Rahasia Terlarang Sukses Ngentotin Binor

Prostitusi Rusia: Antara Kebuasan Polisi dan Perempuan Menikah



 Ilustrasi

PROFESI sebagai penjaja seks komersil (PSK) adalah jenis pekerjaan yang sulit diterima komunitas sosial manapun di dunia. Polemik mengenai legalitasnya tak kunjung habis dibicarakan. Beberapa pihak merasa perlu melindungi para pekerja seks itu dari kekerasan dan perlakuan sewenang-wenang di bawah payung hukum. Akan tetapi, sebagian lagi mengutuk upaya pengakuan mereka, karena dianggap menentang hukum agama atau moralitas maupun norma sosial.

Di Benua Biru, yang mengaku sebagai negara paling beradab dan berbudaya, ternyata kisah para penjaja seksnya tidak jauh berbeda dengan negara dunia ketiga. Menyoroti salah satunya, di Rusia, polisi bebas menyiksa para pelaku prostitusi. Sebab profesi mereka ilegal, layak dihukum, kriminal, sehingga boleh diperlakukan sesuka hati.

“Sekarang ini polisi (di Rusia) memperlakukan mereka layaknya kriminal kelas berat, seolah mereka bukan manusia. Mereka bisa seperti itu, karena mereka yakin tindakannya tidak akan pernah dibawa ke meja hukum dan mereka tahu kalau para perempuan itu tidak bisa melawan mereka,” kata Igor Danilov, aktivis dan pengacara hak asasi PSK, sebagaimana dikutip dari The Moscow Times.

Hukum dan Kebuasan Polisi


Sebagai negara terbesar di dunia, yang berukuran dua kali Daratan China, pekerja ‘esek-esek’ di Negeri Beruang Merah mencapai lebih dari 3 juta orang. Mayoritas penduduknya menganut agama Kristen Ortodoks. Kuatnya pengaruh gereja membuat bisnis prostitusi sulit disahkan secara hukum.

Hal inilah yang tengah mati-matian digencarkan para aktivis dan PSK di sana. Mereka berharap setidaknya, walaupun profesi mereka tetap dianggap ilegal, pemerintah bersedia melindungi hak-hak mereka sebagai warga negara. Yakni mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum, sebagai kaum yang lemah dan teraniaya sehingga perlu dibela.

Organisasi dunia yang mengurusi isu hak asasi manusia (HAM), Amnesty International menyatakan, prostitusi selayaknya harus dilegalkan di seluruh dunia. Pasalnya, sudah terlalu banyak kejadian memilukan diderita penyedia jasa seksual. Selain menanggung malu, mereka juga terpaksa hidup secara tertutup. Ditambah dengan banyaknya kasus kekerasan yang justru dilakukan oleh para penegak hukum sendiri, terutama di Rusia.

Berdasarkan undang-undang Rusia, setiap PSK yang tertangkap dapat dikenakan denda sebesar USD21 sampai USD29 atau Rp286 ribu sampai Rp395,5 ribu. Ditambah sanksi pidana berupa kurungan penjara maksimal lima tahun.

“UU di Rusia memiliki sanksi yang tegas terhadap PSK. Tetapi hukumnya juga membiarkan para polisi merampok, membunuh, memperkosa dan memeras para pelaku prostitusi,” tukas Irina Maslova, ketua organisasi PSK Silver Rose.

Industri prostitusi dikutuk oleh masyarakat dan dianggap sebagai salah satu sifat buruk yang paling memalukan. Sebagai hasilnya, baik penjahat dan polisi menganggap pelecehan terhadap pekerja seks adalah tindakan yang normal. Sebagian besar korban adalah perempuan, yang tidak mampu mempertahankan diri melawan penyerang mereka.

“Para perempuan ini juga memiliki suami and keluarga. Mereka punya kehidupan pribadi yang normal. Ketika ditangkap, mereka takut kasusnya akan diadukan ke pihak keluarga. Kondisi ini dimanfaatkan aparat, bukan saja untuk memeras mereka, tetapi juga memukuli dan menikmati tubuh mereka untuk kesenangan semata,” sergah Danislov.

Danislov berkisah, ada kasus yang ia tangani, dimana sekelompok polisi menemukan ponsel si PSK dan mengerjainya dengan menelefon suaminya. Ia member tahu si suami bahwa istrinya adalah pelacur.

“Saya pernah diancam dengan pasal 241 UU Prostitusi Rusia. Kalau mau bebas dari tuduhan, saya wajib membayar mereka sejumlah uang. Saya menurut dan mereka membiarkan saya pergi. Tapi setelahnya, mereka meminta saya memberi mereka uang setiap bulan,” demikian kesaksian seorang PSK melalui situs online Silver Rose.

Sementara itu, penyewa jasa mereka mendapat denda yang lebih besar lagi, berkisar USD95 sampai USD240 atau setara Rp1,2 juta sampai Rp3,2 juta atau ditahan selama lima hari di balik jeruji besi. Namun apabila si pelanggan mengetahui kalau PSK yang disewanya adalah korban perdagangan manusia, ia bisa didenda antara USD1.200-USD2.380 atau Rp16,3 juta sampai Rp32,4 juta atau mendekam dalam penjara sampai 15 hari lamanya. Bagi pelanggan yang berkewarganegaraan asing, mereka bisa terancam dideportasi.

Yang menarik, pada Oktober 2014, anggota dewan legislatif St. Petersburg, Olga Galkina mengusulkan UU baru yang memberi pengguna jasa layanan kepuasan untuk menghindari hukum perdata maupun pidana di Rusia.

Caranya ialah dengan menikahi PSK yang disewanya. Dilansir dari Russia Today, hal ini diterapkan guna mengurangi tingkat kriminalitas prostitusi, seperti yang terjadi di Finlandia, Norwegia, Swedia dan Iceland.

Prices for services at the specialist brothel were more than six times higher than other bordellos with men paying as much as £250 an hour for their services (file picture)

Rumah Bordil Khusus Perempuan Menikah


Fakta lain yang menarik perhatian masyarakat di Rusia adalah adanya rumah bordil yang khusus mempekerjakan perempuan-perempuan yang sudah menikah.

Mereka yang tertarik bekerja di apartemen pelacuran berkamar tujuh itu wajib membawa kartu tanda nikah untuk bisa diterima. Kasus ini berhasil diungkap kepolisian Moskow pada Februari 2015.

Diwartakan Daily Mail, harga sewa istri orang ini enam kali lebih tinggi dibandingkan PSK muda yang masih lajang. Menurut polisi setempat, para pelaku hanya dikenakan denda 20 euro atau Rp306 ribu, tetapi mereka kemungkinan akan mendapatkan ceramah panjang dan hukuman yang lebih berat dari suami dan keluarga besarnya.

About Blogger

Jakarta Sex and Mystery Magazine "JakartaBatavia Magz" - Enjoy and Relax here.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :