsi terakhir adalah memakai patokan besaran rupiah dalam PP 27 yang dibuat di zaman Soeharto dan dikonversi ke dalam harga emas. Sehingga usulan draft tersebut berbunyi:
Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Apabila penangkapan, penahanan, dan tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Nah, bagaimana menurut perhitungan Anda besaran kompensasi salah tangkap/peradilan sesat?
Home
/
cara
/
hukum
/
info jakarta
/
jakarta
/
polisi
/
tips
/
Rahasia Terlarang Ganti Rugi Salah Tangkep
-
Blogger Comment
-
Facebook Comment
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 komentar :
Post a Comment